Terlihat banyak gambar tangan Daffa di pipi dan beberapa bagian tubuh Andhira. Andhira gemetar dan menangis sejadi-jadinya. Beberapa trauma di masa lalu kembali menghantui pikiran Andhira.
Flashback on
Semasa ayah Andhira hidup dulu, ayahnya mendidik Andhira dan kakak-kakanya dengan sangat keras, hingga tak jarang mereka mendapat pukulan dari ayahnya tersebut. Hal semacam itu baru dapat dihentikan oleh ayahnya, saat Andhira dan kakak-kakaknya tumbuh semakin dewasa. Hati ayah Andhira seperti terbuka dan mulai menyadari kesalahan-kesalahan yang dilakukannya. Hubungan mereka pun membaik dan bisa dibilang begitu harmonis juga penuh kehangatan. Sampai waktu Tuhan memanggil ayah Andhira untuk berpulang menghadap-Nya, Andhira adalah anak yang paling dekat dengan ayahnya. Upaya ayahnya untuk memperbaiki diri di sisa hidupnya, rupanya berhasil menanamkan cinta Andhira kepada ayahnya sampai-sampai dia mendapat julukan 'anak ayah'. Karena itulah, ketika ayah Andhira meninggal, Andhira merupakan orang yang paling terpukul dan merasa kehilangan atasnya.
Flashback off
Namun, seperti yang diketahui saat ini, setelah Andhira menikah dengan Daffa dan mendapatkan perlakuan yang kasar darinya, trauma Andhira akan kekerasan yang dia dapatkan di masa kecilnya itu muncul kembali. Terbayang segala kesakitan yang pernah dialaminya dulu. Daffa berhasil membuat luka batin Andhira yang telah mengering itu basah kembali.
Suara tangisan Andhira semakin melemah tanda dia telah lelah. Kala itu, Daffa sepertinya merasa iba pada Istrinya tersebut. Dia bergerak mendekati Andhira yang sedang menangis dengan posisi memeluk kedua kaki yang ditekuknya. Lantas, memberi belaian pada pucuk kepala Andhira. Namun, citra kejam terlanjur melekat pada Daffa, hingga Andhira mengira dirinya akan disiksa lagi.
"Jangan dekati aku! Pergi ...," usir Andhira sembari merintih ketakutan.
Daffa terhenyak, kali ini dia benar-benar merasa iba pada Andhira. Akan tetapi, luka yang terlanjur dia torehkan pada Andhira membuat kebaikannya itu tertolak. Andhira berulang kali menepis tangan Daffa yang hendak memeluknya. Andhira juga tidak henti-hentinya berkata 'pergi dan jangan mendekat'. Keadaan itu tak ayal membuat Daffa menjadi bingung.
"Andhira, maafkan aku," ucap Daffa berusaha menenangkan Andhira yang terus saja menangis.
"Pergi! Jangan pukul aku lagi. Itu terasa sangat menyakitkan," ronta Andhira dengan bibir dan sekujur tubuhnya bergetar hebat.
"Andhira, tenanglah ... aku tidak akan memukulmu, oke," bujuk Daffa sambil mengangkat tangannya tanda tidak akan melakukan apa-apa.
Namun, sekali lagi trauma yang dialami Andhira sewaktu kecil terlanjur kambuh. Sehingga, apa pun yang dilakukan Daffa pada saat itu, terbaca sebagai usaha untuk menyakiti oleh dirinya. Semua tentang Daffa adalah sebuah luka bagi Andhira. Jangankan melihat Daffa, mendengar suaranya saja Andhira merasa terancam.
Daffa yang merasa kebingungan pun keluar dari kamar tersebut. Dia memberikan waktu pada Andhira untuk menyendiri. Mungkin dengan begitu, Andhira akan merasa lebih baik.
Daffa melenggang ke arah dapur, lalu mengambil segelas air putih dan meneguknya hingga habis. Kemudian, dia beranjak ke ruang tamu dan duduk di sofa sembari merenungi perbuatannya pada Andhira. Ada selintas penyesalan yang tertera di raut wajah Daffa. Ya, melihat Andhira demikian ketakutan dan membenci dirinya membuat Daffa banyak berpikir. "Apakah aku sudah terlalu buruk memperlakukannya?" gumam Daffa seraya meremas rambutnya frustasi.
Jam demi jam pun berlalu. Cukup lama Daffa berdiam diri di ruang tamu itu tanpa melakukan apa-apa. Hanya duduk sambil sesekali merutuki perbuatannya pada Andhira. Dirasa sudah cukup memberi waktu sendiri pada Andhira, Daffa kini kembali ke kamar untuk melihat keadaan Istrinya tersebut.
"Jangan, jangan pukul aku lagi. Itu sangat menyakitkan. Ampuuuun ... jangan lakukan itu," raung Andhira ketika mendengar pintu kamar berderit saat Daffa membukanya.
Ada rasa heran dan tidak percaya di dalam diri Daffa. "Apakah ketakutannya belum reda?" batin Daffa dengan mata yang menatap lekat pada Andhira.
Daffa berjalan perlahan mendekat dan mencoba untuk berbicara dengan baik kepada Andhira. Namun, hal itu kembali membuat Andhira berteriak ketakutan dan terus menghindari Daffa. Daffa yang merasa kesal pun terpancing untuk membentak Andhira. "Aku hanya ingin meminta maaf, itu saja!" lontar Daffa dengan nada kesal.
Bukannya semakin luluh dan merasa tenang. Ucapan Daffa itu justru membuat rasa takut Andhira semakin menjadi-jadi. Tubuhnya gemetar sembari menunduk dalam dan menutup kedua telinga dengan tangannya. "Jangan ...," rintih Andhira dengan suara yang nyaris habis.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Bhebz
Trauma berat
2022-10-18
2
Vita Zhao
Dasar G*la.
daffa kau tak pantas di sebut manusia.
2022-09-12
1