Akhirnya mobil sampai dipelataran rumah sakit. Kane langsung mengangkat Dee keluar, berlari masuk ke dalam.
"Tolong dia cepat!" teriak Kane frustasi. Dokter dan perawat yang sedang berjaga terkejut langsung berlari mendekat.
"Kemari, Pak," ujar seorang dokter pria mendekat ke arah Kane. Dokter itu mengarahkan Kane ke sebuah ruangan.
"Apa yang terjadi?" tanya Dokter itu.
"Dia terjatuh dan darah mengalir begitu saja," ucap Kane dengan suara goyah. Netranya sudah merebak.
Kane merasa ketakutan setengah mati ketika meletakkan Dee yang sudah tidak sadarkan diri ke pembaringan rumah sakit.
"Pak, sebaiknya Anda keluar terlebih dahulu. Kami akan melakukan tindakan terbaik untuk anak dan istri Anda."
Kane berat untuk meninggalkan Dee tapi dia tahu jika itu tidak bisa dia lakukan. Perawat wanita terlihat mulai menyibak rok yang Dee kenakan dan mengelap darah dengan kain basah. Kane di tarik keluar oleh seorang perawat dan ruangan ditutup.
Kane terpaku di tempat. Tidak percaya dengan apa yang telah terjadi. Nafasnya tersengal-sengal, dadanya nyeri dan matanya memerah. Dia mundur sampai ke ujung tembok. Menatap pintu ruangan dengan nanar. Menengadahkan kepala dan mengerjapkan mata dengan cepat. Sudah sangat lama dia tidak menangis bahkan dia lupa kapan dia menangis. Kini dia tidak akan membiarkan air mata itu melalui sudut matanya. Dia pria kuat dan tidak akan goyah dengan masalah ini.
Jika ingin punya anak dia bisa mencari wanita lain tapi ini berbeda. Dia lebih takut jika sesuatu terjadi pada Dee. Rasa ini seharusnya tidak boleh ada, namun ini terasa sangat menyiksa dan kini dia merasa frustasi juga putus asa melihat pintu itu tertutup rapat. Seharusnya dia bisa melihat apa yang telah terjadi dan tahu apakah Dee akan baik-baik saja.
Satu tetes lolos air mata lolos begitu saja dan Kane menyekanya. Meyakinkan diri jika memang peduli dengan Dee dan hanya Dee yang diinginkan olehnya untuk dijadikan ibu dari anaknya.
Kane melepaskan jasnya dan meletakkan di kursi tunggu lantas melonggarkan dasi dan hendak menggulung kemeja ketika melihat bercak darah di sana. Itu adalah bercak darah Dee. Dadanya berdegub kencang dan mengusap bercak darah itu.
"Tuan apa yang terjadi?" tanya Pak Jhon yang baru datang bersama dengan Emilio.
Bugh!
Kane memukul keras Emilio hingga jatuh tersungkur. Dia meluapkan kemarahannya pada pria itu.
"Aku suruh kau untuk menjaga dia, memastikan agar keadaannya baik-baik saja kenapa kau biarkan dia sampai bisa terluka seperti itu?" bentak Kane murka sambil terus melayangkan tinjunya ke tubuh Emilio.
Sedangkan Emilio hanya bisa diam menerima semua yang Kane lakukan. Dia merasa gagal dan bersalah karena tidak melaksanakan tugasnya dengan baik.
Beberapa orang yang melihat serta tiga orang petugas keamanan datang dan melerai perkelahian itu. Mereka menarik Kane dari tubuh Emilio.
"Tuan, ini rumah sakit bukan arena tinju," ujar salah seorang petugas rumah sakit.
Kane menatap tajam ke arah Emilio yang tertunduk tanpa mengucapkan apapun.
"Tuan, tenanglah. Nona Dee saat ini sedang berjuang di ruangan itu. Tuan harus mendoakannya bukan malah melampiaskan kemarahan," ucap Pak Jhon menenangkan.
Kane lalu melepaskan diri dari pegangan semua orang dan kembali berdiri di depan ruangan. Terdiam.
Beberapa saat kemudian pintu ruangan dibuka dan dua dokter keluar dari ruangan itu.
"Suami pasien mana?" tanya Dokter itu.
"Saya Dokter," kata Kane.
"Pendarahan saat ini masih belum kita atasi. Kita lihat keadaan ibu dan calon bayinya dalam dua puluh empat jam. Jika pendarahan ini berhenti maka bayi Anda akan selamat jika tidak maka maaf, kami sudah mengupayakan yang terbaik."
Kane memejamkan matanya. "Bagaimana kondisi ibunya?"
