Setelah kepergian bang Agus, aku kembali merebahkan diri di atas sofa sambil memijat kepala yang mulai terasa berdenyut.
Sebelum bang Agus datang, yang sakit hanya betis ku saja. Setelah bang Agus datang, yang sakit malah semakin bertambah yaitu kepala ku.
"Hufff, kalau sudah ada masalah dan pikiran ya pasti gini ini, penyakit pun berdatangan," gumam ku menghela nafas berat.
"Ini kepala kenapa sih? Pake acara nyut-nyutan segala. Gak tau apa, kalo aku lagi pening mikirin si botak, mikirin si Yuni, mikirin orang-orang yang blom pada bayar utang? Belom lagi mikirin si kulkas dua pintu bang Darma," gerutu ku.
"Lama-lama, bisa ikutan botak juga nih kepala, gara-gara pikiran yang seabrek-abrek kayak gini," lanjut ku sambil terus memijat-mijat kepala.
Baru saja menenang kan pikiran sejenak, masalah baru pun muncul lagi.
"Assalamualaikum, buk." Salam Yuni sembari melangkah masuk dan menyalami ku.
"Ada perlu apa lagi si Yuni kesini? Dia kan udah ngambil uang bulanan nya kemaren?" batin ku heran.
"Wa'laikum salam, sendirian aja Yun?" tanya ku basa-basi.
Karena biasa nya, dia selalu datang bersama teman tomboi nya itu. Tapi kali ini, dia datang sendirian.
"Gak, buk. Yuni sama mamak," jawab Yuni lalu mendudukkan tubuh nya di atas sofa.
"Mau ngapain mamak mu kesini?" tanya ku penasaran.
"Entah, kata nya mau ngomong sama ibuk," jawab Yuni sembari menggendik kan bahu nya, tanda tidak tahu.
Aku diam setelah mendengar jawaban dari Yuni. Tak lama kemudian, ibu Yuni alias mantan istri bang Darma pun datang, dan berdiri di depan pintu sambil marah-marah pada ku.
"Udah merasa hebat, kau ya? Berani kali kau marah-marah sama anak ku. Siapa kau rupa nya, hah? Berani-beraninya kau memarahin anak ku?" pekik ibu Yuni sambil berkacak pinggang di pintu.
Aku yang mendengar suara nya pun langsung bangkit dari sofa, dan berjalan mendekati nya. Langsung naik pitam ku, setelah mendengar makian nya.
"Woy, setan! Kalau sampai kau berani masuk ke rumah ini, maka jangan salahkan aku, kalau asbak kaca ini akan melayang ke kepala mu itu!" pekik ku tak mau kalah.
Aku tidak terima jika ada yang memaki-maki ku seenak jidat nya, termasuk mantan istri bang Darma.
"Emang kenapa kalau aku marah sama anak mu, hah? Wajar lah aku marah, karena kau sudah lancang menjual barang yang bukan hak mu," ujar ku dengan lantang, sambil bersedekap melipat kedua tangan ku di atas perut.
"Dasar, perempuan edan! Barang itu bukan kau yang beli ya, berani-beraninya kau menjual barang orang lain. Udah kere kali kau rupa nya, hah?" oceh ku lagi.
Bukan nya merasa bersalah dan meminta maaf, ibu Yuni malah semakin menjadi-jadi dengan ucapannya.
"Suka-suka aku lah. Mau aku jual kek, mau aku buang kek, mau aku pakai kek. Itu bukan urusan mu!" balas ibu Yuni tak kalah lantang nya.
Mata ku langsung terbelalak lebar, saat mendengar perkataan wanita ular yang sedang berdiri di depan ku itu. Dengan tatapan sinis, aku pun melanjutkan ocehan ku kembali.
"Maka nya, kalo punya otak itu di pake. Jangan di simpan dalam kantong celana. Aku heran, masih ada ya manusia yang gak tau diri dan gak tau malu kayak kau ini," maki ku pada ibu Yuni.
"Emas itu milik Yuni. Jadi, apa pun barang milik Yuni, itu berarti milik ku juga. Dan kau, kau gak berhak untuk mengatur-ngatur kami. Kau itu cuma ibu tiri, kau gak pantas marahin anak ku, paham!" balas nya.
"Dasar, perempuan gak waras. Pantas aja bang Darma menceraikan mu. Tingkah mu itu sangat memalukan, mata duitan, gak tau malu, gak tau diri lagi. Udah salah malah ngotot pulak. Anda sehat?" omel ku sembari tersenyum miring meledek nya.
Yuni hanya berdiam diri di tempat duduk nya. Dia terus melihat ku dan ibu nya beradu mulut. Di kira nya lagi nonton layar tancap kali yak?
"Heh, perempuan gila! Enak aja muncung mu itu bilangin aku gak waras. Asal kau tau ya, bukan Darma yang ninggalin aku, tapi aku lah yang meninggalkan dia. Aku yang menceraikan nya, aku yang mencampakkan lelaki gak berguna itu!" jelas ibu Yuni.
"Lelaki dingin dan kaku kayak dia itu, memuaskan batin ku aja dia gak mampu. Dia itu gak ada guna nya untuk ku. Paham, kau!" pekik ibu Yuni lagi.
"Oh, ya? Apa aku gak salah dengar? Mana pernah dia dingin, dia hangat kok. Bahkan dia sangat romantis dengan ku. Hampir setiap malam dia memberikan nafkah batin nya pada ku. Dia sangat memuaskan hasrat ku, dia lelaki yang sangat sempurna bagi ku," ucap ku santai.
Aku sengaja mengatakan hal itu, agar ibu Yuni tidak semena-mena menghina suami ku.
"Mungkin, bang Darma gak selera lihat badan mu yang bau, dekil, kumel, jorok, banyak koreng nya di mana-mana. Atau mungkin, itu mu udah lebar kayak sumur bor. Maka nya bang Darma enggan menyentuh mu, hahahaha!"
Aku tertawa terpingkal-pingkal, melihat wajah nya yang berubah semakin memerah karena mendengar ejekan kan ku barusan.
"Kurang ajar kau ya! Berani-beraninya kau ngata-ngatain aku, hah! Yang bau dan korengan itu badan mu, bukan badan ku," bantah ibu Yuni.
Aku tidak menggubris perkataan nya. Aku hanya tersenyum miring sambil bersidekap di hadapan nya.
"Awas, kau ya! Kalau sekali lagi kau memarahi anak ku, aku akan menghajar mu habis-habisan, ingat itu!" lanjut ibu Yuni dengan penuh peringatan.
"Hahahaha, kau pikir aku takut dengan ancaman receh mu itu? Kita sama-sama mantan nakal, sama-sama makan nasi. Buat apa aku harus takut dengan ancaman receh kayak gitu?" ucap ku lantang.
"Kecuali, makanan mu itu batu, kayu, besi. Naahh, kalau itu sih aku pasti takut dengan mu. Lah ini, sama-sama makan nasi aja kok takut? Hahahaha," ucap ku kembali tertawa terbahak-bahak.
"Kurang ajar kau, bangs*t! Lihat aja nanti, apa yang akan aku lakukan pada mu. Kalau sampai aku dengar kau memarahin anak ku lagi, jangan salah kan aku, kalau aku akan berbuat nekat dengan mu, camkan itu baik-baik!" ancam nya lagi.
"Aku gak takut, aku tunggu ancaman mu itu. Sekarang kau boleh pergi dari rumah ku. Sebelum aku siram kau pakai air bekas cucian piring ku!" usir ku sambil menunjuk ke arah luar.
"Kau ingat kata-kata ku ini, ya! Aku gak pernah main-main dengan ucapan ku," balas nya lagi.
"Silah kan aja, aku tak akan gentar menghadapi ulat bulu kayak kau itu," ujar ku tak mau kalah.
"YUNI, ayok kita pulang!" teriak Dina memanggil anak nya untuk keluar dari rumah kami.
"IYA, MAAK!" jawab Yuni lalu berjalan keluar dan menghampiri mak lampir nya.
"Ayo kita pulang!" ajak Dina sembari menarik kuat tangan Yuni menuju motor nya.
Aku hanya tersenyum, dan masih tetap bersedekap santai, melihat kelakuan anak beranak yang ada di hadapanku itu.
"Dasar, perempuan gak waras," gumam ku sambil terus memandangi kepergian mereka berdua.
Setelah selesai bernostalgia bersama mantan istri dari suami ku, aku pun kembali menjatuh kan diri di atas sofa panjang, dan kembali memijat-mijat kening ku.
"Aku tidak habis pikir dengan sikap Yuni. Dia mengadukan semua nya kepada ibu nya. Dia itu sudah dewasa, seharusnya dia bisa berpikir mana yang baik dan mana yang buruk," batin ku heran.
"Aku jadi ilfil dengan sikap Yuni yang tukang mengadu domba seperti itu. Apa dia senang, melihat aku dan ibu nya berantem. Apa dia bahagia, mendengar kami berdua saling mencaci maki," lanjut ku.
"Ah, entahlah. Yang pasti nya, rasa sayang ku kepada Yuni, anak tiri ku itu semakin berkurang karena sikap nya. Aku juga manusia biasa, punya batas kesabaran, punya perasaan, punya hati nurani dan juga bisa sakit hati," tambah ku sambil terus memijat-mijat dahi yang semakin berdenyut nyeri.
"Jika kebaikan ku selama ini tidak ada artinya di mata Yuni, jadi untuk apa lagi aku berbuat baik pada nya?"
"Toh, dia tetap menganggap ku sebagai ibu tiri yang kejam juga. Atau malah, selama ini Yuni gak pernah menganggap ku ada. Dan mungkin juga, dia menganggap ku bukan siapa-siapa nya," batin ku terus menduga-duga tentang anak tiriku.
Semua prasangka buruk, bergelayut di dalam benak ku. Aku kesal, aku marah, aku benci. Aku muak berbuat baik pada Yuni. Apakah aku salah bila berpikiran demikian?
Kalau kebaikan kita selama ini tidak pernah di hargai sama sekali, mungkin bukan aku saja yang akan marah. Setiap orang pasti akan marah dan kecewa, bila merasakan hal yang sama seperti yang aku rasa kan saat ini.
*Seribu Kebaikan Akan Hilang Hanya Dengan Satu Kesalahan*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 242 Episodes
Comments
Jesi Jasinah
he..he..perang mulut
2023-05-11
0
AJ_86
😂😂😂😂 ngakak bued ....
2023-02-17
1