Penyelamatan 2
Sesampainya di dalam rumah, dapat dia lihat ketiga temannya menuju sebuah ruangan yang terdapat penerangan meskipun cuma temaram.
Mempercepat langkahnya hingga sampailah dia di belakang mereka. Dengan langkah pelan, dengan perlahan teman kembarnya membuka pintu yang terbuka sedikit.
Mereka berempat terkejut bukan kepalang. Di tengah ruangan seperti bekas kamar, di lantai yang tanpa alas, terlihat kegiatan yang sangat menjijikkan. Satu orang memegang kaki kiri Kirana, dan lain orang memegangi kaki yang lain, dan Bima? Memegangi kedua tangan Kirana. Sedangkan satu orang sedang menjelajahi tubuh gadis yang hanya mengenakan pakaian dalam. Terlihat gadis tersebut meronta-ronta.
“Biadap, bajingan!!”
Alvin berteriak sekuat tenaga sambil mengangkat kayu yang dia ambil di halaman waktu dia masuk.
Mendengar teriakan yang berasal dari belakang, Keempat pemuda itu langsung menoleh tanpa mengubah posisi. Mereka terkejut bukan main saat tahu siapa yang datang. Apalagi Bima, langsung pucat pasi.
Merasa tidak siap, Alvin memukulkan kayu tepat di punggung cowok yang sedang menjelajahi tubuh adiknya.
Riko terhuyung, sementara Bima, Bram dan Bian melepaskan tangan Kirana dan langsung berdiri karena terkejut dengan apa yang terjadi.
Alvin menoleh kanan, kiri untuk mencari sesuatu untuk menutupi tubuh adiknya yang hanya memakai bra dan ****** *****. Terlambat, sebelum menemukan apa yang dia cari, sebuah dendangan sudah mengenai perutnya.
Alvin terhuyung sambil memegangi perutnya, dia semakin gelap mata saat mengetahui siapa yang menendangnya.
“Kurang ajar kau Bima!!” Teriaknya sambil berjalan mendekati Bima dan langsung menyerang lawannya.
Perkelahian tidak terelakkan lagi, sementara itu, Kirana dengan tenaga yang tersisa, mencoba untuk menyeret tubuhnya untuk menyelamatkan diri masih dalam posisi tangan dan mulut terikat. Sekilas, dia melihat Abangnya menyerang Bima.
Wajah cantik sudah tidak terlihat lagi, yang ada raut wajah ketakutan dengan rambut yang sudah acak-acakan, leher dan da da yang penuh dengan bercak merah, dan juga peluh bercampur air mata yang mengalir deras. Masih dalam keadaan merangkak, dia membuka bagian sapu tangan yang menutupi mulutnya. Dan terdengar jelas tangisan Kirana, tangisan pilu menyayat hati.
Tidak seperti Alvin, Aditya terlihat tenang dengan raut wajah datar, tapi rahang Aditya mengetat, giginya gemeretuk menahan emosi.
Aditya abai dengan keadaan sekitar yang dibuat porak-poranda Alvin dan si kembar. Dia berjalan menuju Kirana yang sedang merayap, membuka jaketnya, kemudian meletakkannya di tubuh Kirana guna membungkus tubuh Kirana yang setengah bugil, lalu merengkuhnya kemudian membopong untuk dibawa ke luar di mana Dita berada.
Mendapat sentuhan, Kirana menjerit histeris. “Jangan, jangan sentuh aku, aku mohon.” Ucapnya sambil berontak tanpa melihat siapa yang membopongnya.
“Shutt, tenang Amy, sekarang kamu aman,” bisik Aditya tepat di depan wajah Kirana.
Merasa kenal dengan suara yang didengarnya, Kirana mendongak. Mengetahui siapa yang telah membopongnya, tumpah sudah tangis Kirana, dia meraung didada Aditya sambil mencengkeram erat kaos yang dipakai Aditya.
Aditya membiarkan Kirana menumpahkan semuanya, entah apa yang dipikirkan dan dirasakannya tapi sorot mata yang tajam sudah bisa ditebak kalau dia sangat marah.
Dita yang berjalan hilir mudik, segera berhenti karena mendengar suara tangis. Mendongak lalu berlari menghampiri sahabatnya yang berada di gendongan Aditya.
“Kira-na,”
Dita terkejut dengan penampilan Kirana yang amburadul.
“Buka pintunya!” Perintahnya tegas.
Dita berlari ke arah pintu masuk tadi, menahannya sebentar supaya Aditya bisa lewat kemudian menutupnya kembali dan bergegas menuju mobil untuk membukakan pintu.
Setelah pintu belakang terbuka, Aditya memasukkan Kirana, lalu mendudukkannya di kursi belakang. Dengan posisi kaki masih di luar mobil, ia menunggu sesaat karena Kirana tidak kunjung melepaskan kaosnya.
Dengan perlahan, Aditya menyibak rambut yang menutupi wajah Kirana. Mata mereka bertemu, terlihat hidung yang memerah dan kelopak mata yang membengkak. Miris, trenyuh dan sesak. Mungkin itulah yang Aditya rasakan tapi dengan apik dia sembunyikan. Kemudian meraih tangan Kirana, bukannya lalu mencoba melepaskan, tetapi cengkeraman Kirana semakin erat dia rasakan.