"Dia membutuhkan banyak darah," jawab Dokter itu. "Jika ada diantara kalian yang bergolongan darah AB resus negatif bisa mendonorkannya karena stok darah itu sangat langka dan sulit dicari "
"Golongan darah saya sama Dokter," kata Emilio maju ke depan.
Semua mata menatap ke arah Emilio.
"Kalau begitu ikuti perawat itu agar bisa mendapatkan darah Anda secepatnya dan setelah itu sembari kami mengobati luka Anda karena kami sedang membutuhkan darah itu secepatnya."
Emilio mengikuti perawat itu dan tatapan Kane terus mengikuti hingga tubuh menghilang dibalik tembok.
Tubuh Dee yang masih tidak sadarkan diri dipindah ke ruang perawatan. Kane mengikutinya di samping sambil terus menatap wanita itu.
Dee tidur dengan tidak tenang, keringat membanjiri seluruh tubuhnya. Dengan telaten Kane yang mengelapnya dan menjaganya.
Tangannya tiba-tiba dipegang oleh Dee erat.
"Kak Rizki jangan pergi, temani Dee disini. Dee sendiri … , Dee takut," gumam Dee terisak dalam keadaan tidak sadar.
"Jangan benci Dee, Dee mencintai Kak Rizki."
Hal itu membuat wajah Kane mengeras, dia serasa ingin membangunkan Dee dan mengatakan dia yang ada di sini bukan Rizki. Dia mengepalkan tangannya erat, menghela nafas untuk mengatur emosi yang hampir saja keluar.
Gelombang dahsyat kemarahan telah sampai ke ubun-ubun, rasa tidak terima karena di bawah kesadarannya Dee lebih memikirkan pria lain dibanding dirinya membuat Kane seperti terjatuh dalam jurang neraka yang panas dan membakarnya.
Setiap saat Kane mengingat dan memperhatikannya, sedangkan wanita yang dia perhatikan malah selalu mengingat nama pria lain di hatinya. Itu terasa tidak adil untuknya
Kane berjalan ke arah jendela ruangan itu menatap lurus ke luar menembus malam yang pekat.
Dia meninju keras tembok yang ada di depannya hingga tangannya terluka. Darah menetes dari sela-sela jari namun dia tidak merasa sakit. Hatinya lebih sakit dari luka ini.
Beberapa jam kemudian Dee mulai membuka matanya pelan dan melihat Kane yang duduk menatapnya sambil tersenyum tipis.
"Akhirnya si burung Pipit membuka mata juga," ujarnya mengusap kepala Dee.
"Apa yang terjadi?" Dee meringis kesakitan. "Akh!" katanya memegang perut bagian bawah yang ototnya terasa tertarik kuat dan mulas.
"Jangan banyak bergerak," kata Kane pelan.
Dee mulai mengingat apa yang terjadi lantas menangis. "Maaf," ucapnya memelas.
Kane mengusap pipi Dee yang basah dan menggelengkan kepala. "Yang penting kau dan bayi ini selamat," kata Kane menenangkan.
"Sungguh?" tanya Dee balik. Kane menganggukkan kepala. Tadi Dokter yang memeriksa keadaan Dee mengatakan jika kemungkinan besar bayi dalam kandungan Dee selamat karena pendarahan bisa berhenti di saat yang tepat.
Tinggal besok menunggu pemeriksaan USG untuk melihat kondisi bayi secara pasti.
Dee tersenyum lantas dia menguap lagi. Efek obat tidur itu masih ada dan membuat dia memejamkan matanya yang terasa berat.
Kane menghela nafas lega melihat Dee sudah sadar. Dia tetap berada di sisi wanita itu hingga matahari memancarkan cahayanya. Terjaga sepanjang malam memastikan kondisi Dee akan baik-baik saja.
"Tuan, pakaian Anda," kata Pak Jhon mendekat membawa paper bag.
Kane menoleh lantas bangkit. Dia mengamati Dee lagi dan mengambil paper bag itu lantas masuk ke dalam kamar mandi tanpa mengucapkan satu kata pun.
"Tuan, tangan Anda?" Pak Jhon berlari meraih dan melihat luka di tangan Kane.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 137 Episodes
Comments
Imas LV
akhirnya kane bisa juga menangis, dulu waktu memperlakukan Dee dgn kejam serta menginanya, kemana perasaan kamu. untung Dee tdk keguguran, kalau itu terjadi bisa gila kamu si kane2
2022-12-03
1
maredni Jiba
caramu salah Kane,kalau kamu lembut pasti si Dee lupa pacarnya,
2022-11-04
0
Puja Kesuma
kau beresi itu liliana kane...jgn biarkan dia bertindak sesuka.hatinya lg...buat apa pula kau minta tlg sama ayahnya liliana tuk dpt proyek...dmn harga ditimu kane...
2022-10-10
0