Setelah capek berkhayal dan bersantai di atas ranjang, aku segera bangun dan berjalan ke lemari pakaian. Aku mengambil dompet dan celengan yang di simpan dalam lemari itu.
Aku menghitung jumlah uang yang ada di dalam dompet. Ada lima ratus ribu, uang yang ada di dalam celengan ada empat juta lima ratus ribu. Jadi, total semua nya ada lima juta.
"Alhamdulillah cukup lah buat beli Perhiasan untuk anak bang darma."
Aku menyimpan uang itu kembali ke dalam dompet, dan memasukkan nya ke dalam laci meja di samping ranjang.
"Besok beli kan kalung sama anting-anting aja lah untuk si Yuni!" aku membaring kan diri ke atas ranjang.
*Tentang Anak Tiri ku Yuni*
Yuni itu, adalah anak bang darma dari istri pertama nya. Dia tinggal bersama ibu nya, dan kami memberikan biaya uang makan setiap bulan kepada nya. Usia nya, sekitar 17 tahunan kalau tidak salah.
Aku juga sering memberikan kebutuhan lain untuk Yuni. Seperti baju, sandal ,sepatu ,tas dan lain-lain. Belum lagi uang jajan nya. Seminggu sekali, Yuni pasti datang ke rumah bersama teman tomboi nya.
Alasan nya, karena suntuk di rumah. Padahal aku tau alasan utama nya itu, hanya ingin meminta uang jajan.
Tapi, dia tidak berani meminta langsung pada ku. Maka nya, Yuni beralasan suntuk dan ingin main ke rumah kami. Setiap mereka datang ke rumah, aku selalu menyuguhkan makanan dan minuman pada Yuni dan teman nya itu. Aku juga memberikan uang jajan, sebesar seratus ribu pada nya.
Uang jajan itu, tidak berpengaruh dengan uang bulanan yang kami berikan pada nya, sebesar lima ratus ribu setiap bulan nya. Kalau dalam sebulan dia datang ke rumah sebanyak empat kali, berarti uang jajan nya sudah berjumlah empat ratus ribu.
Ditambah, uang bulanan nya lima ratus ribu. Itu lah biaya untuk anak bang darma setiap bulan, yang harus kami tanggung.
Belum lagi, biaya untuk ultah Yuni setiap tahun nya. Dia pasti meminta uang, buat membeli kue dan juga meminta kado pada ku. Aku tidak masalah, dan aku juga tidak pernah protes pada bang darma untuk semua biaya anak nya itu.
Toh, bang darma juga memenuhi segala keinginan ku. Jadi, tidak ada alasan untuk aku menolak apa pun yang di minta oleh anak nya itu.
Kembali ke cerita awal, niat ku untuk membelikan Yuni perhiasan, akan aku utarakan setelah bang darma pulang nanti.
Sebenarnya, aku kasihan melihat Yuni yang tidak pernah memakai perhiasan apa pun. Tapi, aku juga tidak mau terlalu berlebihan memberikan uang pada nya.
Berhubung Yuni masih tinggal bersama ibu nya, yang mata duitan itu. Aku merasa tidak rela kalau sampai uang hasil keringat suami ku, di makan oleh mantan istri nya itu.
Tak terasa malam pun tiba, bang darma pulang dari bekerja dan langsung ke kamar mandi. Setelah selesai, dia segera masuk ke dalam kamar dan merebahkan diri nya di atas ranjang, sambil memainkan ponsel nya.
"Bang, besok kita ke toko emas ya. Aku ada niat mau belikan Yuni perhiasan!" aku duduk di sisi ranjang, tepat di samping bang Darma yang lagi berbaring.
"Untuk apa belikan dia emas? nanti di jual nya pula, gak usah lah. Kan, adek tau sendiri ibu nya Yuni itu gimana?" jawab bang darma.
"Iya tau, tapi aku kasihan lihat si Yuni. Dari dulu gak pernah pakai emas apa pun, selama tinggal bersama ibu nya. Nanti, surat-surat emas nya aku yang pegang kok bang. Aku gak akan beri kan surat emas itu ke Yuni!"
Gimana bang boleh gak?" aku masih tetap kekeuh, ingin membelikan anak nya perhiasan.
"Terserah lah! tapi nanti, kalau sampai emas itu di jual nya, jangan ngeluh-ngeluh apa pun sama abang. Jangan nyesal nanti nya."
Bang darma terlihat kesal mendengar permintaan ku.
"Iya, mudah-mudahan aja tidak di jual nya!" aku mengambil ponsel yang berada di atas meja, dan mengirim kan pesan pada Yuni.
"Yun, besok kesini ya! ambil uang bulanan mu. Sekalian, ada yang mau ibuk kasi sama mu." Aku mengirim kan pesan itu kepada Yuni, dan langsung di balas nya.
"Oke, buk. Besok siang Yuni kesana!"
"Oke". Balas ku.
Setelah mengirim pesan kepada Yuni, bang darma bertanya pada ku,
"emang nya, mau belikan apa aja untuk si Yuni, dek?"
