Bab 8

Tragedi Meja Makan

Merasa tidurnya terganggu dengan suara berisik, Kirana perlahan membuka matanya. Menajamkan pendengaran untuk memperjelas suara keributan yang suaranya bisa sampai ke kamarnya.

‘Haish, mereka berdua kalau sudah ketemu kayak Tom Jerry saja' Batin Kirana.

Menggeliat pelan sambil mengumpulkan nyawa, tidak sengaja indra penciuman menangkap aroma segar makanan favoritnya. Segera dia mengedarkan pandangannya dan netranya menangkap sebuah mangkuk yang tergeletak di atas meja. Langsung saja ia duduk dan berdiri menghampiri mangkuk tersebut.

Sementara itu di bawah tercipta kegaduhan yang ditimbulkan oleh Alvin dan Dita yang mempermasalahkan semangkuk asinan leci.

“Bang Al, jangan di makan, itu punyaku. Kan masih ada yang nanas, Bang.” Dita berusaha mengambil mangkuk yang diambil Alvin.

“Salah sendiri dianggurin, dan aku enggak suka nanas aku Cil,” jawab Alvin sambil terus memakan asinan.

Dita tidak berhasil mengambil mangkuk karena kalah kuat, dia hanya berdiri si sebelah Alvin menatap horor mangkuk yang isinya tinggal beberapa suap lagi.

“Aku tadi pergi ke taman untuk menemui Bunda setelah menaruh asinan ke mangkuk. Lagian, Abang masuk gak kasih kabar sih, tahu gitu aku makan dulu tadi.”

“Cil, enak sekali, sueger,” kata Alvin sambil mengelus lehernya, mengabaikan alasan Dita.

Alvin gencar menggoda, sedangkan Dita, melihat Alvin makan dengan nikmatnya membuat lehernya naik turun menelan ludah.

“Bang, sisain sedikit, dong,” pinta Dita.

“Ogah, beli lagi sono!”

“Astaga, kalian berdua ya. Tiap ketemu ada saja yang diributkan, nanti Mama nikahkan kalian berdua, loh,” ujar Melisa yang datang sambil membawa mangkuk yang berisi asinan bengkuang.

Alvin tersedak sampai merah mukanya, sedangkan wajah Dita tambah memelas mendengar perkataan Melisa.

“Jangan, Ma. Kalau Mama nikahkan Abang sama Dita, aduh ponakanku nanti bakal pecicilan,” sahut Kirana yang entah kapan sudah berada di bawah.

“Nah, bener apa kata Kirana, Ma. Ogah nikah sama bocil, mending Sherly ke mana-mana, Ma.” Masih dengan terbatuk sambil memukul pelan dadanya untuk mengurangi rasa sakit akibat tersedak.

“Dih, pd amat, siapa juga yang mau sama kamu, Bang. Kak sherly saja yang terpaksa suka sama Abang.” Dita tidak Terima kalau dibandingkan, meskipun begitu dia tidak tega melihat Alvin tersedak hingga batuk. Dita mengulurkan gelas yang berisi air untuk diminum Alvin, dan diterima oleh Alvin kemudian dihabiskan dalam waktu sekejap.

“Enak saja, justru Sherly yang bersyukur dapat cowok yang tampan memesona macam aku ini.” Alvin mulai ujuk gigi, setelah minum air yang diberikan Dita tadi.

“Haduh, sudah, sudah, stop! Pusing Mama lihat kalian berdua.” Putus Melisa. “kamu Vin, kenapa langsung makan, kok enggak izin sama Dita?”

“Alvin enggak tahu kalau si bocil ke sini. Lihat ada asinan ya aku makan saja,“ ujar Alvin mengelak.

“Bocil, bocil, namaku Dita, Bang. Dan aku udah gede gak bocil lagi!” protes Dita tidak terima.

Kirana yang duduk di hadapan kakaknya, hanya menyimak sambil makan asinan mangga kesukaan.

“Eh, eh, apa-apaan sih, Dit,” kali ini Kirana yang protes karena mangkuk yang ada di meja direbut Dita. Dia tidak menyadari kalau Dita sudah berdiri di sebelahnya, padahal beberapa detik lalu masih berada di sebelah abangnya.

“Aku minta!” jawab Dita dengan muka masih di Teluk, kemudian duduk di kursi kosong sebelah Kirana. Tak hanya mangkuk, Dita juga merebut sendok yang dipegang Kirana kemudian mulai memakan asinan mangga yang tinggal separuh.

Hening, hanya ada suara denting sendok berasal dari Dita. Tanpa Dita sadari tiga pasang mata melihatnya secara intens.

