Bab 4

Rapat Mapala

‘Sahabat yang berdiri di samping kita untuk mengulurkan tangan dikala susah, itulah yang dinamakan sahabat sejati'

*

Lonceng tanda istirahat terdengar di kejauhan.

Bu Anjani, guru kimia mulai membereskan meja sambil berkata, “Baik anak-anak. Berhubung bel sudah berbunyi, saya akhiri sampai di sini. Pelajari teori redoks dan elektrokimia, minggu depan Ibu akan mengadakan tes.”

“Baik, Bu,” ucap seluruh siswa.

Setelah berkata demikian, Bu Anjani berdiri kemudian beranjak meninggalkan kelas.

Belum sampai tas tertutup sempurna, tangan Kirana sudah di tarik Dita untuk segera keluar.

“Eh, eh, bentar napa, Dit.”

“Lelet, Lo. Lapar tahu, aku tadi cuma sarapan roti sama susu. Semalam ngedrakor sampai pagi, jadi terlambat bangun.”

“Rasain.”

“Bodo.”

Dua sahabat itu berjalan menyusuri koridor kelas yang ramai siswa-siswi yang mau turun menuju kantin sekolah.

Menuruni tangga kemudian berbelok ke arah kanan melewati laboratorium, ruang komputer, ruang BK dan ruang UKS. Kemudian berbelok ke kiri tepat berada di belakang ruang kelas satu.

Kantin dengan konsep pedagang kaki lima. Ada empat gerobak makanan dan dua gerobak menjual minuman.

Dita langsung menuju antrean bakso sedangkan Kirana mencari tempat duduk, sambil membawa dua gelas es teh manis yang dibelinya sebelumnya.

Setelah sepuluh menit Kirana menunggu, datanglah Dita dengan nampan berisi dua mangkok bakso. Seperti biasa Dita membeli porsi jumbo untuk dirinya sendiri, kemudian duduk di depan Kirana. Kirana hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan sahabatnya.

“Dit,” panggil Kirana.

“Ya,” jawab Dita singkat karena sedang menuang sambal yang sangat banyak.

“Lo, kalau makan banyak, tapi kok enggak gemuk-gemuk ya? Ke mana tuh lemak?”

Dita berhenti sejenak, menundukkan kepala melihat tubuhnya. Kemudian mengangkat bahu sambil berkata, “Entah, coba tanya sama rumput yang bergoyang.”

“Aduh, sakit Na,” Dita mengaduh sambil mengelus pundaknya yang terasa sakit karena Kirana memukul pundaknya.

Setelah memukul Dita, Kirana juga mulai makan bakso yang sudah dipesankan Dita.

“Dit, lo ikut naik ya.”

“Kapan?”

“Bulan depan mungkin. Sama mapalanya Bang Alvin.”

“Boleh, atur saja.” Jawabannya sambil mengunyah.

Kirana sudah selesai, sambil menunggu Dita, dia mulai mencari informasi di halaman pencarian pintar gawainya.

“Alhamdulillah,” ucap Dita sambil bersendawa dengan kerasnya.

“Jorok lo, Dit. Ditutup mulutnya oon, jaim dikit gitu. Ini mah malah ngablak.”

Dita hanya tertawa tanpa tersinggung sama sekali dengan ucapan Kirana.

“Ya, ini lah gue. Buat apa jaim segala. Kalau memang ada yang suka, ya, harus menerima aku apa adanya, bukan ada apanya.”

“Memang ada yang mau sama, Lo?”

“Kagak tahu,” jawab Dita sambil tertawa. Mau tak mau Kirana ikut tertawa melihat kekonyolan sahabatnya.

“Yuk, kembali ke kelas. Mau molor sebentar.”

Kirana mengangguk, lalu mereka berdua berdiri dan berjalan meninggalkan kantin menuju kelas setelah menumpuk mangkuk dan mengelap meja menggunakan tisu.

**

“Begini, saya minta pendapat kalian karena bulan depan saya merencanakan ada kegiatan naik ke Gunung Merbabu yang bekerja sama dengan Mapala Universitas Indonesia yang di pimpin oleh Kak Ganendra.”

“Wah, menarik.”

“Boleh, bagus itu.”

Dan masih banyak lagi suara yang mendukung kegiatan yang di rencanakan Kirana. Ya, saat ini Kirana berada di ruang ekstrakurikuler.

Yang ikut ekstrakurikuler sekitar dua puluh orang siswa-siswi. Yang didominasi kelas satu, kelas tiga hanya lima siswa-siswi. Karena yang berpengalaman kelas tiga diminta untuk mendampingi anggota. Dita tidak ikut masuk ekstrakurikuler, tetapi setiap ada kegiatan Dita selalu diajak Kirana. Alasannya, orang tua Kirana merasa aman kalau Kirana ada teman yang dikenal baik oleh mereka berdua.

Tadi waktu habis dari kantin, dia memberi informasi lewat pesan grup untuk berkumpul di ruang ekstra habis pulang sekolah.

“Tapi masalahnya yang kelas tiga sudah tidak boleh ada kegiatan Kirana,” kali ini Erik yang bersuara.

“Iya memang betul, Rik. Sebentar lagi Pak Setiawan ke sini untuk membicarakan masalah ini,” jawab Kirana.

Baru saja Kirana selesai berbicara terdengar suara pintu diketuk.

“Siang anak-anak, maaf bapak terlambat,” sapa seorang pria yang ternyata bernama Pak Setiawan, pembimbing ekstrakurikuler Pecinta alam.

Dan dimulailah musyawarah untuk mengambil keputusan. Di mana antusias mereka untuk ke Gunung Merbabu sangat tinggi tetapi terkendala peraturan yang ada.

“Baiklah, kita sepakati untuk tetap naik, dengan catatan Bapak Kepala sekolah memperbolehkan. Dan jikalau tidak boleh, maka batal rencananya.” Putus Pak Setiawan. “dan itu tugasmu Kirana sebagai ketua di sini untuk membuat proposal.”

“Baik, Pak. Akan segera saya buat.”

“Bagus, kalau begitu kita akhiri pertemuan kali ini. Setelah ada keputusan baru kita rapat kembali.”

“Baik, Pak,” jawab mereka serempak.

“Kalau begitu kalian boleh pulang.”

Semua membubarkan diri. Keluar ruangan dengan tertib, dan menuju ke rumah masing-masing.

Kirana berjalan seorang diri, tanpa Dita di sampingnya, karena sudah pulang dulu. Kirana berjalan menuju pintu gerbang sekolah, menunggu jemputan sang kakak.

Terpopuler

Comments

♥️💕 MomSha 🌹🌹💕❤️

♥️💕 MomSha 🌹🌹💕❤️

cerita sehari2 anak sekolah.😊

2022-10-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!