Bab 11

Sindrom MRKH

“Begini Pak, Bu, Mbak Kirana. Setelah pemeriksaan internal dan pemeriksaan lainnya, bisa disimpulkan bahwa Mbak Kirana menderita Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser atau yang lebih populer dengan sebutan MRKH Syndrome.”

Kirana tersenyum kecut, karena dia sudah menduga akan mendapat kabar seperti ini. Sedangkan kedua orang tuanya sangat hanya diam karena tidak tahu syndrom apa itu.

“Penyakit apa itu, Dok?” tanya Pak Hadi karena masih awam mengenai istilah tersebut.

“Mayer-Rokitansky-Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser (MRKH) Syndrome, adalah sebuah syndrome di mana tidak sempurnanya saluran mullerianus. Saluran tersebut merupakan bagian awa terbentuknya rahim yaitu terdiri dari rahim, leher rahim, saluran tuba falopi, serta bagian atas ******. Atau bisa disebut dengan tidak mempunyai rahim.”

Bagai petir disiang bolong, orang tua Kirana terkejut bukan main. Melisa sampai menutup mulutnya karena keterkejutannya. Sedangkan Kirana hanya diam.

“Mak-maksud Anda, anak saya tidak punya rahim alias mandul?” tanya Hadi tergagap.

“Putri Bapak memang tidak memiliki rahim, tapi masih mempunyai indung telur jadi bisa berovulasi.”

“Maaf, Dok. Bisa jelaskan lebih detail lagi? Masalahnya kalau misalnya ini penyakit bawaan, di dalam keluarga besar kami tidak ada yang mempunyai penyakit seperti ini. Kalau lama punya anak memang ada. Ta-tapi ini baru pertama, Dok,” kali ini Melisa yang bertanya.

“Untuk masalah kelainan ini para peneliti masih meneliti secara serius karena masih belum diketahui secara pasti. Karena MRKH Sindrom ini merupakan kondisi di mana organ yang membentuk rahim, tuba falopi ****** bagian atas tidak terbentuk sempurna. Sindrom ini ada dua macam, yang pertama seperti yang saya sebutkan tadi dan yang kedua di mana pasien tidak hanya rahimnya tidak ada tapi bisa merambat ke organ lain. Seperti ginjal, liver bahkan jantung.”

“Sampai separah itu, Dok? Terus anak saya berada di mana? Satu apa dua.”

“Untuk kondisi Mbak Kirana ini berada di fase yang pertama, Pak. ****** tidak terlalu dalam, tidak mempunyai rahim dan saluran tuba, tapi masih punya indung telur.”

“Apa ada obatnya, Dok. Supaya bisa sempurna seperti organ lain?”

“Untuk obat tidak ada, Pak, Buk. Yang bisa kita lakukan adalah lewat jalur operasi.”

“Bisa kembali normal, Dok?

“Operasi bisa dilakukan satu kali, untuk pelebaran ******. Dan jika memang ingin mempunyai anak, bisa melakukan metode ibu pengganti atau kalau tidak mau dengan cara ibu pengganti bisa dengan mencarikan rahim yang cocok buat Mbak Kirana, jadi Mbak Kirana bisa memiliki anak dengan cara donor rahim. Namun, di negara kita donor rahim tidak diperbolehkan, Pak, Bu.”

“Kalau Ibu pengganti itu bagaimana, Dok?” kali ini Kirana yang bertanya.

“Mbak Kirana masih mempunyai sel telur, jadi nanti ****** suami Mbak kita suntikan ke sel telur Mbak Kirana. Kalau sudah terjadi pembuahan, kita pindah ke rahim ibu pengganti. Istilahnya pinjam tempat, tapi anak tersebut tetap anak biologis Mbak Kirana dan suami.”

“Kalau operasi ******, Dok?” tanya Melisa lagi.

“Operasi ****** bertujuan untuk memperlebar ****** putri Bapak, Ibu, tetapi operasi tersebut dilakukan jika akan menikah, karena untuk mengetes ****** Mbak Kirana. Pelebaran ****** bisa juga lewat terapi.”

“Bagaimana, Dok?” tanya mereka serentak.

Dr. Hanna tersenyum melihatnya.

“Sama seperti operasi, Pak, Buk, Mbak. Cuma terapi ini menggunakan alat yang disebut dilator ******. Jadi alat tersebut dimasukkan ke dalam ******, dan perawat akan mengecek dan mengawasi penggunaan alat ini. Dan akan dihentikan jika ****** sudah mendapatkan ukuran normal.”

Mereka bertiga diam, menyimak dan mencerna semua informasi yang diberikan Dr. Hanna. Apalagi Kirana, hancur sudah impiannya dimasa mendatang. Kirana seperti orang linglung, berdiam diri dengan pandangan mata yang kosong.

“Begini, kalau boleh kasih saran, untuk mendapatkan anak. Tidak harus inseminasi buatan atau donor rahim, banyak cara Pak, Buk, Mbak. Bisa adopsi anak atau yang lainnya. Tidak hanya Mbak Kirana yang mengalami kondisi seperti ini, banyak pasien di luar sana yang menderita sindrom ini bisa bahagia dengan pasangan, dan ada juga yang mengadopsi anak.” Lanjut Dr. Hanna.

“Mbak Kirana tidak usah berkecil hati, tidak ada manusia yang sempurna. Jadi untuk saat ini saya tidak memberikan apa-apa, jika dilain waktu Mbak Kirana menginginkan salah satu metode yang saya sebutkan tadi, bisa hubungi saya. Bakal saya bantu Pak, Buk, Mbak.”

Setelah berkonsultasi panjang lebar, akhirnya Kirana dan Orang tuanya meninggalkan ruang praktik Dr. Hanna untuk pulang.

Terpopuler

Comments

꧁ッѕυℓιѕ༺૨૨Բ💙Ϙяƒ༻ッ꧂

꧁ッѕυℓιѕ༺૨૨Բ💙Ϙяƒ༻ッ꧂

Banyak bintang nya🤭

2022-09-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!