Andhira tertidur dalam keadaan kusut. Meski matanya terpejam, tapi jiwanya bergemuruh seakan ramai oleh kegaduhan. Bayangan perlakuan Daffa yang sangat kasar, membuat Andhira memeluk ketakutan, menyesap kepahitan di awal pernikahan yang seharusnya jadi momen bahagia.
Dini hari, pukul 02.00 WIB. Kala sepi menyelimuti seluruh ruangan di rumah tempat mereka tinggal, Daffa terbangun. Dia terperanjat kaget melihat ada wanita yang tidur dengan posisi nyaris terjatuh di tepi ranjangnya.
"Ahh, siaal! Aku lupa kalau sekarang aku sudah menikah," cicit Daffa tersadar. Dia menepuk dahinya pelan.
Daffa menggeser tubuh Andhira agar lebih ke tengah. Kemudian, ditatapnya lekat wajah Wanita yang sudah resmi menjadi istrinya itu. "Aku tidak tertarik sama sekali padamu. Jadi, jangan berpikir dengan aku menidurimu akan merubah perasaanku. Selamanya kau hanyalah pakaian kusut bagiku," hardik Daffa dengan senyuman tidak simetris.
Laki-laki itu bangkit dan mengambil segelas air putih. Dengan hanya menggunakan celana boxer dan bertelaanjang dada, dia meneguk air minumnya sampai habis tak bersisa. Lantas, dia duduk kembali di tepi ranjang pengantinnya.
"Ayaaah, tolong Dhira, ayah," igau Andhira dengan suara yang sangat ketakutan.
"Dasar anak manja. Ayahmu sudah tidak ada lagi di dunia ini," cerca Daffa seraya memicingkan matanya ke arah Andhira.
Ya, ayah Andhira memang sudah meninggal sejak beberapa tahun yang lalu. Sampai saat ini, Andhira masih berkabung duka dan sangat terpukul atas kepergian ayahnya tersebut. Walaupun, Andhira tidak pernah menceritakan seberapa besar kesedihannya pada siapa pun, kecuali pada ketiga sahabatnya saja.
Semakin lama, suara Andhira semakin sering menyebut-nyebut nama ayahnya. Namun, matanya tetap terpejam. Entah mimpinya yang terlalu buruk dan menyeramkan sehingga Andhira terus mengigau, atau mungkin rasa takutnya yang begitu besar setelah menerima perlakuan kasar dari Daffa kepada dirinya.
"Berisik sekali," keluh Daffa yang terus mendengar igauan Andhira.
Lantas, Daffa menyeringai licik dan mendekatkan wajahnya kepada Andhira. "Akan kusumpal mulutmu dengan bibirku, Sayang," ujarnya bengis.
Daffa melancarkan aksinya itu dengan meraup buas bibir Andhira yang sedang mengalami mimpi buruk. Entah apa yang ada dalam pikiran lelaki berwajah bengis tersebut, hingga dia tampak senang dan menikmati permainan kasarnya itu. Andhira yang kala itu kesulitan untuk bernapas pun terbangun dan mendapati Daffa yang sedang memaagut bibirnya dengan liar.
"Eemmmph ...," dengus Andhira dengan mulut yang tersumpal bibir Daffa. Dia mendorong tubuh Daffa agar menjauh darinya.
Daffa meraih lengan Andhira dan mencengkeramnya dengan kuat. "Beraninya kau padaku," kesal Daffa dengan tatapan membunuh.
"Aduuuh, sakit, Mas," raung Andhira dengan air mata yang kembali menghujani pipinya.
Daffa kemudian menghempaskan lengan Andhira dengan kasar. Tatapan mata Daffa dipenuhi amarah yang menggelora. Baru malam pertama setelah menikah, tapi Daffa sudah mengukir kesan buruk di hati Andhira.
"M-maaf, Mas. Apa sebenarnya kesalahanku? Mengapa kamu begitu kasar padaku?" tanya Andhira lirih, diiringi tangis yang begitu sedih.
"Kau mau tahu apa kesalahanmu?" tandas Daffa seraya mendekatkan wajahnya ke telinga Andhira.
Andhira menunduk dalam dengan rasa tidak nyaman. Dia tidak berani menatap Daffa yang seolah memiliki dendam padanya. Dia tidak berbicara lagi. Hanya suara tangisan yang berusaha dia tahan sekuat tenaga agar tidak keluar. Dan percayalah, itu terasa begitu sesak di dalam dada.
"Tatap mataku, Bodooh!" bentak Daffa.
Andhira terperangah dan langsung mengangkat wajahnya. Ceruk matanya terlihat penuh oleh genangan air mata. Bibirnya bergetar dengan perasaan takut yang semakin menjadi.
"Kesalahanmu adalah menjadi istri yang tidak pernah aku harapkan!" tegas Daffa penuh penekanan.
Kata-kata Daffa menjadi pukulan yang sangat menyakitkan bagi Andhira. Kalau boleh jujur, dirinya pun sama perihal tidak mengharapkan pernikahannya dengan Daffa terjadi. Namun, Andhira masih punya hati untuk menjaga perasaan Daffa. Lagi pula, mengapa Daffa tidak mengatakan sejak awal kalau dirinya tidak ingin perjodohan itu berlanjut? Shingga, kemungkinan untuk tidak menikah akan mudah bila dari awal Daffa menyatakan keberatannya. Akan tetapi, saat itu Daffa mengiyakan semuanya seolah dia memang menginginkan pernikahannya dengan Andhira.
Lalu, kalau memang Daffa tidak menginginkan Andhira, mengapa dia mau merenggut kegadisan Andhira? Bukankah itu membuat dirinya tampak seperti orang yang munafik?
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Yuantusha
pengen remes remes otaknya dafa
2023-07-15
1
Bhebz
ho oh munafik banget
2022-09-25
2
Mega Risma
Dasar Daffa gendeng!! Eh Dhira besok ye kalo elu liat si Daffa di jalan nah tabrak aje tuh die, trus elu lindes sekalian biar rasa 😠😠
2022-09-10
2