"May ...," ulang Andhira menanti jawaban dari Maya.
"Dhira, sebenarnya aku sudah pernah menikah dan ...," papar Maya tercekat.
"Sedang membicarakan apa, sih? Kalian serius sekali," lontar Rere membuat Maya benar-benar berhenti bercerita.
"Emm, tidak ada, Re," kilah Andhira.
"Membicarakanmu dengan Fahri. Kenapa kalian sering sekali berebut untuk ke kamar mandi," kata Maya menutupi yang sebenarnya.
"Hehehe ... mana aku tahu," seringai Rere polos.
Kemudian, tak lama Fahri pun kembali dari kamar mandi. Tentu saja, setelah mereka semua berkumpul pembahasan yang sedang dibicarakan Andhira dan Maya, tidak berlanjut lagi. Hal itu menjadi ganjalan tersendiri, baik di hati Andhira maupun Maya.
"Teman-teman, mungkin sebaiknya kita pulang sekarang," usul Fahri.
"Hehehe, aku setuju. Soalnya ibuku juga meminta untuk dibelikan obat di apotek," timpali Rere.
Maya mengangguk dan mau tidak mau harus ikut pulang bersama dua temannya yang lain. Lantas, dia menatap dalam ke wajah Andhira seperti ingin menyampaikan sesuatu. Namun, Rere dan Fahri sudah memburu-burinya.
Setelah berpamitan, Rere dan Fahri segera mengambil kendali atas sepeda motornya masing-masing. Sementara itu, Maya sengaja bersiap dengan lambat. Lalu, dia menyempatkan bicara beberapa patah kata kepada Andhira.
"Lain waktu kita akan membicarakannya lagi," ujar Maya sedikit berbisik. Andhira mengangguk pelan.
"Dengar, Dhira ... jangan beri kesempatan siapa pun mengendalikan dirimu. Ingat, tidak akan ada yang bisa menyakiti kita kalau kita tidak memberi ruang untuk siapa pun melakukannya!" papar Maya lagi, mewanti-wanti Andhira.
"Semoga aku bisa, May." Andhira pun memeluk Maya.
"Hallooooo ... jadi pulang apa tidak?" teriak Rere dari atas motor yang mesinnya sudah dinyalakan.
"Iya, iya," jawab Maya seraya menoleh.
"Baiklah, mereka sudah tidak sabar ... pergilah," ucap Andhira. Maya pun pergi bersama Rere dan Fahri.
Sepulangnya ketiga teman Andhira dari kediamannya itu, kehampaan kembali merajai Andhira. Pikirannya berkelana entah kemana. Dia pun teringat akan sesuatu yang sempat tertunda karena kedatangan teman-temannya tadi. Lantas saja, Wanita yang tengah dirundung lara itu kembali ke depan cermin dan mengambil guntingnya lagi.
KREKKK!
Kejadiannya begitu cepat. Tahu-tahu, rambut Adhira yang panjang terurai itu, sudah terpotong dengan sangat pendek. Andhira menatapi bayangan dirinya di cermin, lalu tersenyum disusul jatuhnya air mata yang membasahi pipi pucatnya. Entah mengapa ... ada sensasi lega tersendiri bagi Andhira, setelah dirinya memotong sendiri rambutnya itu.
Selepas itu, Andhira memunguti potongan rambutnya yang berserakan di lantai. Lantas, dia membungkusnya dengan sebuah kantung plastik dan menaruhnya ke dalam laci. Air matanya terus menetes, tapi dia tak bersuara. Kalian tahu, bagaimana rasanya menangis dalam diam? Ya, seperti merasakan hati yang diremaas hingga remuk.
Brakkk!
Pintu kamar didorong dengan sangat kencang. Andhira terperanjat hingga detak jantungnya seperti berhenti seketika. Tubuhnya gemetar merespon suara yang ditujukan kepadanya begitu menggelegar bak sambaran petir.
"Beraninya kau memasukkan laki-laki ke dalam rumah tanpa seizinku!" bentak Daffa yang tiba-tiba muncul dengan luapan amarah yang menggelora.
Tunggu dulu, apa yang dimaksud oleh Daffa adalah Fahri? Kalau iya, seharusnya dia tidak perlu semarah itu, bukan? Lagi pula, untuk apa dia bersikap seperti sedang cemburu? Kalau dia saja mengaku tidak cinta terhadap Andhira. Lelaki itu tampak bagai memiliki banyak kepribadian yang rumit. Tingkah lakunya selalu saja bertolak belakang dengan yang dia katakan.
Saat itu, entah dari mana datangnya kekuatan. Namun, hal tersebut menjadikan Andhira sangat marah dan akhirnya berani memberikan perlawanannya. Dihampirinya Daffa yang sedang berdiri dan memicingkan mata dengan tatapan membunuh ke arahnya.
"Aku tidak perlu patuh pada orang lain yang tidak menyukai kehadiranku. Lagi pula, dia datang bersama dua teman wanitaku yang lain. Jangan membuat alasan konyol hanya untuk menyalahkanku," lontar Andhira dengan nada pelan yang ditekankan di dekat telinga Daffa.
"Begitukah? Orang lain katamu? Pantas, wanita murah*an seperti dirimu memang lihai dalam mencari pembenaran," sarkas Daffa seraya menarik miring garis bibirnya.
"Jaga ucapanmu, Daffa!" bentak Andhira.
"Daffa? Ohh, rupanya kamu sudah melupakan adab bicara pada suamimu sendiri," hardik Daffa yang tidak terima dipanggil langsung dengan namanya.
"Hahaha ... suami? Ya suami," ujar Andhira sambil tertawa dan manggut-manggut.
"Jangan kurang ajar, Andhira." Daffa hendak melayangkan sebuah tamparan ke wajah Andhira.
"Cukup! Kamu ingin aku menghormatimu sebagai suami, huh? Sebaiknya kamu bercermin pada tingkah lakumu yang lebih mirip algojo dalam memperlakukanku."
Daffa menarik lengannya yang kala itu dihalau oleh Andhira. "Sial, dari mana dia punya nyali untuk melawanku?" batin Daffa bertanya-tanya.
Bersambung ....
DUKUNG OTHOR GAK MAU TAU!!! LOPE-LOPE. ❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
gulla li
Dan Daffa adalah mantan suaminya?
2022-09-20
2
m. adibai bai
penasaran kisah Maya thor
2022-09-17
0
Vita Zhao
Betul Daffa itu memang algojo yang buruk rupa🤣🤣🤣.
nah maya ternyata udah nikah nih, pasti dia nikah sama daffa, itulah sebabnya dia gak suka sama daffa😏.
tapi aku berharap maya gak pernah nikah sama daffa.
2022-09-17
0