BAB 10

Udara Jakarta begitu panas. Bising suara knalpot kendaraan memekakkan telinga. Seandainya bisa memilih, Dennis lebih suka menggunakan layanan taxi agar terbebas dari itu semua. Namun ia tak ada pilihan lain. Dengan mengendarai sepeda motor, Dennis mengikuti arah peta dari google map.

Meski sudah lama berada di Jakarta, Dennis tetap saja kesulitan untuk mengingat nama-nama jalan. Belum lagi jika harus masuk ke gang-gang sempit.

Lokasi yang seharusnya hanya memerlukan jarak tempuh beberapa menit, menjadi berlipat-lipat karena kemacetan atau harus memutar haluan.

Berbeda dengan di kampung halamannya. Jalan begitu lebar dan lengang. Sedikit sekali orang-orang yang memiliki mobil. Selain harganya mahal, alasan lain karena kebanyakan orang menganggapnya tak penting.

Aktifitas orang-orang di kampung halamannya lebih banyak mengendarai sepeda motor. Setiap hari mereka hanya sibuk berangkat dari rumah menuju kebun karet atau kopi. Sekali waktu, baru pergi ke pasar jika kebutuhan dapur sudah habis.

“Lima puluh meter belok kiri. Tujuan Anda berada di sebelah kanan,” suara operator google map membuat Dennis menyadari bahwa alamat yang ditujunya sudah dekat. Jantung Dennis berdegup kencang kembali.

Sambil mengurangi laju motornya, Dennis mengawasi rumah-rumah di samping kanan dan kiri. Ia juga mengintip ke belakang melalui kaca spion.

“Tujuan Anda sudah sampai,” suara dari operator google map memberitahunya.

Dennis lantas menepikan sepeda motor di depan pintu pagar rumah bertingkat. Ia tak bisa melihat kondisi rumah itu dari luar karena tertutup pagar beton yang tinggi.

Baru saja Dennis turun dari sepeda motor, suara ponsel yang tadi dikirimkan melalui paket berdering.

“Bawa sepeda motormu masuk,” perintah orang itu dengan kalimat singkat.

Tak lama terdengar suara pintu pagar di buka. Ia melihat sosok seorang lelaki tua mempersilakannya masuk.

Meski lelaki itu terlihat ramah, Dennis tetap waspada. Matanya masih terus mengawasi setiap sudut halaman rumah yang cukup luas dengan berbagai macam tanaman tertata rapi.

Lelaki tua itu lantas menghampirinya ketika Dennis belum beranjak dari tempatnya berdiri. “Masuk saja, Mas. Tuan sudah menunggu di dalam,” ucapnya memberitahu agar Dennis segera masuk ke dalam rumah di depan sana.

Dennis merasa canggung. Ia menoleh ke belakang memperhatikan lelaki tua itu menutup pintu pagar.

Saat mengembalikan pandangannya ke depan sana, Dennis melihat seorang lelaki mengenakan kaca mata sudah berdiri di atas balkon sambil menenteng gelas.

Lelaki itu kemudian berbalik pergi. Dennis pun segera melangkahkan kakinya untuk mendekati pintu masuk. Semakin dekat, perasaan Dennis berkecamuk. Pintu rumah terbuka. Lelaki tadi ada di hadapannya.

“Masuk..!” perintah lelaki itu.

Di luar dugaan Dennis, lelaki itu ternyata tak mengajaknya berjabat tangan. Tanpa menyentuh langsung bagian tubuh lelaki itu, ia tak bisa bisa menggunakan kekuatan anehnya.

Dennis tak bisa mengambil semua informasi, alasan dan rencana yang ada di pikiran orang itu.

Dennis memberanikan diri mengulurkan tangan lebih dulu, namun lelaki itu tak menyambutnya.

“Duduklah. Kamu tak perlu mencuri sesuatu yang tersimpan di dalam pikiranku,” ucap lelaki itu.

“Degg...” Dennis mendadak seperti mendapat hantaman keras di dadanya. “Maksud, Bapak?” Dennis berpura-pura tidak paham.

“Jangan banyak basa-basi. Aku sudah tahu banyak tentangmu. Termasuk kemampuan aneh yang ada di dalam dirimu. Banyak pekerjaan yang harus kita lakukan. Jadi, kita percepat saja mulai sekarang.”

Dennis tak tahu apa yang harus dilakukannya. Ia merasa bingung mendapat perlakuan seperti itu.

“Sekarang ikuti aku,” ajak lelaki itu menuju sebuah ruangan di belakang sana.

Saat lelaki itu membuka pintu, Dennis bisa melihat banyak buku tersusun rapi memenuhi dinding ruangan. Beberapa kursi terlihat mengelilingi meja berukuran besar yang berada di tengah-tengah.

“Nanti saja kalau ingin membaca buku,” ujar lelaki itu saat melihat Dennis mendekati salah satu rak buku.

Lelaki itu lantas membungkukkan badannya meraih sesuatu di bawah meja. Dennis penasaran. Ia baru menyadari lantai di bawah meja itu bisa digeser.

“Kita bicara di bawah saja,” ucap lelaki itu mengajak Dennis untuk masuk ke ruangan bawah tanah.

Dennis sungguh tak percaya dengan yang dilihatnya. Ruangan itu lumayan luas. Saat ia mengitari ruangan itu, terlihat beberapa komputer sedang menyala. Di bagian lain, terdapat ruangan kecil seperti laboratorium.

“Jangan di situ. Kemarilah..!” panggil lelaki itu meminta Dennis untuk bersama-sama melihat tampilan layar komputer yang menempel di bagian dinding.

Saat Dennis melihat satu-persatu. Ia sangat terkejut setelah menyadari salah satu layar itu menampilkan kondisi ruangan apartemennya.

“Bu…bu…bukan…kah ini di apartemenku?”

Lelaki itu mengangguk. “Aku yakin kamu sudah cukup penasaran dan bingung. Jadi biar kupercepat saja,” ujar lelaki itu menunjukkan beberapa layar lainnya.

“Ini kamar penginapanmu. Itu rekaman terakhir saat berada di rumah dokter Ambar. Sementara yang ini di café dekat apartemenmu. Sisanya ada di rumah belakang kantor Dian Hartanto dan ruangan rahasia di bawah sana,” ucap lelaki itu menjelaskan.

Dennis syok setelah menyadari aktifitasnya telah di mata-matai oleh lelaki itu. “Sejak kapan?”

“Sejak kamu terkena sambaran sengatan petir.”

Dennis mencari kursi. Kakinya terasa lemas. “Untuk apa?”

“Kalau pertanyaan itu, aku harus pelan-pelan menjawabnya agar kau bisa mengerti. Bersantailah dulu,” pinta lelaki itu mengambil air mineral untuk Dennis.

“Tadi Anda bilang ada ruangan rahasia di belakang kantor Dian Hartanto,” ucap Dennis penasaran.

“Ya. Itu bagian akhir yang nanti akan aku ceritakan kepadamu. Sekarang buka laptop yang tadi kukirimkan.”

Dennis tak lagi bertanya. Ia ikuti perintah lelaki itu untuk segera membuka laptop yang masih tersimpan di dalam tas.

“Apa yang harus kulakukan sekarang?” tanya Dennis menunggu perintah selanjutnya.

“Jual semua bitcoin yang tadi malam dikirimkan kepadamu?”

Dennis tak langsung mengerjakan perintah itu. Kali ini ia perlu penjelasan lebih banyak.

“Kemarilah…” pinta lelaki itu. “Lihat saja sendiri dan aku tahu kamu tidak akan percaya begitu saja. Lihat saja dulu.”

Dennis melihat ke Layar komputer yang menangkap gambar CCTV di luar sana. Ia melihat beberapa makhluk aneh sedang sibuk di dalam ruangan. “Apa ini? Siapa mereka?” tanya Dennis.

“Kamu tahu soal ilmuwan Nikola Tesla? Dia seorang penemu, fisikawan, teknisi mekanik, dan teknisi listrik berkebangsaan Serbia”

“Ya. Aku tahu tentang dia,” jawab Dennis.

“Bagian mana yang kamu ketahui?”

“Numerologi 369 dalam indikator Fibonacci untuk trading,” terang Dennis dengan lancar.

“Baik. 369 membicarakan tentang rahasia alam semesta ini. Makhluk aneh yang kamu lihat tadi adalah bangsa Allien yang dulu berteman dengan Tesla. Saat ini mereka sedang mengerjakan proyek di bumi kita.”

“Lantas apa urusannya dengan bitcoin dan kenapa harus aku dilibatkan dalam urusan ini?

Baru saja lelaki itu akan menjawab, terdengar suara perempuan memanggil dari ruangan di atas sana.

“Ayahhhh..! Aku pulang. Boleh aku turun ke bawah?”

“Ya..! Cepat kemari. Aku ada kejutan untukmu,” jawab lelaki itu berteriak. “Nanti kita sambung lagi,” ucapnya kepada Dennis yang semakin penasaran.

Terpopuler

Comments

Puspita

Puspita

Lanjut kak

2022-10-20

0

Gusnihtmh

Gusnihtmh

Silahkan Nak he

2022-10-07

1

Budhi

Budhi

mungkinkah kekuatan denis dari alien2 itu..????

2022-10-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!