Menyadari suasana yang tiba-tiba sepi, Dita mengangkat kepalanya. Dilihatnya satu persatu orang yang ada di depan dan sampingnya.

“Apa? Ada apa? Kenapa kalian melihatku seperti itu?” tanya Dita.

“Cil, lo itu lucu. Ternyata lo bisa diem juga ya, tapi aneh, diemnya kok pas makan saja.” Alvin mulai membuka suara setelah beberapa menit diam melihat Dita makan.

“Yang namanya makan itu ya, harus diam, Bang. Tidak baik makan sambil bicara,” terangnya, kemudian melanjutkan makan. “enggak seperti Bang Al, isinya ngomong terus, kalau Dita main ke sini dijahili mulu, enggak ca....”

“Makan tuh kue.” Ucapnya sambil memasukkan sepotong kue ke mulut Dita, setelah itu berdiri dan berlalu dari meja makan.

Dita langsung diam setelah menerima sepotong kue yang dimasukkan ke mulutnya, mengunyahnya sambil merasakan rasa kue tersebut.

‘Kak Alvin jahat, padahal dia tahu aku alergi ikan, kenapa aku dikasih ini kue. Aku lupa enggak bawa obat lagi' batin Dita.

Mau di keluarkan tidak enak sama Bunda dan Kirana, jadi dia tetap mengunyah dan menelannya. Setelah itu dia menghabiskan asinan yang tinggal sedikit.

Melisa juga masih berada di meja makan duduk menunggu keduanya. Karena asinan punya Kirana dimakan Dita, Melisa memberikan bagiannya kepada putrinya.

Ketakutan Dita terbukti, kulitnya mulai terasa panas.

‘Mumpung belum parah aku pulang saja' batinnya.

Setelah suapan terakhir, dia bergegas membereskan mangkuk-mangkuk yang ada di meja.

“Kok buru-buru, Sayang? Mumpung hari ini libur, nginep ya? Besok berangkat kerjanya dari sini saja,” tanya Melisa yang melihat Dita membereskan mangkuk lalu membawanya ke belakang. “terus, itu muka kenapa merah?”

“Dita pulang saja Bunda, kapan-kapan nginepnya.” Jawabannya sambil berjalan ke belakang sambil membawa mangkuk kotor.

“Ma, Abang kasih Dita kue yang mana?” tanya Kirana yang menyadari muka dan tangan sahabatnya memerah.

Melisa ikut melihat tiga piring-piring kue yang tersaji di meja.

“Sepertinya empek-empek ini, deh, lihat ini ada bekas potongan–nya. Ya ampun Alvin!! Kamu sengaja apa gimana!” teriak Melisa nyaring.

“Ada apa, Bunda?”

“Ada apa, Nyonya?

Dita, Mbok Darsi datang tergopoh-gopoh setelah mendengar suara nyaring Melisa, sedangkan Kirana menutup kedua telinganya.

Melisa langsung menghampiri Dita, memeriksa wajahnya kemudian tangannya.

“Ayo, Bunda antar ke Dokter. Maafkan Abangmu ya Sayang, Keterlaluan banget si Alvin.”

“Enggak Bunda, Dita pulang saja. Obat alerginya masih ada, hehe, ini tadi lupa bawa,” jawab Dita sambil cengengesan.

“Betul?” Melisa memicingkan mata, mencari kebohongan lewat mata Dita.

“Iya, Bunda, aku enggak bohong. Sudah ya Bunda, aku pamit dulu.”

Sambil menahan rasa panas dan gatal, Dita berjalan ke arah Kirana, “Lo utang penjelasan padaku.” Dita berkata pelan supaya Melisa tidak mendengar, kemudian berbalik untuk berpamitan pada Melisa.

“Bunda, bisa minta tolong?”

“Apa?”

“Tolong jewer telinga Bang Al buatku ya, Bunda.” Pintanya.

“Beres, Sayang. Maaf ya,” ucap Melisa sambil mengelus lengan Dita. “Mbok, tolong Pak Bas antar Dita pulang.” Perintah Melisa karena melihat wajah Dita yang semakin memerah.

“Tapi, Bun.”

“Tanpa bantahan!” tegas Melisa.

“Betul kata Nyonya, Non. Nanti malah enggak fokus nyetir loh,” Darsi ikut angkat bicara.

Dita hanya mengangguk, mengiyakan. Kemudian dia berbalik berjalan di belakang Darsi, lewat ekor matanya dia bisa melihat wajah sahabatnya berubah pias.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!