“Kak, jangan tinggalkan aku. A-aku takut, Kak.” Kirana memohon dengan nada serak.
“Amy, kamu aman di sini, ada Dita yang menjagamu. Biarkan aku pergi untuk membantu Kakakmu, ya.” Ucapnya lembut sambil mengelus pelan tangan Kirana.
“Dita?”
“Iya, Na. Aku di sini,” sahut Dita yang sudah duduk di sebelahnya.
Kirana menoleh dan menemukan sahabatnya sedang menangis.
“Dita, Bima, dia...”
“Shut, sudah, tenang ya. Kamu sudah aman, lepaskan tanganmu, biarkan Kak Aditya membantu Bang Alvin.”
Kirana menoleh melihat tangannya yang masih mencengkeram kaos Aditya, kemudian mendongak menatap mata Aditya.
Seakan tahu apa yang dipikirkan Kirana, dia tersenyum lalu berkata, “Kakak janji tidak akan lama.”
Kirana masih diam, masih melihat mata Aditya untuk mencari kebenaran. Setelah yakin, dengan perlahan dia melepaskan tangannya.
“Anak baik, Kakak pergi dulu.”
Setelah mendapatkan anggukan dari Kirana, dia kemudian berdiri tegak, lalu mulai membuka kaos yang dipakainya.
“Tolong pakaikan ke tubuhnya biar tidak masuk angin,” perintah Aditya menatap Dita. “jangan lupa kunci semua pintu, matikan lampu, dan yang paling penting jangan buka pintu jika ada yang mengetuk kaca jendela. Tunggu di sini sampai polisi datang. Aku akan ke dalam membantu yang lainnya.”
Dita menerima kaos yang diberikan Aditya dan mengangguk setelah mendengarkan semua perintah yang diberikan.
Aditya segera menutup pintu, dengan bertelanjang dada dia berlari kecil menuju ke tempat di mana kawan-kawannya berkelahi, setelah melihat Kirana tentunya.
Dita mulai meraih ritsleting jaket yang membungkus Kirana. Dengan perlahan dia membuka, tampaklah tanda merah yang banyak di dada sahabatnya. Dita memejamkan mata, tidak kuasa melihat kondisi sahabatnya.
“Dit, lo jijik ya.”
“Enggak Na, aku gak jijik. Cuma a-aku tidak tega melihatmu seperti ini, Na.”
Langsung saja Dita memeluk Kirana dengan erat, akhirnya kedua Sahabat itu sama-sama menangis.
Sementara itu di dalam rumah, masih berlangsung perkelahian antara kubu Alvin dan kubu Bima.
Aditya sampai di saat kedua temannya sedang mengikat Bima dan kawan-kawan. Wajah mereka juga babak belur, dan dia melihat Alvin membabi buta menyerang Riko, karena telah berani menyentuh adik semata wayangnya.
Aditya mendekati Alvin berusaha melepaskan Alvin dari tubuh Riko, karena dia melihat lawan Alvin sudah tidak berdaya. Butuh usaha keras untuk melepaskan Alvin. Satu-satunya jalan dia menendang Alvin hingga tersungkur ke samping.
“Gila lo, Dit. Teman sendiri lo hajar!” sungut Alvin protes.
“Lo, gak lihat lawan lo sudah seperti itu.” Ucapnya sambil mengarahkan dagu ke Riko yang sudah bersimbah darah di bagian wajahnya.
“Biar mam pus sekalian.”
“Kalau lo membunuhnya, lo tak ubahnya seperti mereka yaitu binatang. Biarkan hukum yang bertindak, sekarang tugas lo menjebloskan mereka ke dalam penjara. Jika kamu membunuh dia, bakal jadi bumerang bagimu.”
Alvin berpikir sejenak, kemudian mencoba berdiri. Karena tenaganya sudah habis terkuras, dia kembali terjatuh. Perlahan Aditya melangkahkan kakinya melewati tubuh Riko yang tergeletak di lantai untuk membantu Alvin berdiri.
Aditya mengulurkan tangan untuk membantunya berdiri dan langsung disambut Alvin. Setelah Alvin berdiri, Aditya berbalik menuju Riko yang masih tergeletak dilantai.
Membalikkan tubuh Riko dengan kakinya, kemudian menarik tangannya ke belakang lalu mengikatnya menggunakan sapu tangan yang dia keluarkan dari saku belakang celananya.
Setelah selesai dia berdiri untuk memindahkan Riko untuk dijadikan satu bersama ketiga temannya yang lebih dulu diikat.
“Jangan ambil baju adikmu, Vin.” cegah Aditya saat melihat Alvin akan mengambil baju adiknya yang tergeletak dilantai.
“Kenapa?”
“Sebentar lagi polisi datang, dan itu merupakan barang bukti. Apa kamu mau ikut dijadikan tersangka karena ada sidik jarimu di sana.”
Akhirnya Alvin paham, dia berjalan mendekati Aditya kemudian membantunya menyeret Riko.
Tidak lama kemudian para polisi masuk ke dalam, mengamankan barang bukti dan membawa pelaku ke kantor polisi. Sedangkan Alvin, Aditya, dan kedua temannya ikut digiring ke kantor polisi untuk diminta keterangan terkait perkelahian ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments