Kedua pelayan dibuat terkejut disuguhi pemandangan mengerikan di tubuh polos gadis di hadapannya. Terpampang nyata bekas luka cambukan berjejer di kulit putihnya. Darah yang telah mengering serta banyak luka lebam di punggung, bahu dan tangan cantik Ifana.
Mbak Lastri menuntun Ifana agar masuk ke dalam bathtub yang sudah terisi air hangat serta minyak esensial.
Ia berharap tubuh sang nona bisa sedikit rileks dan hilang rasa penatnya.
"Semoga anda suka dengan aromanya nona ?" Kata mbak Lastri namun Ifa masih bergeming.
Rintihan tertahan dan kesakitan Ifa berubah menjadi tangisan. Hingga tubuhnya bergetar.
Rasa perih dan sakit di sekujur tubuhnya ia luapkan dan tumpahkan seiring dengan guyuran air dari tangan mbak Lastri.
"Isssss...." merintih Ifa menahan perih. Masih dengan berurai air mata.
"Nona ? Apa ini sakit ? Maafkan kami jika telah menyakiti anda, nona ?" kata mbak Lastri.
Ifana menggelengkan kepalanya tak mau menjawab pertanyaan dari kedua pelayan tersebut.
Lastri ikut meringis tatkala rintihan terdengar dari mulut Ifana. Menahan sakit, nyeri dan perih.
"Pasti ini perih sekali ya nona? Astaga !!! Siapa yang telah tega membuat tubuh anda seperti ini, nona?" ucap Yati iba sekaligus miris sudah berlinang air mata.
Mbak Lastri menyenggol lengan Yati dan melotot padanya. Agar tak ikut mengomentari. Lastri tahu tabiat Yati akan terus nyerocos tanpa mau berhenti. Layaknya mobil yang remnya blong.
Kedua pelayan itu telah usai melakukan tugasnya.
Setelah tubuh Ifa bersih dan dipakaikan kemeja milik Randy yang kebesaran menurut Ifa.
Kedua pelayan tersebut meninggalkan kamar yang ditempati Ifa.
"Nona ? Kami permisi. Jika anda menginginkan sesuatu bisa panggil kami ? Permisi ?" pamit mbak Lastri.
"Baik mbak, terima kasih. Tolong panggilkan tuan Boy." Ucap Ifa kemudian duduk di tepi ranjang.
Kedua pelayan tersebut saling tatap, bingung. Ketika Ifa menyebut tuannya dengan sebutan, apa ?
"Boy..???" cicit Lastri. Namun, ia tersadar dan langsung menjawab.
"Oh, baik nona. Apa ada lagi nona ?" tanya mbak Lastri.
"Tidak itu saja" sahut Ifa.
"Baik, kami undur diri nona. Selamat beristirahat."
kata mbak Lastri disambut anggukan kepala Ifa.
Mbak Lastri menutup pintu kamar tersebut. Diikuti Yati.
Ia langsung mencari sang tuan. Berniat melaporkan apa yang baru saja ia lihat.
"Mbak Yati, tolong kamu bantu yang lain menyiapkan hidangan. Saya akan segera menyusul. Saya mau menemui tuan muda sebentar," pinta mbak Lastri pada rekannya.
"Jangan beri tahu yang lain dulu tentang apa yang baru saja kita lihat. Ingat ! Tuan bisa mengamuk jika kita bergosip di belakangnya. Mengerti !" sambung mbak Lastri mengingatkan Yati.
"Iya mbak." sahut Yati singkat.
"Ya sudah, sana." titah Lastri. Disambut anggukan Yati sambil melangkah meninggalkan Lastri.
Villa pribadi milik Randy memang cukup besar, berlantai dua.
Terdapat kolam renang di lantai atas. Kamar milik Randy.
Namun, Randy lebih sering tidur di bawah, kamar yang sekarang ditempati Ifa sebab merasa nyaman.
Jika badan sudah letih tak akan bertambah letih jika sepulang bekerja tak harus naik tangga ke lantai dua. Malas saja menurut Randy. Sebab villanya belum dilengkapi fasilitas lift. Itulah alasannya kenapa ia meninggalkan banyak kemeja kerjanya di lemari kamar bawahnya.
Mbak Lastri sudah tiba di depan kamar Randy. Ia mengetuk pintunya.
Tok ! Tok ! Tok !
"Tuan muda ! Tuan !" panggil sang Bibi sedikit cemas.
Setelah cukup lama menunggu si empunya kamar, pintu pun terbuka.
Ceklek !!!
"Iya mbak ? Ada apa ? Maaf baru selesai mandi." jawab Randy.
Randy menautkan alisnya sedikit berpikir ada apa gerangan sang bibi memanggilnya dengan raut wajah cemas begitu.
" Anu...itu...nona muda.. aduh piye iki. Dipanggil nona tuan. Dan maaf tadi. Saya..." ucap mbak
Lastri tersendat-sendat. Bingung cara mengutarakan apa yang telah dilihatnya pada tuan mudanya ini.
"Mbak ? Bicaralah yang jelas." tegas Randy.
"Tuan, maaf jika saya lancang mengadu pada anda. Tapi sepertinya ini harus anda ketahui. Pas tadi saya membersihkan tubuh nona. Saya menemukan banyak bekas luka ditubuh nona Ifana, tuan. Semacam bekas cambukan atau apalah saya kurang paham. Yang jelas luka itu sangat banyak di punggung nona. Serta banyak luka lebam seperti bekas pukulan benda tumpul gitu tuan." terang mbak Lastri panjang lebar.
Randy tertegun tak percaya. Bahkan ia sampai melongo mendengarkan ucapan si mbaknya.
"Apa !!! Mbak Lastri nggak salah lihat kan ?" sungut Randy.
"Benar tuan ? Mana berani saya berbohong tuan ? Kasihan nona Ifana tuan. Seperti korban KDRT saja. Tadi nona menangis kesakitan ketika saya mandikan tuan. Saya sama Yati sampai ngeri dan iba dibuatnya. Kalau tidak percaya ini, saya punya buktinya. Saya sengaja memfoto supaya anda percaya tuan?" jelas si mbak Lastri seraya memperlihatkan foto yang sengaja ia ambil tanpa sepengetahuan Yati rekannya dan juga Ifana tentunya.
"Apa benar yang diucapkan mbak Lastri ? Apa mungkin Ifana korban KDRT ?" pikirnya.
Randy meraih gawai milik mbak Lastri melihat dengan teliti.
Dia tercengang luar biasa tatkala melihat gambar yg menunjukkan punggung Ifana penuh luka sabetan gesper serta banyak luka lebam di sana. Ia pun meringis seperti ikut merasakan perih tak tertahan.
"Mbak, kirim foto ini ke nomor saya. Itu bisa jadikan tanda bukti suatu saat nanti jikalau dibutuhkan. Akan aku simpan bukti ini di ponsel ku. Jangan beritahu siapa pun dan rahasiakan ini semua. Paham ?" titah Randy pada si mbaknya.
"Paham tuan?" menganggukkan kepalanya.
"Apakah makanan sudah siap?" tanya Randy lagi.
"Sepertinya sudah tuan. Mari segera turun, kasihan nona pasti sudah lama menunggu anda, tuan ?" jawab si bibi.
......................
Randy sudah sampai di kamar bawah, tempat Ifa beristirahat sekarang.
Mungkin karena kelelahan dan terlalu lama menunggu Randy. Ifana tertidur meringkuk ke samping memeluk guling.
Netra Randy menatap tubuh molek Ifana yang berbalut kemeja miliknya. Paha mulusnya terpampang. Randy menelan ludahnya. Lelaki mana yang hasratnya tak menggelora kala disuguhkan pemandangan yang menggoda selera.
Andaikan ia seekor kucing, pasti dia sudah melahap santapan di hadapannya. Apalagi jika santapan itu seekor ikan. Habislah Ifana dilahapnya.
Otak Randy masih bekerja. Imannya tak kan goyah. Meskipun Imron nya sudah meronta-ronta. Karena dia bukan tergolong lelaki hidung belang yang asal celup sana-sini.
Kewarasannya dan keperjakaannya masih terjaga sampai sekarang. Ia tak memungkiri banyak godaan setan di mana pun ia berada. Beruntung dia bisa menahan diri untuk tak berbuat senonoh kala disuguhi paha mulus di luaran sana.
Randy berjalan mendekati tubuh mungil yang tergolek pulas di ranjang king size tempatnya biasa terlelap.
Dengan gerakan perlahan. Ia membuka kancing baju Ifana satu per satu. Sangat perlahan agar Ifana tak terganggu tidurnya.
