Keesokan hari ketika Daffa hendak pergi. Andhira mengumpulkan semua keberaniannya untuk meminta izin pada Daffa. "Mas, nanti aku mau pergi berkumpul sama teman-temanku, apakah boleh?" ucap Andhira dengan sangat hati-hati.
"Hmmm ...," jawab Daffa singkat.
Tidak diduga, ternyata Daffa memberikan izinnya. Saking senangnya, Andhira dengan refleks mencium punggung tangan Daffa, lantas tersenyum. Walau, senyumannya tak pernah berbalas indah. Daffa langsung berlalu pergi tanpa mengatakan apa-apa lagi.
"Tidak apa-apa, Dhira. Setidaknya kamu sudah mendapatkan izin dari suamimu. Jadi, kamu bisa pergi menemui Rere dan Maya," gumam Andhira kembali menenangkan dirinya sendiri.
Bahkan, setelah menempa kesakitan-kesakitan serta pengabaian yang membuat batinnya terluka, Andhira masih memastikan kesabaran tetap ada dalam dirinya. Jika ada yang bertanya apakah Andhira itu berhati baja? Jawabannya, tentu saja tidak. Dia hanyalah seorang wanita biasa yang mencoba tegar atas rapuhnya hati, mencoba kuat di lemahnya perasaan, berusaha untuk tetap tegak berdiri di tengah terjangan badai permasalahan yang menerpanya. Sakit memang, tapi itulah sebuah perjuangan. Selalu ada yang harus dikorbankan, entah itu nyawa atau perasaan.
Di lengangnya pagi hari yang berhembuskan semilir angin. Andhira telah bersiap dengan setelan kasual dan helm yang terpasang rapi di kepalanya. Dia melajukan sepeda motornya untuk menemui Rere dan Maya. Mereka sudah membuat janji temu melalui chat group yang mereka buat sejak lama.
Dalam waktu 35 menit saja, Andhira sudah sampai di tempat tujuan. Dengan senyuman yang mengembang di bibir indahnya, dia bersemangat menghampiri Rere dan Maya yang sudah lebih dulu datang. Sementara, Rere dan Maya sudah menanti Andhira dengan tatapan rindu.
"Dhira!!" teriak Rere dan Maya bersamaan.
"Aku merindukan kalian," ucap Andhira seraya memberi pelukan pada kedua sahabatnya tersebut.
"Kami juga sangat merindukanmu, Dhira," ujar Maya.
"Apakah menjadi pengantin baru begitu menyenangkan?" cetus Rere diiringi gelak tawa.
Sontak saja, Andhira menajadi terbayang perlakuan Daffa yang begitu buruk terhadapnya. Dia tertegun dalam lamunan. Hingga membuat Rere dan Maya saling menatap penuh tanya, lantas bersenggol-senggolan lengan.
"Andhira sayang ... kamu kenapa?" tanya Rere pelan.
"O ... ooh, tidak apa-apa. Yuk, kita duduk di sana," ajak Andhira mengajak Rere dan Maya duduk di sebuah bangku panjang. Dia sedang berusaha mengalihkan topik pembahasan seputar pernikahannya yang sama sekali tidak menyenangkan.
"Eemm ... kalian tunggu di sini, ya. Aku akan membeli minum dulu," tutur Maya, lalu bergegas.
"Aku mau ice lemon tea, ya!" ujar Rere setengah berteriak mengimbangi jarak Maya yang sudah sedikit menjauh.
"Oke ...," jawab Maya seraya terus berjalan, dan semakin luput dari pandangan Rere dan Andhira.
"Dhira, apa semua baik-baik saja?" tanya Rere dengan raut wajah cemas.
Andhira hanya mengulas senyum palsu yang tidak sampai ke binar matanya. Dia menganggukkan kepalanya seolah mengiyakan bahwa dia baik-baik saja. Padahal, jika boleh .... Andhira ingin berteriak sekencang-kencangnya untuk meluapkan rasa sakit dan kecewanya.
"Tidak, Dhira sayang. Kamu sedang tidak baik-baik saja," tebak Rere yang menangkap sorot mata kesedihan dari Andhira.
Andhira pun menumpahkan tangisnya sambil memeluk Rere. Rere membalas pelukan Andhira seraya menepuk-bepuk pelan punggungnya. Tanpa bercerita pun, Rere sudah bisa merasakan bahwa Andhira sedang mengalami kesulitan.
"Apa dia tidak memperlakukanmu dengan baik?" tanya Rere setelah saling melepas pelukannya.
"Re, berjanjilah untuk tidak menceritakan hal ini pada Maya. Kamu tahu 'kan ... sejak awal Maya tidak setuju aku menikah dengan Daffa," pinta Andhira.
"Tenang saja, rahasia aman di tanganku," jawab Rere sembari menggenggam tangan Andhira.
Andhira pun mulai bercerita tentang sikap Daffa terhadapnya. Bukan bermaksud membongkar aib suaminya. Hanya saja, Andhira merasa dirinya bisa gilaa jika memendam semuanya sendirian. Rere menyimak curahan hati Andhira dengan seksama.
"Demi apa pun, tidak selayaknya dia memperlakukanmu begitu," tutur Rere sembari meremaas tangannya sendiri. Dia tidak rela sahabat yang dia sayangi diperlakukan buruk oleh orang yang sepantasnya menjadi sandaran bagi Andhira.
Sedang asyiknya mengobrol, tiba-tiba Maya sudah muncul dengan membawa minuman yang dia beli. Andhira segera menghapus sisa air mata yang masih membias di pipinya.Keadaan menjadi sangat hening kala itu. Maya sedikit kebingungan melihat tingkah kedua sahabatnya yang tampak seperti sedang menyembunyikan sesuatu.
"Ada apa, sih?" tanya Maya seraya menyodorkan minuman pada Andhira dan rere.
"T-tidak ada apa-apa, May. Kami hanya sedang menunggu minumannya. Tenggorokanku sudah sangat kering dan haus," alibi Rere menutupi yang sebenarnya.
Maya mengangguk seakan percaya. "Kalian pikir aku tidak mendengar apa yang kalian bicarakan?" batin Maya dengan senyuman getir.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Yuantusha
apa sebenere maya udah tau sifat dava sebelumnya
2023-07-15
0
Bhebz
hemm aku juga mendengarnya
2022-10-17
1
Irma Kirana
sakit jiwa si Daffa 🤧 Gedeg
2022-09-17
1