"Lima puluh ribu? Untuk tiga hari?" gumam Andhira di dalam hati.
"Apa yang kamu pikirkan, Dhira sayang?" tanya Daffa dengan tatapan mengejek.
"Tidak, Mas," jawab Andhira singkat.
Uang belanja lima puluh ribu untuk tiga hari? Sebenarnya, itu bukanlah masalah bagi Andhira. Asalkan Daffa bersikap selayaknya suami yang mencintai istrinya, atau setidaknya menghargai sedikit saja Andhira sebagai istrinya, karena kata cinta mungkin terlalu cepat untuk mereka yang menikah atas sebuah perjodohan. Akan tetapi, tanda-tanda sebagai lelaki yang baik sama sekali tidak ada dalam diri Daffa. Mungkin, itulah yang menjadikan Andhira sedikit mengeluh dengan nominal uang yang diberikan Daffa kala itu. Sungguh, Andhira bahkan mampu menafkahi dirinya sendiri dengan penghasilan yang dia punya, sekali pun Daffa tidak memberinya uang. Hanya saja, Andhira sadar bahwa adab seorang istri adalah menerima dengan ikhlas berapa pun nafkah yang diberikan oleh suaminya.
"Kamu keberatan dengan uang yang aku berikan?" tanya Daffa.
"T-tidak, Mas. Terima kasih karena sudah memenuhi kewajibanmu," balas Andhira dengan sedikit gugup.
Daffa mengangguk dengan tatapan picik dan senyuman getirnya. "Kita lihat saja, seberapa jauh usahamu untuk menjadi istri yang baik," batin Daffa menuntut.
"Eem ... Permisi, Mas. Aku akan menyiapkan sesuatu untuk dimakan," pamit Andhira dengan sopan.
"Tidak perlu, aku akan pergi setelah ini. Mungkin aku tidak akan pulang untuk beberapa hari," ucap Daffa. Andhira hanya mengangguk patuh.
Selekas itu, Andhira menyiapkan beberapa pakaian ganti untuk Daffa bawa pergi. Jujur saja, ada perasaan lega di hati Andhira saat mengetahui dirinya akan terbebas dari Daffa, meski hanya untuk beberapa hari saja. "Pakaiannya sudah aku siapkan, Mas. Apa ada yang lain?" ujar Andhira.
"Itu saja," jawab Daffa singkat.
Daffa bergerak hendak mengambil jaket yang tercantol di dinding, tepatnya di belakang Andhira. Namun, rasa was-was Andhira yang selalu takut disiksa oleh Daffa, membuatnya mengira Daffa akan memukulnya. Sehingga Andhira berteriak memohon ampun.
"Jangan, Mas! Ampun, Mas," jeritnya seraya memejamkan mata dan menutupi wajah dengan kedua tangannya.
Daffa mengerutkan dahinya merasa heran. "Kamu kenapa, Dhira? Aku hanya ingin mengambil jaket yang ada di belakangmu," jelas Daffa.
Andhira menurunkan tangan dari wajahnya dan melihat, memang benar Daffa hanya mengambil jaket yang berada di belakangnya. Lalu, dengan napas tersengal karena terlanjur ketakutan, Andhira meminta maaf. "Maafkan aku, Mas," katanya pelan.
Daffa hanya memandangi Andhira dengan mimik wajah penuh tanya. Sepertinya, Lelaki itu tidak menyadari bahwa perangai buruknya selama ini telah meninggalkan jejak trauma yang dalam bagi Andhira. Tepatnya, menghadirkan lagi trauma yang sebelumnya pernah Andhira alami.
Daffa bersiap untuk pergi dengan setelan yang cukup rapi. Memakai celana jeans panjang dan kemeja polos berwarna biru muda. Bisa dibilang, paras Daffa memang lumayan tampan. Hingga setelan yang dikenakannya kala itu semakin memancarkan aura ketampanannya tersebut.
"Aku pergi dulu," pamit Daffa.
Dengan cepat Andhira meraih tangan Daffa dan menyalaminya. "Hati-hati, Mas," pesan Andhira.
Daffa hanya mengangguk pelan, lantas menarik tengkuk Andhira hingga wajah Andhira mendekat ke wajahnya. "Jangan berani macam-macam selama aku tidak ada," tandas Daffa dengan suara yang pelan namun penuh penekanan.
Andhira memejamkan matanya dengan bibir yang terkatup. Pasokan oksigennya bagai terhenti, hingga napasnya terasa sesak. Entah mengapa Daffa selalu menciptakan luka baru setiap harinya. Padahal, tanpa diingatkan dengan ancaman pun, Andhira tahu bagaimana menjaga diri dan kehormatannya.
"Kamu dengar apa yang aku katakan?" ucap Daffa memastikan.
"Iya, Mas," jawab Andhira.
"Bagus!" tukas Daffa, lantas mengambil tas berisi pakaiannya dan pergi.
Andhira menjatuhkan tubuhnya ke lantai sembari menangis kesal. Namun, tidak lama dia bangkit dan memastikan bahwa Daffa benar-benar sudah pergi. Saat melihat mobil Daffa sudah tidak ada di sana, Andhira segera memakai jaket dan mengambil helm kesayangannya.
Wanita berkulit putih itu membuka sebuah laci, di mana dia meletakkan kunci seperda motor miliknya. Dia pun bertolak meninggalkan rumah itu setelah mengambil kunci tersebut. Andhira melajukan sepeda motornya dengan kecepatan yang sangat tinggi. Sampai-sampai beberapa kendaraan yang disalipnya berteriak kaget dan ketakutan.
"Ehh, apa kalian lihat wanita yang mengebut itu? Sepertinya itu Dhira," ucap Rere menerka. Saat itu dia sedang bersama Maya, dan juga Fahri untuk menuju ke suatu tempat.
"Yang mana, sih? Mungkin kamu salah lihat saja, Re," jawab Fahri yang tidak menyadari.
"Apa kamu yakin, Re?" timbrung Maya.
"Aku yakin, aku lihat helm dan jaketnya persis seperti yang biasa Dhira kenakan," ucap Rere mantap.
"Oke, ayo kita ikuti," ajak Maya.
Mereka bertiga pun mempercepat laju sepeda motornya.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Yuantusha
kabur trs cerai
2023-07-16
1
Vita Zhao
kabooooor dhira.
cepetan gugat cerai si jangl*ot itu.
2022-09-14
1
gulla li
Siapkan juga kopi bau Almond 😒
2022-09-14
1