Sekali lagi, Daffa tampak mulai mengagumi wajah indah dengan kecantikan yang begitu natural dari Andhira. "Jangan khawatir, Sayang. Ibumu ingin seorang cucu dari kita 'bukan? Bagaimana kalau aku memberimu hadiah," tutur Daffa dengan senyuman licik.
Andhira yang sebelumnya masih belum sadar, kini mulai bergerak menunjukkan reaksi. Dia mencoba membuka matanya dengan sangat perlahan dan merasakan kepalanya masih begitu berat dan pusing. Samar-samar terlihat Daffa di hadapannya kala dia mengerjapkan mata. Lelaki itu tersenyum dengan bidikan mata tajam dan mimik wajah yang seakan ingin menerkamnya. "M-mas ...," gagap Andhira yang langsung bangkit terduduk.
"Shuttttt!" Daffa meletakan jari telunjuknya di bibir Andhira, sebagai isyarat agar Andhira diam.
Perasaan terancam kembali menyerang Andhira. Sungguh, sikap Daffa yang kerap tak terduga membuat Andhira seperti gila. "M-mau apa, Mas?" tanya Andhira yang mulai menangis ketakutan.
"Kenapa menangis, Sayang? Bukankah kau sudah merasakan punyaku? Apa kau tidak menyukainya?" tanya Daffa tanpa rasa empati melihat Andhira yang ketakutan itu.
Ya, memang benar Daffa sudah memenuhi kewajibannya, memberikan nafkah batin pada Andhira. Akan tetapi, cara Daffa yang tidak manusiawi dalam melakukan tugas itu meninggalkan stigma buruk, yang terus membuat Andhira berpikir bahwa melakukan hubungan itu sangat menyakitkan. Dan hal tersebut membuat Andhira selalu tersiksa baik secara fisik maupun mental.
Isak tangis Andhira kembali memenuhi ruangan kamar itu. Daffa sedang menanggalkan setiap untaian benang yang menutupi tubuh maskulinnya. Sementara, Andhira semakin gemetar dan ketakutan membayangkan kekasaran yang akan dilakukan Daffa padanya.
"Jangan menangis! Kali ini aku akan melakukannya perlahan, mengerti?" tutur Daffa dengan tatapan mengancam. Dia mencengkeram rahang Andhira hingga mulutnya tampak sedikit terbuka.
Lalu, dengan tidak tahu dirinya Daffa mulai menarik dan meloloskan baju yang Andhira kenakan hingga terlepas seluruhnya. Entah pribadi macam apa yang dimiliki oleh Lelaki itu? Bisa-bisanya dia membenci sekaligus mengagumi. Itu seperti bentuk kemunafikan diri yang sangat hakiki. Bibirnya berkata benci, tapi sikapnya terlihat sedang mencintai.
Kali ini, Daffa memang melakukannya dengan perlahan. Namun, sebagai wanita yang mempunyai sifat mengedepankan perasaan, Andhira sama sekali tidak menikmatinya. Kesan Daffa yang terlanjur buruk dan menciptakan goresan luka padanya, membuat Daffa tetaplah seorang lelaki kasar dan tidak punya hati, bagi Andhira.
"Balaslah perbuatanku!" perintah Daffa yang mendapati Andhira hanya diam ketika digagahinya.
Nada bicara Daffa yang penuh penekanan meski sangat pelan itu, membuat Andhira malah merasa semakin tidak nyaman. Andhira tetap diam dan memalingkan wajahnya dari Daffa. Dia sangatlah tidak sudi melihat wajah Lelaki itu sedang dirundungi gairah terhadap dirinya.
Daffa yang merasa tidak mendapat respon yang dia inginkan pun menyudahi perbuatannya itu. Dia pergi ke kamar mandi dan entah apa yang dilakukannya di dalam sana. Sementara, Andhira merasa jijik dan marah pada keadaan ini. Percayalah, saat itu andai Andhira mamapu, ingin rasanya dia pergi jauh dan tidak kembali lagi. Tidak mudah bagi Andhira menyembuhkan trauma dan melewati fase-fase sulit yang pernah dialaminya di masa lalu. Lantas, Daffa datang ke dalam hidupnya dan kembali mengingatkan Andhira pada kepahitan yang sebenarnya sudah berhasil dia lupakan. Gigi Andhira gemeratak dengan mata yang terpejam meratapi pedihnya dibegitukan. Suami yang diharapkan bisa memberikan kebahagiaan dan menjadi tempat sandaran hati yang aman bagi Andhira, tenyata malah membuatnya bagai tersayat sejuta luka.
[Suara dering telepon.]
Andhira beringsut meraih ponselnya yang masih berada di tas selempang yang dia taruh di atas meja nakas. Kemudian, dia melihat layar ponsel untuk mengetahui siapa yang meneleponya. "Rere," ucap Andhira dan segera menjawab telepon itu.
[Halo, Re,] kata Andhira dengan suara yang sangat parau karena terlalu banyak menangis.
[Dhira, minggu pagi nanti kita ke City Park, yuk,] ajak Rere melalui sambungan telepon tersebut.
[Suara napas tersengal dari Andhira.]
[Dhira ... apa kamu baik-baik saja?]
[Tut! Tut! Tut!] sambungan telepon Andhira terputus.
"Aku tidak akan mengizinkanmu pergi dengan mereka!" tandas Daffa. Rupanya dia mendengar percakapan Rere di telepon, lalu mengambil paksa ponsel Andhira dari tangan Istrinya itu dan mematikannya.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Rika Melia
mailh sendiri daffa q sangat membencimu
2022-09-21
2
Vita Zhao
Daffa mana mungkin dhira menikmati permainanmu sedangkan senjatamu itu sangatlah buruk😌.
aku masih penasaran nih sama daffa dan maya, sekarang juga daffa gak izinin dhira pergi bersama teman-temannya🤔
2022-09-13
3