BAB 14

PANDANGAN mata Dennis masih terasa buram. Lehernya kaku. Ia perhatikan langit-langit kamar. Saat menoleh ke samping, masih ada sisa sakit terasa di bagian leher lalu mengusapnya dengan sebelah telapak tangan.

“Aku di mana?” tanya Dennis dalam hati. Ia tak melihat seseorang pun ada di ruangan itu. Tak ada yang bisa diajaknya bicara. Tak ada yang bisa memberitahunya sedang berada di mana.

Sambil memejamkan mata, Dennis berusaha mengingat kejadian terakhir yang dialaminya tadi. Ia masih bisa mengingat ketika suasana sedang panik dan Layla memintanya untuk tidur di ranjang stretcher.

Saat itu, ia merasakan pukulan keras menghantam bagian lehernya. Semua mendadak gelap.

Sampai di situ Dennis masih bisa mengingat semuanya. Namun, ketika ia berusaha mengingat peristiwa sebelumnya, saat memegang lengan ayah Layla, ada beberapa kejadian yang membuat kepalanya menjadi sangat pusing.

Dennis mengerang kesakitan. Beberapa kali ia berteriak ketika otaknya terasa beku ketika memaksa untuk mengingat semuanya.

Suara Dennis mengagetkan Layla yang sedang berada di kamar. Ia baru saja selesai mandi dan langsung terburu-buru merapikan pakaian dan menyisir rambut. Layla pun bergegas menuju kamar Dennis.

“Dennis, sadar Dennis!” Layla mengguncangkan bahu Dennis berkali-kali. “Coba lihat mataku,” ucap Layla mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dengan Dennis.

Efek suntikan di tubuh Dennis akan membuatnya semakin pusing jika berusaha mengejar ingatan yang tak baru saja dihapus. Jika terus dilakukan, otak Dennis akan keram dan itu berbahaya bagi Dennis sendiri.

Ia akan terjebak di dalam sebuah labirin ketidaktahuan. Sikap dan perilakunya akan menyerupai seperti orang gila. Tentu saja itu tidak boleh terjadi. Layla berusaha menarik kantung mata Dennis lalu meniupnya seperti orang sedang kelilipan.

Dennis tersentak. Layla merasa lega ketika Dennis membuka matanya. Wajah mereka sangat dekat. Layla bisa merasakan dengusan napas Dennis menerpa wajahnya. Dengusan napas tidak teratur karena menahan sakit yang luar biasa di bagian kepala.

“Coba bangun sekarang,” Layla membantu Dennis agar segera duduk dan menyandarkan punggungnya ke tembok.

Layla diam sejenak untuk memikirkan tindakan selanjutnya. Ia lantas tersenyum setelah mendapatkan ide.

“Kamu masih ingat saat kita ketemu pertama kali?”

Dennis menganggukan kepala. “Saat di café dan kamu jadi pelayannya.”

“Apa yang kamu pikirkan saat itu?” tanya Layla sengaja mengalihkan pikiran Dennis agar syaraf-syaraf di kepala lelaki di hadapannya itu menjadi rileks kembali.

“Tidak memikirkan apa-apa,” sahut Dennis.

“Bohong. Aku ingat kamu sempat memandangiku sampai tak berkedip. Iya, kan?”

Dennis menggelengkan kepala. “Aku sudah lupa. Memangnya kenapa?” tanya Dennis heran.

Layla tersenyum. “Tidak menyangka saja bakal ketemu kamu lagi di sini,” jawab Layla sambil terus berpikir mencari cara agar Dennis benar-benar merasa santai.

“Aku pikir kemarin itu pacarmu?”

“Maksudmu dokter Ambar?”

Layla hanya mengangguk. Dia harus berhati-hati mengatur kalimatnya agar tidak memantik Dennis mengingat kejadian aneh yang menimpa dirinya.

“Dia istri orang. Aku hanya ingin menunjukkan apartemenku sedang berantakan akibat gempa. Dia tidak percaya, jadi kubiarkan dia melihat sendiri saja.”

Layla hampir saja ingin menjelaskan soal gempa yang dirasakan Dennis. Namun, ia segera membelokkan pembicaraan mereka.

“Nekat juga kamu. Istri orang diajak ke kamar. Berduaan lagi. Gimana kalau terjadi sesuatu!” ujar Layla dengan senyum dikulum.

“Itu kalau pikirannya ngeres. Kami biasa saja kok. Aku juga sibuk trading saat itu.”

Layla tahu tidak terjadi apa-apa dengan mereka. Semua sudah dilihatnya melalui rekaman CCTV. Mulai kejadian gempa dan ketika Dennis panik lalu pergi  ke café tempatnya sementara bekerja, semuanya runut dan jelas.

“O, iya. Kata dokter Ambar kamu masih jomblo. Aku tidak percaya orang sepertimu, banyak uang, tinggal di apartemen, ganteng, tapi masih jomblo,” ucap Layla lebih ingin mengetahui status Dennis lebih jauh.

“Kapan dokter Ambar mengatakan itu?”

“Sewaktu kalian singgah di café tempatku bekerja.”

“Kenapa aku tidak mendengar pembicaraan kalian?”

“Dia tulis di kertas pesanan. Katanya, kamu jomblo dan memintaku yang mengantar pesanan. Dijamin tidak menyesal. Begitu tulisnya,” jawab Layla.

Dennis langsung tertawa. “Jadi gara-gara itu kamu mau mengantarkan pesanan hari itu?”

“Hei…jangan gede rasa kamu ya. Kertas pesanannya ada di kasir. Jadi, aku baru membacanya setelah pergi dari apartemenmu, kok.” Layla membela diri. Wajahnya bersemu merah. Niatnya tadi hanya ingin membuat Dennis santai, justru kini terpojok.

“Kamu habis keramas?” tanya Dennis mencium aroma sampo.

Layla sempat bingung karena pertanyaan itu di luar apa yang sedang mereka bicarakan. Ia pun baru menyadari jika belum sempat mengeringkan rambutnya yang masih basah.

“Kamu mau mandi?” tanya Layla merasa tak perlu menjawab pertanyaan Dennis.

Kalau diperhatikan dari dekat seperti ini, kamu cantik juga ternyata,” tambah Dennis yang membuat Layla semakin tersipu malu.

Sontak Layla pun langsung menjaga jarak. “Hati-hati kalau bicara. Mau aku pukul lagi di lehermu?” Layla berpura-pura merapatkan jari tangannya dan siap untuk memukul.

“Jangannn...!” ucap Dennis terkejut berusaha melindungi dirinya. Ia ingat dengan pukulan yang membuat lehernya sakit dan tak bisa merasakan apa-apa lagi.

“Ternyata kamu yang memukul leherku?”  tanya Dennis dengan wajah keheranan. “Kenapa?”

Layla bingung memberikan jawaban. “Tindakan darurat. Jadi terpaksa kulakukan. Maaf, ya.”

“Sebenarnya apa yang terjadi tadi?” Dennis bertanya lagi. Ia tidak puas hanya mendapatkan jawaban semacam itu.

“Bukan saatnya menjelaskan. Sekarang kamu harus rileks,” ujar Layla.

“Tadi saat aku pingsan, apa yang kalian lakukan padaku?” tanya Dennis lagi membuat Layla semakin kebingungan.

Dengan bertanya seperti, Layla khawatir itu justru akan membuat Dennis mengingat peristiwa tadi kembali. Bagaimana kalau pikirannya terseret lagi? pikir Layla tak ingin usahanya sia-sia.

“Kalau tidak dijawab, aku akan mencari tahunya sendiri,” kata Dennis langsung memejamkan matanya. Ia kemudian masuk ke dalam lorong ingatan Layla. Ia bisa mengetahui apa yang mereka bicarakan sebelum pingsan. Bahkan, setelah itu, ketika lehernya mendapat suntikan.

Layla baru teringat jika Dennis memiliki kemampuan bisa mengakses ingatan manusia. Namun, sudah terlambat.

Dennis tidak berhenti sampai di situ. Ia lihat semua gambaran yang terjadi tadi. Ada yang hilang di dalam ingatannya. Namun, ia justru melihatnya dalam ingatan Layla. Akhirnya ia tahu apa yang terjadi sesungguhnya.

“Kenapa sebagian ingatanku harus dihilangkan?” tanya Dennis.

Layla akhirnya tak bisa menunda lagi. “Sekarang kamu sudah tahu. Jadi, tak perlu lagi berusaha mengingat sesuatu yang hilang dalam pikiranmu. Akibatnya bisa fatal,” ujar Layla.

“Aku tidak tahu kalau para alien itu bisa melacak jejakku,” ucap Dennis.

“Ayahku masih berusaha menyelesaikan penelitiannya. Apakah setiap kali kamu memasuki pikiran orang-orang atau ke perangkat komputer juga meninggalkan jejak? Jika itu terjadi, maka kita dalam bahaya dan harus segera menemukan cara menangkalnya.”

Dennis terdiam. Ia mulai memahami saat ini sedang dalam masalah serius. Ia pikir bisa bebas begitu saja menggunakan kemampuan anehnya tanpa konsekuensi.

“Bagaimana ayahmu bisa tahu tentang semua ini?”

Layla tersenyum. “Sebaiknya kamu mandi. Setelah itu kita berangkat mengambil barang-barangmu ke penginapan dan apartemen. Aku akan ceritakan saat perjalanan nanti,” ujar Layla meninggalkan Dennis dalam rasa penasaran.

Terpopuler

Comments

16.M iqbal fikri ilmana

16.M iqbal fikri ilmana

mantabs

2022-10-15

0

Budhi

Budhi

lanjut

2022-10-15

0

ira

ira

akankah layla dan dennis saling jatuh cinta?

2022-10-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!