Bab 2

XII IPA 1

“Pak Yusuf hari ini tidak masuk, jadi ini tugas dari beliau, jam pertama, kan? ” papar seorang wanita paruh baya sambil memberikan selembar kertas.

Kirana mengangguk, menerima kertas tersebut, lalu membacanya sekilas.

“Hari ini guru yang tidak masuk ada dua. Dan juga, nanti ada tamu dari dinas. Jadi saya tidak bisa mengisi jamnya Pak Yusuf,” jelasnya. “oh ya, Kirana. LKS tolong di bawa sekalian, dan ibu minta jangan ramai.”

“Baik, Bu. Saya izin pamit undur diri.”

“Silakan, sebentar lagi bel masuk. Saya juga mau mengajar.”

Kirana melipat kertas yang tadi di berikan guru piket lalu memasukkan ke dalam kantong baju kemudian melangkah ke arah meja Pak Yusuf yang ada di pojok ruangan untuk mengambil buku LKS.

Setelah memastikan tidak ada yang tertinggal, dia beranjak pergi dari ruang guru menuju kelasnya.

Ya, yang memanggilnya adalah guru mata pelajaran biologi yang sedang piket hari ini. Setelah keluar dari ruang guru, Kirana berjalan menyusuri koridor kelas. Karena bel masuk belum berbunyi, jadi masih ada murid-murid yang bercanda.

Waktu berbelok akan menaiki tangga, dia dikejutkan dengan tepukan dibahunya.

“Dor! Bawa apa, Neng?” seseorang mengagetkannya dari belakang.

“Kampret, Lo. Bikin kaget saja,” sungut Kirana.

"Sudah tahu bawa buku, pakai tanya segala. Bantu bawa kek, tekek kek.” Kirana mulai menggerutu sambil mengangkat kedua lengan karena menopang setumpuk buku dan mulai terasa pegal.

“Dih ogah, deritamu kali. Aku duluan ya, dada. Selamat berolahraga.” Ejek temannya sambil berlari menaiki dua anak tangga sekaligus.

“Oi, Dit, Dita, bantuin Dit. Awas kamu ya!” teriak Kirana nyaring.

Setelah sampai di anak tangga paling atas, Dita menjulurkan lidah untuk mengejek Kirana. Lalu melanjutkan jalannya menuju kelas.

Kirana tersenyum dan menggelengkan kepala melihat tingkah konyol sahabatnya. Sahabat yang dia punya dari masa putih biru hingga saat ini. Seorang gadis tangguh produk dari perceraian.

Orang tuanya bercerai saat dia masih sekolah dasar. Sekarang dia tinggal dengan nenek dari pihak ibunya. Dita tidak ingin ikut ayah maupun ibunya, karena kedua orang tuanya masing-masing sudah menikah lagi dan memiliki anak dari pernikahannya.

‘Aku lebih memilih hidup susah dengan orang yang menyayangiku daripada hidup mewah tanpa ada cinta dan kasih sayang'

Ucapan Dita yang masih diingatnya sampai saat ini, waktu perkenalan pertama kali pada masa orientasi siswa, waktu sekolah putih biru.

Semua kelas tiga di tempatkan di lantai dua. Ada 4 kelas, dan kelas XII IPA 1 berada paling pojok. Kirana sedikit mempercepat langkahnya karena bel masuk sudah berbunyi.

Kirana masuk kelas di sambut dengan tingkah teman-temannya yang absurd. Ada yang tidur, ada yang main bareng di pojok, saling cerita , tik tok, dan melakukan siaran langsung tutorial make-up lewat Instagram.

Meletakkan buku di meja guru, mengambil kapur kemudian mengambil kertas yang dikantongi tadi lalu lanjut menulisnya ke papan tulis, setelah selesai dia mengambil penghapus dan memukulkannya ke papan untuk menarik atensi teman-temannya.

Setelah tenang dan perhatian warga kelas tertuju kepadanya, baru dia berkata, “Pak Yusuf gak masuk, dan ini tugasnya. Kalian semua punya kaki, jadi, LKS ambil sendiri-sendiri,” jelasnya sambil berkacak pinggang. “silakan lanjutkan apa yang tertunda!”

“Elah, sue lo Ketu. Gagal kan siaran Gue!” protes Angel si ratu sosial media.

“Ketu kampret, enak-enak mimpi di samperin Angelina Jolie, malah di bikin kaget,” kali ini Andika si tukang molor yang protes.

Dan masih banyak lagi protes yang dilayangkan teman-temannya. Kirana tidak menggubris, dia tetap berdiri di depan sambil bersedekap dan memendarkan pandangannya ke penjuru kelas, mengabsen teman-temannya.

Meskipun begitu, mereka patuh akan perintah Kirana sang ketua kelas. Satu persatu maju untuk mengambil buku yang ada di atas meja kemudian kembali ke bangku masing-masing dan mulai mengerjakan tugas yang ada di papan tulis.

Setelah memastikan teman-temannya mengerjakan tugas, barulah dia berjalan menuju ke bangku yang berada di deret ke tiga lurus dengan meja guru.

Kirana mendudukkan bokongnya di kursi sebelah Dita, mengeluarkan buku kemudian mulai menulis.

Warga kelas tahu tabiat sang ketua, kalau dipersilakan itu berarti sebuah larangan. Jadi apa yang di ucapkan ketua kelasnya tadi di depan adalah larangan untuk tidak berbuat onar.

Hening, hanya ada suara goresan pena dan lembaran buku yang dibuka. Inilah yang disuka oleh para guru, meskipun jam tidak ramai. Ketegasan ketua kelas juga patut diacungi jempol. Kelas 3IPA4 terkenal murid yang paling aneh. Otak anak IPA tapi kelakuan seperti anak IPS.

Moto mereka ‘belajar, main dan tidur' dan itu di terapkan di kelas, aneh bukan? Tapi itulah mereka, meskipun mereka bertindak sesuka hati tapi prestasi yang ditorehkan tidak main-main.

Merasa ada pergerakan dari kursi sebelah, Kirana menoleh. Terlihat Dita yang duduknya tidak tenang, dan bibirnya meringis seperti menahan sakit. Mata Kirana tertuju ke arah tangan Dita yang memegang perutnya dengan erat.

“Perut kamu, sakit?”

“He'em, lagi ‘m'. Padahal belum tanggal untuk keluar.”

“M?”

“Iya, menstruasi.”

Kirana diam mencerna apa yang diucapkan Dita. Menstruasi? Apa itu menstruasi? Banyak sekali tanya di pikirannya. Kenapa sampai sekarang aku belum merasakan apa itu... Menstruasi

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!