🌟🌟Kamu adalah satu-satunya lelaki yang aku miliki sekarang. Aku tak punya siapa-siapa lagi di dunia ini. Hanya kamu tempat ku bersandar. Aku hanya bisa pasrah pada Allah. Agar mencabut rasa trauma ku ini. Jadi, jangan pernah sekali pun kau berniat pergi dari ku. Aku bisa apa tanpa mu ... Reydan ? 🌟🌟
* Ifa Naura Karna *
...----------------...
Denting waktu terus berputar. Matahari pun terbit, dan terdengar suara burung berkicau. Menandakan pagi menjelang. Sinar mentari menyapa menghangatkan tubuh manusia yang telah lalu lalang memulai aktifitasnya.
Masih tertidur pulas dengan posisi duduk wajah sendu seorang pria sambil terus menggenggam jemari tangan seorang wanita pujaannya.
Tak pernah terlepas sedikit pun. Ia tak pernah beranjak sedetik pun dari sampingnya. Pria posesif yang masih teguh dengan pilihan hatinya.
Tak pernah terbayangkan dalam benak Ifa akan dicintai begitu tulus dan sedalam ini. Belum jadi istrinya saja ia sudah diperlakukan bak Ratu di kerajaan seperti di negeri dongeng.
Ya...pria itu adalah Reydan tentunya. Sang wanita adalah Ifa.
Para dokter laki-laki memilih tidur di unit mereka yang telah disiapkan Reydan tentunya. Sedangkan Dokter Elvi memilih tidur bersama para perawat. Karena masih dalam keadaan terguncang karena kondisi Ifa.
Reydan yang meminta pada Elvi dan dokter lainnya agar dia saja yang menemani Ifa. Para dokter akhirnya sepakat, karena tak tega melihat Reydan yang sudah frustasi. Memikirkan Ifa.
Ifa membuka matanya. Melihat ke sekelilingnya. Ia merasakan genggaman hangat ditangannya. Ia tersenyum, karena pria yang kemarin mengganggu pikirannya dan membuatnya merasa bersalah serta yang dinantikannya lah yang saat ini menggenggam tangannya.
Sambil terus menatap wajah tampan sang pria yang menghadap ke arahnya masih tidur pulas dengan posisi duduk mengeratkan genggamannya.
Butiran air mata menyeruak mengalir begitu saja.
Tapi ia menahannya agar tak terdengar oleh sang pria di sampingnya.
Cinta... oh... begitu indahnya. Namun, sakit di hatinya dan rasa bersalah terus menghantui pikirannya saat ini.
Apakah dia harus bertahan pada pria pujaannya dengan sejuta penolakan nantinya. Karena kehidupan kelamnya. Ataukah memilih pergi dari hidup sang pria agar tak menyakitinya karena rasa traumanya. Merasa terbebani karenanya. Itulah pemikiran Ifa.
Ia lelah, lelah karena traumanya yang mendera seakan tak mau pergi darinya. Bayangan kelam di masa lalu terus mengusiknya.
Ifa menarik nafas perlahan kemudian menghembuskan perlahan pula. Karena sedikit pegal dengan posisi monotonnya. Ia menggeliat perlahan.
Ternyata pergerakan kecil tubuhnya dirasakan Reydan. Reydan kaget. Lalu membuka matanya.
"Sayang...honey...kau sudah sadar ?" tanyanya dan masih menggenggam erat tangan Ifa.
Ifa yang juga kaget karena membuat sang pria terbangun. Tak bisa berkata-kata hanya bisa mengangguk saja. Ia lupa tak menghapus jejak air matanya.
Reydan yang sadar dengan teliti menatap inci per inci bagian tubuh Ifa dengan intens.
Ifa merasa malu seperti ditelanjangi karena ulah Reydan tersebut.
"Honey... katakan padaku di mana yg sakit ? Hem...?" masih dengan mood paniknya sembari membelai lembut wajah Ifa.
Belum sempat terjawab pertanyaannya. Rey terus mencecar dengan pertanyaan kembali.
"Hey...kenapa kamu menangis honey ? Apa aku salah bicara ? Sebelah mana yg sakit ? Aku akan panggilkan dokter. O.k." sambung Reydan tanpa jeda.
Reydan yang telah bangkit dari duduknya pun mengurungkan niatnya, karena Ifa menahan tangannya.
Reydan kemudian duduk kembali. Sambil tersenyum dan memandangi wajah ayu sang pujaan. Meski masih terlihat pucat.
Ia terus-menerus bicara tak memberikan kesempatan pada Ifa untuk menjawabnya. Seolah melupakan apa yg telah terjadi kemarin.
Perhatian Reydan dan tingkah konyolnya inilah yg semakin membuat Ifa semakin jatuh cinta.
Ia menggelengkan kepala sambil terus tersenyum dengan air mata yg terus mengalir.
Ifa menyingkirkan selang oksigen yg menempel di hidungnya perlahan.
"Bagaimana aku bisa menjawab semua pertanyaan mu, Ay? Jika kau terus bicara tanpa memberiku kesempatan menjawab. Hem?" sahut Ifa sambil tersenyum kemudian menghapus air matanya.
Reydan menggaruk kepalanya yang tak gatal. Akibat panik. Begitulah yang ia rasakan.
"Hi.. maaf honey. Aku khawatir." meringis memperlihatkan gigi putihnya.
"Aku mandi dulu. Akan aku panggilkan Elvi dan suster untuk membersihkan tubuhmu." pamit Rey lalu beranjak dari duduknya.
Meninggalkan Ifa seorang diri. Ifa mengangguk tapi tak sempat dilihat oleh Rey, karena pria itu sudah berlalu.
Nampak suster dan dokter Elvi tengah sarapan. Rey pun menghampiri mereka.
"Pagi Rey...selamat pagi tuan ?" sambut mereka berbarengan. Kompak.
"Pagi" jawab Rey singkat.
"Mari tuan, kita sarapan bersama ? " tawar sus Ani.
"Nanti saja sus. Tolong temani Ifa sebentar saya mau mandi. Dan minta tolong bersihkan tubuhnya juga. Aku tinggal sebentar." titah Rey pada kedua suster.
"Baik tuan Rey. Apakah nona sudah sadar ?" sambung suster Rena dengan antusias.
"Alhamdulillah sudah." sahut Reydan.
"Biar aku saja sus. Kalian lanjutkan sarapan kalian." timpal dokter Elvi yang sudah berdiri.
"Dokter...biar kami saja. Kami sudah terbiasa melakukannya. Sarapannya bisa kita lanjut nanti." mohon suster Ani. Mencegah dokter cantik itu karena segan.
"Tidak apa-apa. Aku sudah kangen dengan adik kecilku. Lanjutkan makan kalian. O.k ?" terang dokter cantik sahabat Rey. Matanya berbinar dan hatinya tak sabar ingin bercengkrama dengan adik kecilnya lagi.
Reydan dan Elvi meninggalkan kedua suster itu. Reydan menuju ruang kerjanya yang terdapat kamar pribadi di sana untuk membersihkan tubuhnya. Sedangkan Elvi menuju kamar Ifa.
"Hey sayang..gadis kecilku. Aku merindukanmu." panggil Elvi setelah sampai di kamar Ifa. Gadis kecil itu langsung bangun. Dia juga rindu dengan kakaknya yang cantik itu.
Elvi menahan air matanya yang sudah menggenang agar tak tumpah. Ia tak ingin menambah kesedihan Ifa dan membuat adik kecilnya semakin bersalah.
"Kak Elvi..." sahutnya seraya merentangkan kedua tangannya yang masih terpasang jarum infus di sebelah tangannya. Seperti sudah lama tak berjumpa.
"Sayang ...aku merindukanmu" sahut Elvi kemudian dengan memeluk gadis kecil di hadapannya.
"Ifa juga merindukan kakak. Maafkan Ifa yang bodoh ini." ucap Ifa membalas pelukan hangat Elvi. Lalu meminta maaf pada Elvi dengan berlinang air mata.
"Ssssttt..jangan menangis." jawab El mengusap lembut punggung Ifa. Supaya tenang.
"Jangan ulangi lagi. O.k. !" lanjut El menasehati adik kecilnya sambil melepas pelukannya dan menyentil hidung Ifa. Ifa mengangguk.
"Aku..aku hanya takut Kak Rey meninggalkan aku Kak El ? Aku..aku tak tahu kenapa aku begitu bodoh." sambungnya menunduk sedih karena perasaan bersalahnya.
"Kamu masih mencintainya gadis kecil ku? Cobalah buka lagi pintu hatimu untuknya. Berdamai lah dengan hatimu sayang. Itu juga bisa menjadi obat untuk trauma mu." jelas Elvi memberi pengertian.
"Bagaiman dengan keluarga besarnya. Rasanya aku tak pantas bersanding dengan pria sebaik Reydan, kak. Aku tak sanggup jika suatu saat nanti mereka mempermasalahkan masa laluku." sendu Ifa.
Rey yang telah berdiri di depan pintu kamar Ifa usai membersihkan diri, tak sengaja mendengar curahan hati Ifa pada El. Pintu kamar Ifa sedikit terbuka. Karena tadi Elvi lupa menguncinya sangat bersemangat melihat kondisi adiknya.
Ia mengurungkan niatnya untuk masuk menemui Ifa. Ia juga ingin mendengar lebih banyak alasan Ifa belum menerima lamarannya.
"Sayang..semua orang punya masa lalu. Jangan jadikan masa lalu mu sebagai beban. Itu akan menyiksamu." terang Elvi.
"Aku tak tahu harus bagaimana. Tubuhku menerima semua perlakuan manis Reydan. Tapi hatiku semakin sakit jika mengingat kisah kelam ku. Rasa traumaku. Semua itu menyiksaku kak El?" jawab Ifa panjang lebar. Ia kekeh dengan pemikirannya.
"Mulai sekarang. Lebih dekatkan dirimu pada Sang Pencipta. Hanya dengan-Nya kamu harus berserah diri. Hatimu akan tenang." ucap El menasehati.
"Makasih kak El. Kamu selalu membuatku tenang." timpal Ifa bersyukur.
Kedekatan mereka terjalin karena pertemuan mereka tiap hari. Ikatan Meraka semakin kuat terjalin setelah terapi intens yang dilakukan oleh Elvi untuk Ifa.
Selang beberapa menit Elvi telah usai membersihkan tubuh dan mengganti pakaian Ifa. Meskipun awalnya Ifa menolak.
Akhirnya, mau tak mau Ifa pun tak bisa menolak permintaan Elvi. Kondisinya yang tak memungkinkan untuknya melakukan semua sendiri.
...-------o-o-----...
Di perbatasan kota tempat tinggal Ifa sekarang. Berdiri seorang pria di samping mobil dengan gagah.
Perpaduan celana jeans berwarna biru gelap, kaos panjang hitam, sepatu cat's serta topi warna senada dengan celananya membuatnya terlihat semakin tampan.
Tak ketinggalan kaca mata yang bertengger membuat kesan cool dan berwibawa. Wanita mana yang tak meleleh melihatnya.
Pria misterius itu, terus memandangi foto seorang wanita yang beberapa tahun ini ia cari setelah melarikan diri darinya.
Iya, foto Ifa Naura-lah yang ia pandangi.
Drt, drt, drt
Ponselnya bergetar. Ia lalu mengangkatnya.
"Bagaimana apa sudah menemukannya ? " suara tegas nan menggelegar terdengar menakutkan.
(....)
"Dasar bodoh !!! Mencari 1 orang gadis saja kalian tak becus. Apa yang kalian kerjakan ha !!!"
(....)
"Aku tak butuh alasan. Kerjakan !!! Jika dalam 1 Minggu kalian tak mendapatkannya maka akan ku cincang kalian satu per satu !!!" Ia lalu memutus sambungan telponnya secara sepihak.
"Dasar !!! Tak bisa diandalkan !!! Percuma aku bayar mahal !!! Apa yg mereka kerjakan selama ini. Huh !!!" gerutunya sambil membuang nafas kasarnya.
Ia masuk ke dalam mobil mewahnya. Kemudian mengemudikannya dengan kecepatan penuh.
"Aku akan segera menemukanmu Ifa Naura Karna. Kamu harus menjelaskan semua. Kenapa kau memilih pergi dan bersembunyi dariku gadis kecil." batinnya.
Pria misterius itu pun mengeratkan genggaman tangan pada kemudinya.
"**** !!!" umpatnya memukul setir mobilnya.
"Kenapa aku selalu memikirkannya. Sial !!!" gerutunya kembali.
Siapa pria misterius ini. Apa kaitannya dengan Ifa Naura Karna. Apakah pria ini yang telah membantu Ifa waktu itu ??? Entahlah Reader ? Hanya Tuhan dan Author yang tahu. Hehe.
...-------o--o-------...
Setelah melakukan perjalanan yang cukup melelahkan mobil pria misterius tersebut telah memasuki pekarangan rumah mewahnya.
Dia segera turun dari mobilnya. Tak lupa ia menguncinya. Dia lalu melangkah masuk ke dalam rumah mewah bernuansa Mediterania itu.
Rumah berkelas yang memiliki fasilitas layaknya hotel berbintang.
Terdapat beberapa lukisan bertengger di dinding ruang tamu. Guci raksasa. Bunga mawar putih yang ditaruh dalam vas bunga di beberapa sudut ruangan. Harum semerbak. Menambah indah dan cantik serta elegan seisi ruangan.
Di halaman belakang terdapat gazebo dan kolam renang. Tentu dengan taman bunga di depan dan belakang rumah mewah tersebut. Semakin menyejukkan mata.
Pria itu memasuki sebuah ruangan khusus. Ruangan di mana banyak tersusun rapi buku-buku yang berjejer memenuhi ruangan. Sebuah perpustakaan kecil dalam ruangan tersembunyi.
Ia masuk dan terlihat seorang wanita paruh baya dengan kaca mata menempel di hidung, rambut di cepol ke atas memperlihatkan leher jenjangnya yang masih mulus meski usia tak lagi muda.
" Mom..?" panggilnya pada sang Mommy.
Wanita itu menoleh ke sumber suara.
Dia langsung duduk di samping sang bunda.
"Hey..tampan..di mana menantuku ?? Apakah kamu sudah menemukannya nak ??" pertanyaan beruntun itu lolos dari mulut sang Mommy. Tanpa jeda.
"Ck !!! Mom ? Ayolah ? Mommy baru mengenalnya beberapa hari saja. Bagaimana bisa mommy menyebutnya sebagai mantu ?" gerutunya sambil berdecak kesal.
"Ingat !!! Kamu hanya punya dua pilihan. Pertama : temukan gadis itu dan bawa pada mommy. Atau...??" ancam Sang Mommy memberi peringatan lalu menjeda nya.
"Ya...ya...ya...atau mommy akan menarik semua fasilitas yang aku pakai sekarang." sambungnya melanjutkan kata-kata mommy nya.
"100 !!! Anak pintar. Mommy senang jika kamu selalu mengingat kata-kata mommy." jawab sang mami senang sambil mengacak rambut sang anak tampannya.
"Mom !!!" teriaknya kesal. Rambutnya dibuat berantakan oleh sang mami.
"Why, boy ??? You're so cute, boy ???" puji sang mami.
"Please, I'm not a kid's again, Mom ! But I'm a man. Now !!!" jelas sang putra pada maminya agar tak menganggapnya anak kecil lagi.
"Oh...Really boy ??? Mommy masih tak percaya bahwa kamu sudah dewasa sayang. Maafkan mami. O.k ?" jawab sang mami masih tak percaya anaknya sudah tumbuh dewasa, sambil meminta maaf.
"O.k !!! Love you Mom." ucap sang putra.
"Love you, too. Honey" jawab sang bunda penuh sayang.
Interaksi keduanya memang selalu hangat. Meskipun selalu ada perdebatan kecil. Namun, itu adalah salah satu bentuk kasih sayang keduanya.
Oh, so sweet.🤗
# Salam kenal dan terima kasih untuk semua pembaca yang membaca karya pertamaku ini #
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments