Teman-teman Andhira yang tadi berniat menyusul dan memastikan siapa wanita yang mengebut tadi, ternyata telah kehilangan jejak. Sehingga mereka tidak dapat mengetahui dengan pasti apakah itu benar Andhira, atau bukan. Ketiganya pun menepi di sebuah cafe yang sudah biasa mereka kunjungi. Kebetulan, cafe itu tidak jauh dari tempat mereka berkendara saat itu.
"Huft, sudah lelah mengejar ... ternyata tidak menemukan apa pun," keluh Rere.
"Sudahlah, Re, setidaknya kita sudah berusaha," ucap Maya menghibur Rere.
"Iya, Re, benar kata Maya. Lagi pula, aku rasa tadi kamu hanya salah lihat," timbrung Fahri.
"Ya, mungkin benar. Aku terlalu mengkhawatirkan keadaan Dhira," pasrah Rere.
"Jangan terlalu dipikirkan, Re," bujuk Fahri lagi.
"Sudah, sebaiknya kita pesan minum dulu," ucap Maya mencoba mengurai suasana yang kaku.
***
"Apa kabar, Ayah? Maaf, karena Dhira jarang mengunjungi rumah Ayah. Apa Ayah lihat? Dhira sudah memakai cincin pernikahan di jari manis Dhira. Bukankah itu impian Ayah?" ungkap Andhira seraya membiaskan senyum di tengah derai air matanya.
Andhira mengunjungi makam ayahnya, dengan membawa bunga dan air mawar yang dia taburkan di atas pusara. Wanita yang tengah berkabut pilu itu terus bercerita pada batu nisan yang bertuliskan nama ayahnya tersebut. Seolah-olah dia bicara pada orang yang masih hidup. Kata demi kata Andhira rangkai, menguraikan kisah tentang pernikahannya yang tidak, atau mungkin belum bahagia.
"Ayah, dia memukul Dhira, dia berkata kasar kepada Dhira. Kalau Ayah masih ada di sini, apakah Ayah akan membiarkan Dhira disakiti seperti ini? Dhira rasa tidak. Benar begitu 'kan Yah?" tutur Andhira sembari terisak.
"Ayah pasti akan berkata padanya 'jangan pernah menyakiti anakku' iya 'kan Yah?" lanjut Andhira lagi.
Saat ayah Andhira menyadari kesalahannya dulu, dia berjanji pada anak-anak dan istrinya yaitu Salamah, untuk tidak melakukan kekerasan lagi dalam bentuk apa pun. Sikap ayah Andhira yang menunjukkan perubahan baik dan tulus itu disambut dengan sembuhnya Andhira dari trauma masa kecil yang pernah dia berikan tanpa dia disadari.
"Ayah, apakah dia juga akan berubah menjadi baik seperti Ayah dulu? Apa Dhira akan menjadi kesayanganya juga seperti Dhira menjadi kesayangan Ayah? Katakan pada Dhira, Yah!" raung Andhira.
Kemudian, Andhira menyeka air mata yang meluruh deras di pipinya dengan kasar. Dia berdiri dan berpamitan pada ayahnya. "Dhira pulang dulu ya, Yah. Dhira harap, nanti kita bisa bertemu lagi dan makan makanan favorit kita bersama ... seperti dulu."
Andhira pun meninggalkan tempat peristirahatan terakhir ayahnya tersebut. Namun, dia tidak langsung pulang ke rumahnya dan Daffa. Akan tetapi, dia pergi ke tempat yang cukup jauh dari rumah. Butuh waktu sekitar tiga jam untuk sampai di sana.
Andhira mengebut bak pembalap yang tengah bertanding di medan laga. Entah mengapa, membawa sepeda motor menggunakan kecepatan tinggi seperti itu menjadi hiburan tersendiri bagi hati Andhira yang sedang dilanda duka dan lara. Dengan kecepatan yang sangat cepat, bahkan lebih cepat dari kata cepat itu sendiri, akhirnya Andhira sampai ditempat tujuan hanya dalam waktu satu jam saja. Dia pun memarkirkan sepeda motornya dan mulai berjalan.
Di sebuah jembatan yang terapung jauh dari permukaan sungai. Andhira berjalan sendirian. Tempat itu sangat sepi dan Wanita cantik itu sangat menyukainya. Sembari terus menyusuri jembatan tergantung di tengah hutan tersebut, sesekali Andhira melihat ngeri ke bawah sana.
Jembatan gantung yang terbuat dari kayu itu tampak sudah tua dan usang. Hingga saat angin kencang menerpa ia akan bergoyang dan menciptakan bunyi yang mengerikan. Biasanya Andhira akan merasa takut, tapi kali ini tidak. Dia begitu menikmatinya, sampai berpikir andai saat itu jembatan tersebut roboh saja. Mungkin, dirinya akan turut jatuh ke dasar sungai yang dalam dan penderitaannya akan berakhir. Namun, ternyata takdir ingin Andhira hidup lebih lama. Jembatan itu tidak roboh juga.
Jika ada yang bertanya, mengapa Andhira tidak melompat saja dari atas jembatan itu kalau memang dia ingin mengakhiri hidupnya? Jawabannya, tentu saja Andhira tidak mau melakukan hal tersebut. Dirinya tidak sebodoh itu, dia hanya sedang ingin melepas penat dari gencarnya siksaan yang sedang dia hadapi.
Tidak terasa, waktu kian bergulir. Senja yang menjemput malam pun tengah hadir dengan sejuta keindahannya. Andhira memutuskan untuk pulang dari tempat itu.
Andhira melupakan rasa laparnya. Dia tidak lagi memikirkan rasa hausnya. Yang dia pikirkan saat ini hanyalah, bagaimana caranya agar dirinya bisa mengatasi trauma yang kini menjamah hidupnya kembali.
Setelah sekian waktu ditempuh, Andhira pun sampai di rumah. Dia menghela napas panjang sebelum akhirnya masuk ke dalam rumah yang menjadi saksi penderitaannya itu. Ada yang membuat Andhira bertanya-tanya. "Mengapa pintunya tidak terkunci? Bukankah aku sudah menguncinya saat akan pergi tadi?" gumam Andhira sembari mengingat-ingat.
"Bagus! Rupanya ini yang kamu lakukan saat aku tidak ada di rumah. Berkeliaran seperti perempuan jalaang?" hardik seorang lelaki yang tidak lain adalah Daffa.
"M-mas, bukankah Mas pergi untuk beberpa hari?" tanya Andhira dengan raut wajah kaget.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Vita Zhao
pasti dhira di siksa lagi nih sama daffa😭.
aku sangat membencimu daffa si*lan🤬
2022-09-14
2