"Niat aku sih, mau belikan kalung lengkap dengan mainan nya. Trus, sama anting-anting."
"Emang nya, berapa uang yang ada di dompet mu, dek?"
"Lima juta bang. Tapi, uang itu tidak akan aku belikan semua kok. Aku pasti akan sisa in, sekitar lima ratus ribu untuk pegangan ku."
"Oh, terserah aja lah. Yang penting, udah abang ingat kan. Kalo nanti terjadi apa-apa, jangan menyesal. Besok kayak nya abang lembur, dek. Pergi sendiri aja ya, ke toko nya!"
"Iya, bang." Balas ku.
Selesai pembahasan tentang Yuni, kami berdua mulai memejamkan mata. Tak butuh waktu lama, aku dan bang darma terlelap dengan posisi saling memunggungi dan memeluk guling masing-masing.
Pagi menyapa, masih seperti biasa nya. Aku dan bang darma melakukan rutinitas sehari-hari, sibuk dengan urusan masing-masing.
Bang darma yang pergi bekerja, aku yang sibuk mengurus pekerjaan rumah tangga, dan berjualan di rumah.
Selesai dengan semua pekerjaan rumah, sekitar pukul sebelas siang. Aku menutup kios, dan bersiap-siap untuk pergi ke toko emas sendirian. Setelah menutup pintu rumah, aku bergegas menyalakan mesin motor matic dan menaikinya.
Motor pun melaju dengan kecepatan sedang. Tak lama kemudian, aku sudah tiba di toko emas tersebut.
Setelah selesai memilih kalung yang lengkap dengan mainan nya, di tambah lagi dengan sepasang anting-anting yang berbentuk love. Aku segera membayar tagihan emas tersebut.
Selesai membayar, aku kembali menaiki kendaraan roda dua itu dan melajukan nya dengan santai.
Sesampainya nya di rumah, aku segera membuka pintu dan melangkah masuk ke dalam kamar.
Hah akhirnya, niat ku kesampaian juga. Semoga aja Yuni senang menerima nya. Aku meletakkan dompet, yang berisikan perhiasan untuk Yuni itu di atas meja.
Aku berjalan keluar kamar, membuka kios dan merapi kan barang-barang dagangan tersebut. Setelah semua nya rapi, aku merebahkan diri di atas sofa panjang ruang tamu.
Tak lama berselang, Yuni pun datang bersama teman tomboi nya. Mereka berdua mengendarai sepeda motor.
"Assalamualaikum." Mereka serempak memberi salam dan melangkah masuk ke dalam rumah.
"Wa'laikum salam." Aku membalas salam mereka.
Mereka berdua menyalami ku bergantian, dan duduk di sofa yang berada tepat di depan ku.
Setelah itu, aku segera berdiri dan berjalan ke dapur untuk membuat teh mereka berdua. Selesai membuat teh, aku menyuguhkan teh itu di atas meja. Lalu, mengambil roti kering yang ada di toples untuk kawan teh tersebut.
Aku masuk ke dalam kamar, untuk mengambil uang dan perhiasan yang akan di berikan pada Yuni.
"Nah, ini uang bulanan mu lima ratus ribu. Dan ini, ibuk belikan untuk mu. Pakai lah, Yun!" aku menyerahkan uang dan dompet perhiasan itu di atas meja, tepat di hadapan Yuni.
"Makasih ya, buk."
Yuni tersenyum sumringah, dia segera mengantongi uang itu dan membuka dompet perhiasan tersebut.
Yuni langsung memakai kalung dan anting-anting tersebut, dengan wajah yang berbinar. Senyuman terus saja terpancar dari bibir tipis nya. Jujur, aku sangat bahagia dan terharu melihat reaksi nya itu.
"Tapi ingat ya, Yun. Kau gak boleh menjual emas-emas itu. Apa pun itu alasan nya, kau bisa memakai nya. Tapi, gak berhak untuk menjual nya."
"Kalau sampai, kau menjual emas-emas itu. Maka, jangan harap ibuk mau membelikan apa pun lagi untuk mu. Ingat itu! surat-surat nya biar ibuk aja yang simpan!" ujar ku.
"Iya, buk. Yuni janji, gak bakalan menjual emas ini. Lagian, sebenarnya Yuni suka kok pakai emas. Cuma, karena gak bisa beli aja maka nya gak pernah pake emas. Gak mungkin lah, Yuni menjual nya, buk."
"Oke, ibuk pegang omongan mu itu.
Nanti, kalo ibuk ada uang lagi, ibuk tambah lagi emas mu itu." Balas ku.
Selesai meminum teh dan memakan roti yang aku suguh kan, mereka berdua pamit pulang.
"Yuni balek dulu ya, buk."
Ucap Yuni sambil menyalami ku.
"Iya, hati-hati di jalan. Bawa motor nya pelan-pelan aja, jangan ngebut!"
"Iya, buk. Assalamualaikum."
Yuni berjalan keluar, dan menaiki motor nya kembali. Mereka berdua pun berlalu pergi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 242 Episodes
Comments
Jesi Jasinah
mampir lagi nih kak
2023-05-03
1