Dengan setengah berlari. Rey masuk lift dan meninggalkan David yg sedang memarkirkan mobilnya.
"Dasar bos !!! Semaunya sendiri. Setelah bertemu nona. Dia melupakanku, asisten pribadinya. Huh !!! Sabar David... sabar???" Gerutu David sambil mengejar bosnya yg sudah tak terlihat.
"Tok !!! Tok !!! Tok !!!"
Terdengar suara pintu yg diketuk.
"Masuk !" Jawab suster Ani dari dalam, seraya berlari dan membuka pintu tersebut.
"Sus, di mana Ifa???" tanya Rey antusias dan menerobos masuk ke dalam berbarengan dengan dokter Elvi.
Ya, Rey tadi tidak sengaja berpapasan dengan dokter Elvi di depan lift.
"Eh !!! Tuan Rey. Ternyata anda juga sudah sampai? Mari dok ? Tuan Rey ? Nona ada di dalam." Jawab suster Ani. Seraya mengelus dadanya karena kaget dengan ulah Rey yg tiba-tiba menerobos masuk.
"Iya sus. Pekerjaan saya sudah selsai jadi kami memutuskan untuk segera pulang. Saya tidak sabar ingin melihat kondisi Ifa." Sahut Rey bersemangat. Sambil mengulas senyum manisnya.
"Oh, iya dokter? Tuan ? Tadi kami sempat kewalahan menenangkan nona, tuan ? Dokter ?" keluh suster Ani. Sambil berjalan menuju kamar rawat Ifa seraya menoleh ke arah dokter Elvi.
"Kenapa sus ?" sahut Rey dan dokter Elvi kompak.
"Apa dia histeris lagi seperti tadi pagi sus?" sahut Rey was-was.
Dokter Elvi pun, sama khawatirnya dengan Rey. Dia mengerutkan keningnya.
"Sus ? Apakah obat yg resepkan sudah anda berikan pada nona?" lanjut dokter khawatir
"Tidak tuan. Sudah dok." jawab suster Ani.
"Lalu ? Kenapa kalian sampai kewalahan ?" tanya Rey bingung.
"Begini tuan. Tadi nona bersikeras turun dari ranjang. Bahkan nona memaksa melepas jarum infus ditangannya tuan. Nona juga merengek minta pulang tuan. Nona menangis dan menolak untuk dirawat di sini tuan. Kata nona, dia khawatir tidak bisa membayar perawatannya tuan." jelas suster Ani panjang lebar.
"Hem. Gadis manis ku. Apalagi yg dia katakan sus?" sahut Rey kemudian.
"(Kau tidak berubah sayang. Rupanya kau masih seperti yg dulu. Sikapmu yg seperti inilah yg semakin membuat aku takut kehilanganmu.)" Batin Rey sambil menggelengkan kepalanya heran.
"Nona juga menjelaskan jika nona takut dipecat, karena sudah berhari-hari absen tidak bekerja tuan." terang suster Ani.
Mereka pun kemudian telah sampai di kamar Ifa. Ketika sampai di ambang pintu kamar yg terbuka itu ?
"Deg !!!" kaget. Jantung Ifa berdetak kencang.
(Reydan??? Dia ???) batin Ifa.
Ifa yg masih terjaga kaget bukan kepalang. Melihat laki-laki yg datang bersama suster Ani dan dokter Elvi.
Terdiam seribu bahasa. Ifa memegangi dadanya yg sesak. Napasnya seperti terhenti begitu saja.
Ifa sampai tidak bisa berkata-kata. Lidahnya kelu.
Tanpa sadar air matanya menetes. Tak tahu apa yg harus dia lakukan.
Wajahnya merah padam. Pikirannya tak karuan. Haruskah dia marah ? Batinnya meronta. Ingin sekali rasanya dia berlari dan meninggalkan ruangan itu sekarang juga.
Tapi??? Apalah daya ? Kondisinya sekarang yg memaksa Ifa untuk bertahan. Fisik dan mentalnya masih belum stabil. Dia juga takut jika dia memaksakan diri justru akan berakibat buruk padanya.
Dia juga tidak ingin menambah beban pada orang lain. Hanya saja, dia belum sanggup untuk bertemu dengan laki-laki di hadapannya sekarang. Laki-laki di masa lalunya.
Ya. Reydan Syailendra laki-laki ini yg dulu hadir di hidupnya. Orang yg sangat dicintainya. Tapi sekarang Ifa sangat membencinya. Bahkan takut untuk bertemu dengannya.
Dengan penuh keberanian. Ifa yg diliputi ketakutan dan amarah. Memberanikan diri menatap Reydan.
"Suster !!! Kenapa laki-laki itu ada di sini !!! " teriak Ifa dengan lantang. Seraya mengarahkan telunjuknya ke arah Rey dan memperlihatkan wajah bengisnya.
"Glek !!!"
Reydan menelan ludahnya sambil meraup wajahnya dengan kasar.
Seketika semua yg berada di tempat itu menoleh ke arah Reydan. Menatap Reydan dengan heran.
"Nona?" panggil suster Rena memecah keheningan.
Suster Rena berjalan menghampiri Ifa seraya mengusap bahu Ifa secara perlahan.
"Berbaringlah nona. Biarkan dokter memeriksa anda sebentar." sambung suster Ani kemudian. Untuk mengalihkan pembicaraan.
"Permisi nona. Boleh saya periksa?" sahut dokter Elvi melanjutkan.
"Eh. Iya dok." jawab Ifa lirih.
"Apa yg anda rasakan nona? Apakah masih terasa pusing? Atau ada hal lain yg anda keluhkan? Jangan sungkan untuk memberitahukan pada kami nona." tanya dokter Elvi sambil mengulas senyum.
"Mm, tidak dok. Hanya saja badan saya sakit semua. Kepala saya juga masih sakit dok." jawab Ifa.
"O.k. Apakah anda sudah makan? Obatnya juga sudah diminum?" tanya dokter cantik itu.
"Sudah dok." jawab Ifa singkat.
"Syukur Alhamdulillah. Ada yg lain?" imbuh dokter Elvi.
"Dokter?" tanya Ifa lagi.
"Iya? Ada apa nona?" jawab dokter
"Mm... Apakah...?" tanya Ifa sambil seketika menghentikan ucapannya. Kemudian menghela napas dengan kasar.
"Kenapa nona?" jawab dokter penasaran.
Rey pun mengernyitkan dahinya. Dia juga penasaran.
"Apakah... Apakah saya sudah boleh pulang sekarang dok???" tanya Ifa cemas.
Rey melotot. Kaget dengan pertanyaan Ifa. Dia khawatir. Tapi jika dia yg menjawab pertanyaan Ifa itu, Ifa akan marah padanya. Dia juga yg takut jika Ifa akan pergi darinya. Dan kembali meninggalkannya.
"Ka ... ", ucapan Rey terhenti. Kala tangan Ifa terangkat.
"Aku tidak bertanya padamu !!! " ketus Ifa penuh penekanan sambil mengangkat tangannya.
Dokter dan kedua suster pun heran dengan kedua anak manusia di depannya itu. mereka bertanya dalam hati. Sebenarnya apa yg terjadi dengan tuan dan nona mereka.
"Nona Ifa maafkan saya dengan berat hati saya katakan. Nona belum boleh pulang untuk saat ini. Karena kondisi anda belum pulih benar nona." Jawab dokter Elvi.
"Apakah... apakah ada yg serius di tubuh saya dok?" tanya Ifa lagi dengan serius.
"Perlu banyak observasi nona. Saya juga masih menunggu hasil Rontgen dan lab dari beberapa dokter yg menangani anda nona. Bisa dianggap ada masalah serius pada diri anda nona. Jadi, tolong nona bersabar sebentar. O.k." terang dokter panjang lebar.
"Begitu ya dok. Huh... " Ifa menghela nafas, kecewa.
Rey yg masih mematung di ambang pintu pun mulai berjalan perlahan mendekati Ifa. Dia yg sudah lama sekali menantikan momen seperti ini lantas berdiri di samping ranjang Ifa.
"Iya nona. Jaga kondisi anda. Jangan lupa makan dan minum obatnya secara teratur. Terutama jaga kondisi kejiwaan anda. Jangan terlalu berpikir keras untuk saat ini. Rileks nona. Satu lagi, apakah anda memiliki trauma di masa lalu?" terang dokter Elvi.
Deg !!!
Debaran jantung Ifa semakin berpacu.
( Bagaimana ini ? Apa aku harus jujur pada dokter ini ? Tapi ? Aku belum siap.) batin Ifa bingung.
"Mmmm... Eee... anu dok ??? ti... " jawab Ifa terbata-bata. Dia tidak berani menjawab. Dia takut jika sampai Rey tahu yg sebenarnya. Apa yg menimpanya.
"O.k ? Santai nona. Mungkin lain waktu. Jika anda sudah siap pasti akan menceritakan semua pada saya. Jangan sungkan sama saya. Saya siap menjadi pendengar setia nona. Saya jamin kantung plastiknya tidak akan bocor kok." kelakar dokter Elvi sembari mengedipkan sebelah matanya. Sambil tersenyum menggoda Ifa.
Dokter berusaha mencairkan suasana. Supaya Ifa tidak takut dan tegang padanya.
Ifa tersipu malu. Dia sedikit mengulas senyumnya. Manis memang. Reydan yg intens menatapnya tersenyum senang. Menikmati suasana di depannya sekarang.
Setidaknya, malam ini dia tidak melihat raut wajah ketakutan seperti tadi pagi.
"Suster ?" tanya Ifa memecah keheningan. Sambil menggenggam tangan Rena.
"Iya nona?" jawab Rena kaget.
"Dia siapa ??? Anda berhutang penjelasan pada saya sus?" kata Ifa sambil menunjuk Rey dengan kepalanya.
"Oh, ya nona. Saya sampai lupa mengenalkannya. Perkenalkan beliau tuan Reydan Syailendra nona. Pemilik apartement ini. Beliau jugalah yg menolong anda dari kecelakaan itu nona. Dan... satu lagi beliau yg mengurus semua administrasi biaya perawatan anda nona. Semuanya, sampai anda sembuh." jelas suster Rena.
Sambil melirik Rey yg masih terdiam. Dibarengi anggukan suster Ani kemudian.
"Oh !!! Tapi aku tidak mau bertemu dengannya sus !!!" jawab Ifa ketus.
Suster Rena dan suster Ani saling bertatapan. Dokter Elvi pun juga dibuat penasaran.
"A... tapi nona ? " jawab suster Rena.
Belum sempat suster melanjutkan pertanyaan, Ifa mengangkat tangannya.
"Suruh dia pergi sekarang suster !!! " titah Ifa.
Semakin dibuat bingung. Dokter menyikut lengan Reydan. Membuat Rey tersentak dan kaget. Kemudian dia melirik dokter Elvi.
"Nona...? Kenapa ? Dia orang yg berjas pada and nona?" terang suster Ani seraya mengelus punggung Ifa dengan lembut.
"Aku bilang, aku tidak mau melihatnya suster. Tolong !!! Tolong, usir orang ini. Tolong suster." pinta Ifa yg sudah menangis histeris dan berteriak.
"Aduh, hhhh..." lirih Ifa.
Sembari memegangi kepalanya Ifa yg menangis, meringis menahan sakit.
"Sayang ... apanya yg sakit ? " tanya Rey khawatir.
"Pergi !!!" usir Ifa pada Rey. Rey masih bertahan di tempat.
Sedangkan dokter Elvi dan kedua suster dibuat kalang kabut. Mereka masih heran pun. Seketika menenangkan Ifa.
"Tenang nona? Tenang ya ?" sahut suster Ani mencoba menenangkan Ifa.
"Tarik nafas pelan-pelan nona" sambung dokter Elvi.
Tubuh Ifa lemas. Tapi dadanya masih bergemuruh. Emosinya yg meluap-luap membuat dadanya sesak. Air matanya pun tak terasa menetes lagi. Rasanya dia tak sanggup lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
Devi Handayani
oohh reydan yaa.....tapi masi teka teki silang nih.... ada apakah diantara ifa dan reydan... kok ifanya begituu
2024-01-16
0