Setelah terlepas semua ia menyingkap sebelah lengan baju Ifana sampai semua terbuka.
Betapa terkejutnya Randy.
Matanya sudah memerah menahan amarah yang bergemuruh di dada. Randy mengusap wajahnya dengan kasar. Melihat dengan kilatan api yang akan menyambar kayu bakar.
Dia heran kenapa masih banyak orang yang melakukan kejahatan pada wanita. Sepertinya kasus penganiyaan dan pelecehan terhadap perempuan kian berkibar.
Randy tak habis pikir kenapa banyak pria tega melakukan hal serendah ini. Entah siapa yang salah dan siapa yang benar. Hal ini tidak dibenarkan.
Pantang baginya serta keluarga besarnya memukul perempuan. Karena sejatinya wanita itu harus dilindungi bukan dipukuli.
Tubuh mulus itu terlihat banyak sekali luka. Randy yang sedari tadi membawa obat oles dengan telaten langsung mengobati luka Ifana. Meski tak tega, sesekali Randy meringis layaknya ikut merasakan perih tersebut.
Ifana berjengkit kaget dalam alam bawah sadarnya. Badannya terlihat menggeliat kala rasa perih menyapanya dalam lelap.
Perlahan, ia mengerjapkan matanya. Lalu membuka matanya. Melenguh, merasakan perih bercampur nyeri dipunggung.
Ada sensasi tiupan kecil angin di balik
punggungnya. Beserta hawa dingin yang merasuk menembus tulang. Menyapa tubuh ringkihnya.
Dia membalikkan badannya. Shock !
" Aaaaa !!! " teriaknya menatap seseorang di depannya yang sudah membuat kaget.
Ia terpaku, dengan secepat kilat ia meraih selimut di kakinya yang masih terlipat rapi.
"Mas boy ! A..apa yg kamu lakukan di kamar ini?" cicit Ifana merasa takut.
"Sst... jangan berteriak. Tenanglah. Aku tidak berbuat jahat. Aku hanya mengobati luka mu." jawab Randy gentar takut dikira mesum oleh Ifana.
"A..apa ? Be...benarkah?" Ifana yang ketakutan menundukkan kepalanya. Kemudian sembunyi di balik selimut lalu mengecek sendiri inci per inci tubuhnya.
Randy tersenyum geli melihat apa yang dilakukan Ifana.
"Nona ? Tak terjadi sesuatu pada kita. Kamu masih utuh tak kurang suatu apa pun. Hanya saja mataku ini sudah ternoda tidak suci lagi. Maaf. Aku sudah melihat punggung serta bagian tubuhmu yang lain. Bahkan aku juga sudah membelainya. Berarti tangan ku ini juga ternoda. Tapi tenanglah, saya akan bertanggung jawab." canda Randy mengulas senyum menggoda Ifana.
Ifana pun tersenyum kecut. Masih menundukkan kepala.
"Memang aku sudah sudah tak suci lagi" lirihnya sampai suaranya tak terdengar oleh Randy.
"Apa nona mengatakan sesuatu ?" tanya Randy pada Ifana lagi.
"Ti..tidak !!" sahutnya cepat. Ia tak akan mungkin mengatakan pada Boy alias Randy tentang siapa dirinya sebenarnya.
Selain belum siap, dia juga tak mau merasa dikasihani.
Ifana menggigit bibir bawahnya. Sesak dadanya menghantamnya bertubi-tubi tanpa jeda.
Pikirannya kalut melayang menguar dengan sempurna. Bagaimana jika pria di depannya ini tahu bahwa Ifana seorang ******.
Ia pasti akan mencelanya. Batin Ifa berkecamuk. Ia tak peduli lagi dengan kehormatan dan harga diri. Karena semuanya yang dimilikinya itu telah tergadai.
Randy mendekati Ifana yang terus menjauh darinya. Randy hanya cemas jika Ifa terus menghindarinya akan terjerembab ke lantai.
"It's O.k sorry baby. Aku minta maaf. aku benar-benar minta maaf sudah lancang. Mbak Lastri yang memberitahu ku. Bahwa tubuhmu penuh luka. Jawab pertanyaan ku ! Siapa yang melakukan ini ?" tanya Randy pelan.
"Mas...Mas...ah itu... ini hanya luka kecil." jawab Ifa berusaha menutupi hal ini.
"Ifana, kita memang baru kenal. Tapi setelah kamu minta pertolonganku tadi. Itu berarti kamu menjadi tanggung jawab ku sekarang. Mengertilah. Luka kecil kamu bilang ! Punggung mu terluka. Banyak bekas cambukan dan luka lebam bekas pukulan. Apa kau sengaja menutupi ini supaya mereka yang telah berbuat bisa bebas berkeliaran ? Ini tak bisa dianggap remeh dan sepele. Bukalah matamu, Baby? Sekarang kamu bisa menutupinya dariku. Tapi aku tak akan tinggal diam. Akan aku cari tahu sendiri siapa yang melakukan ini padamu ! Tidak atau tanpa ijin darimu !!!!" Randy bangkit dari ranjangnya dan tengah berdiri.
Namun kegiatannya terhenti kala tubuhnya dipeluk Ifana dari belakang. Dengan terisak.
Grep !!!
"Mas boy, tolong, tolong aku. Aku lelah. Aku sudah tak sanggup. Aku, hiks, hiks, hiks.Arrgggggg !!! Aku benci diriku !!!" Ifana berteriak histeris setelah meluapkan kekesalannya. Ia masih belum menjelaskan secara rinci hanya meminta tolong pada Boy.
Boy masih diam membisu tak bergeming. Ia berdiri bak patung berusaha menahan diri untuk tak bergerak.
"Mas tolong Ifana ? Jangan tinggalkan aku? Aku kesepian. Aku sendirian. Aku ? Tolong ?" Ifana makin terisak lemah dan sudah luruh di lantai. Nadanya tercekat.
Randy pun tak tega. Akhirnya ia mengangkat tubuh wanita itu dan kemudian duduk di tepi ranjang, meletakkan Ifa di pangkuannya. Merengkuh pinggangnya. Mengarahkan tubuh mungil itu menghadapnya. Menangkup wajah gadis itu dengan kedua telapak tangan kekarnya.
Ifa menatap intens mata tajam pria di depannya. Mencari celah apakah pria ini sungguh-sungguh atau hanya berpura-pura. Karena dia sudah banyak mengenal pria bermuka dua selama ini. Berkata manis di depan pada akhirnya hanya ingin mengecap tubuh moleknya saja.
Namun, ia tak menemukan kebohongan di raut wajah pria ini.
"Aku akan membantumu. Asal kamu mau jujur." terangnya.
Dengan tatapan sendu dia mengangkat wajahnya.
Wajahnya sembab tak beraturan. Tiba-tiba Ifana mendaratkan kecupan di pipi Randy dengan spontan.
Tentu Randy sangat terkejut menerima perlakuan Ifana. Muka sangarnya bersemu merah bak kepiting rebus.
"Mas Boy, apakah kamu serius ingin membantuku ?" sela Ifana di saat Randy masih dalam mood keterkejutannya.
Randy yang langsung tersadar dari lamunannya pun spontan menjawab.
"Hemmm," sahut Randy dengan deheman sebab masih shock.
Ifana terlalu senang serta sangat bahagia karena telah dikirimkan malaikat penolong. Tanpa sadar, ia kembali memberikan kecupan bertubi-tubi pada seluruh wajah Randy. Hingga berakhir mendarat di bibir pria tegas tersebut.
Semakin berdebar jantung Randy dan juga bertambah shock. Dia tak membalas kecupan Ifana karena saking terkejutnya.
"Oh, ya Tuhan, terima kasih. I love you, My Boy." ucap syukur Ifana. Sambil terus mengecup pipi Randy. Dan terus mengulas senyum manisnya.
"Sebahagia inikah kamu. Hanya karena aku menyetujui permintaan kecil mu itu, Baby ?" tanya Randy penasaran. Karena Ifana berubah manis dan raut mukanya tampak bahagia.
"Of, course. Thank you so much, Baby. Aku bahagia." jawab Ifana menggebu-gebu. Bersorak bahagia.
Randy menarik tengkuk Ifana lalu melayangkan kecupan di bibir Ifana dengan begitu mesra.
"I love you too, Baby." ucap Randy. Membuat Ifana menghentikan tawanya. Pernyataan Randy membuat Ifana sadar. Apakah keputusannya ini benar ? Melibatkan Randy dalam masalahnya sekarang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments