Setelah kepergian Yuni, aku kembali masuk ke dalam kamar dan berbaring sambil memainkan ponsel. Tiba-tiba, ponsel yang sedang aku pegang pun berdering tanda panggilan masuk.
"Botak tuyul." Aku melihat nama yang tertera di layar ponsel tersebut.
Mau ngapain lagi nih botak? batin ku.
"Halo, assalamualaikum." salam ku menerima panggilan.
"Wa'laikum salam. Lagi ngapain, say?" tanya bang Agus.
"Basi banget sih pertanyaan nya." Aku berucap dalam hati.
"Lagi jual ikan di pasar," jawab ku asal.
"Hahahaha. Ada-ada aja say ini lah. Masa jual ikan pulak, hahaha." Tawa bang Agus langsung pecah seketika, saat mendengar perkataan nyeleneh ku.
"Tadi nanya, udah di jawab malah gak percaya.Ya sudah lah kalo gitu," gerutu ku ketus.
"Ya udah pasti gak percaya lah, say. Aneh-aneh aja, hahaha," balas bang Agus tidak percaya dengan ucapan ku.
"Abang ada perlu apa ngubungi aku?" tanya ku.
"Bah, kok gitu sih nanya nya, say? Ya udah pasti karena kangen lah, gitu aja kok pake tanya segala," jawab bang Agus.
"Oh, kirain ada apa," balas ku dingin.
"Loh, kok cuma oh sih, say?" protes bang Agus.
Aku mengerutkan kening, mendengar pertanyaan bang Agus yang cukup aneh menurut ku.
"Lah, trus aku harus jawab apa lagi? Apa aku harus bilang wow gitu? Atau aku harus terkejut. Atau aku harus lompat-lompat kegirangan. Mesti gitu ya?" oceh ku panjang lebar.
"Hahahaha. Ya gak gitu juga lah, say. Masa nanya gitu aja langsung emosi ? Cepat tua loh kalo emosian terus," balas bang Agus.
"Memang udah tua kok. Rabun mata nya kalo ada yang lihat aku masih muda," balas ku masih dengan nada ketus dan cuek.
"Gak juga lah, say. Kamu itu masih muda kok, masih segar, masih fresh, dan masih hot banget," ujar bang Agus mengeluarkan jurus-jurus andalan nya.
"Heleh, pake acara gombal segala. Gak mempan tau gak? Aku udah kebal dengan gombalan receh kayak gitu," cibir ku.
"Widih, judes amat sih kekasih ku ini," balas nya lagi.
"Ya aku memang harus judes, untuk menghadapi gombalan buaya buntung kayak abang itu," balas ku.
"Waduh, kok abang di bilang buaya buntung sih, say? Sadis amat, hahahaha," ucap bang Agus kembali tergelak.
"Jadi, abang mau nya di bilang apaan? Kambing congek, kucing garong, atau lintah darat?" tanya ku asal.
"Gak ada pilihan lain lagi ya, selain yang itu? Gak ada yang keren soal nya?" tanya bang Agus.
"Gak ada, botaaaakkk! Capek aku ngomong sama orang setres. Lama-lama aku juga bisa ikut-ikutan setres kayak abang," omel ku semakin kesal.
"Hahahaha, gak papa lah, say. Biar sama-sama setres kita," balas bang Agus masih dengan tawa nya.
"Dasar botak gilak!" umpat ku.
Bukan nya marah dengan umpatan ku, bang Agus malah semakin menjadi-jadi dengan perkataan nya.
"Memang udah gilak aku, say. Gilak karena memikirkan dirimu," ujar bang Agus.
Karena sudah merasa capek menghadapi celotehan si botak tuyul, aku pun mempertanyakan tujuannya menghubungi ku.
"Udah ahh, bercanda terus dari tadi. Abang nelpon aku mau ngomongin apa an?" tanya ku.
"Keluar yok, say! Abang kangen banget, pengen peluk dirimu," ajak bang Agus.
"Kalo cuma ingin peluk, ngapain mesti keluar? Datang aja lah ke rumah, buang-buang uang aja untuk bayar hotel nya. Emang nya abang gak kerja ya? Kok bisa ngajak aku keluar jam segini?" selidik ku.
"Kerja, say. Tapi bisa permisi bentar kok," jawab bang Agus santai.
"Oalah, botak... botak... Lagi kerja pun sempat-sempat nya mau keluyuran. Mau minta di pecat ya?" oceh ku heran.
Aku menggeleng-gelengkan kepala, mendengar tingkah nyeleneh selingkuhan lima langkah ku itu.
"Gak lah, say. Gak bakalan di pecat kok, kan udah permisi sama bos," jawab bang Agus masih tetap ngeyel.
"Lain kali aja lah. Kalo keluar sekarang, udah nanggung jam nya. Udah mau sore juga, besok-besok aja ya!" bujuk ku.
"Hmmmm, iya juga sih," balas bang Agus membenarkan ucapan ku.
Setelah beberapa saat hening, bang Agus kembali berceloteh.
"Oke lah kalo gitu, nanti pulang kerja abang singgah ke rumah mu ya. Abang cuma ingin peluk aja kok gak lebih," ujar bang Agus.
"Iya, tapi jangan macam-macam ya!" ucap ku tegas.
"Iya, say. Abang janji, gak akan macam-macam. Ya udah, abang lanjut kerja lagi ya, assalamualaikum," ucap bang Agus lalu menutup panggilan nya.
"Ya, wa'laikum salam." jawab ku dan meletakkan ponsel itu di atas meja.
"Botak... botak, ada-ada aja tingkah nya," gumam ku sembari tersenyum sendiri, mengingat segala tingkah aneh nya.
Tapi, dia lah orang yang membuat hari-hari ku jadi lebih berwarna. Dia juga yang selalu membuat ku tersenyum dan tertawa. Dia juga yang selalu menghibur ku dengan segala macam tingkah konyol nya.
"Huh, sampai kapan hubungan terlarang ini akan bertahan bang?" gumam ku menghela nafas berat.
Setelah beberapa saat menghayal tentang kehidupan, aku melirik ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul empat sore.
Tanpa terasa, hari pun sudah sore. Aku kembali berguling-guling ria di atas ranjang,
"Udah kayak ulat keket aja, hihihi." Aku terkikik geli dengan tingkah ku sendiri.
Saat sedang asyik mengkhayal tentang si botak tuyul, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu beberapa kali.
Tok tok tok...
"Assalamualaikum." salam seseorang dari luar.
"Wa'laikum salam, ya bentar!" jawab ku lalu bergegas turun dari ranjang, dan melangkah ke menuju pintu utama.
"Loh, kok udah balek, bang?" tanya ku bingung, saat melihat bang Agus yang sudah berdiri di depan pintu. Masih lengkap dengan pakaian kerja dan ransel di pundak nya.
"Iya, say. Bos udah nyuruh balek tadi. Karena udah gak ada kerjaan lagi di kantor, maka nya bisa pulang cepat," jawab bang Agus.
"Oh, gitu." Aku hanya ber oh saja untuk menanggapi ucapan nya.
"Sini, say!" seru bang Agus lalu menarik tangan ku ke ruang tamu.
"Eh eh eh, mau ngapain?" tanya ku semakin bingung.
"Pengen peluk aja, say. Kangen tau." ujar bang Agus lalu memeluk erat tubuh ku dan mengecup kening ku.
"Suami mu blom pulang ya?" tanya bang Agus.
"Belom, dia pulang kerja nya jam lima," jawabku lalu merenggangkan pelukan nya.
Bang Agus hanya manggut-manggut mendengar jawaban ku. Setelah itu, aku pun menyuruh nya untuk pulang ke rumah nya.
"Udah, balek sana! Nanti kalau ada orang yang lihat abang di sini, bisa berabe urusan nya," oceh ku sambil celingukan kesana kemari melihat situasi.
"Cium dulu, baru abang balek!" pinta bang Agus sembari menyodorkan wajah nya ke wajah ku.
"Iss, genit kali pun jadi orang." ucapku sembari malu-malu kucing melihat tingkah nakal nya.
Karena tidak ingin berlama-lama, akhirnya aku pun mengalah lalu mengecup kening dan kedua pipi nya. Dan yang terakhir, aku mengecup kilat bibir tebal nya.
"Kok gitu sih nyium nya, say. Ulangi lagi lah, enggak sah kalo kayak gitu nyium nya," protes bang Agus sambil terus menyodorkan wajah bulat nya.
"Helehh, modus. Pake alasan gak sah segala. Bilang aja, mau minta lagi, ya kan? Ngaku aja deh! Cuma bilang gitu aja kok susah kali," omel ku lalu kembali mengecup kilat seluruh wajah nya.
"Bukan gitu, say. Masih salah tuh." protes bang Agus lagi. Ia tetap tidak terima dengan kecupan-kecupan kilat ku.
"Trus mau nya gimana sih, botaaaak? Bikin emosi juga lama-lama nih orang." gerutu ku kesal dengan bibir mengerucut.
Aku memalingkan wajah ke samping, dan berpura-pura merajuk di depan nya.
"Hahahaha, emosi dia. Sini, biar abang ajari cara nyium yang benar," ujar bang Agus.
Kemudian ia pun memeluk tubuh ku kembali, lalu mengecup bibir ku dengan ganas dan brutal. Hingga membuat nafas ku ngos-ngosan akibat perbuatan nya tersebut.
"Udah ah, balek sana! Ntar lagi bang darma balek tuh," oceh ku sambil mendorong pelan tubuh nya. Aku menunjuk ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul setengah lima sore.
"Oke. Abang balek ya, say. Jangan nakal-nakal ya di rumah, hahaha." ucap bang Agus lalu kembali tertawa ngakak, ketika melihat reaksi ku dengan mata melotot menatap nya.
Setelah selesai bercanda ria, bang Agus pun melangkah kan kaki nya keluar dari rumah ku. Dia kembali ke rumah nya yang hanya berjarak lima langkah dari kediaman ku.
"Dasar, tuyul gila?" umpat ku sembari menggeleng-geleng kan kepala melihat kepergian bang Agus.
Setelah bayangan nya hilang dari pandangan ku,, aku pun kembali duduk di atas sofa sambil tersenyum-senyum sendiri mengingat tingkah konyol nya barusan.
"Kalau dengan bang Darma, jangan kan bercanda, ngomong aja jarang. Kalau pun berbicara berdua, itu pasti hanya membahas hal yang serius aja. Ngomong pun seperlu nya aja," batin ku membandingkan antara bang Agus dan bang Darma suamiku.
Beberapa menit kemudian, orang yang sedang aku pikirkan pun pulang. Dia memarkirkan motor nya di depan kios, lalu berjalan masuk ke dalam rumah.
"Assalamualaikum," salam bang Darma.
"Wa'laikum salam," balas ku lalu mencium punggung tangan nya takzim.
"Yuni jadi datang tadi, dek?" tanya bang Darma lalu mendudukkan diri di samping ku.
"Jadi, uang bulanan nya udah aku kasih. Trus, emas nya pun udah aku kasi juga tadi," jawab ku.
"Ohh, bilang apa dia waktu di kasih emas itu?" tanya bang Darma penasaran.
"Gak ada, cuma bilang makasih aja.Trus, aku juga udah wanti-wanti dia, jangan sampe menjual perhiasan itu," jawab ku jujur.
Bang Darma hanya diam, dia tidak menjawab perkataan ku. Karena tidak ada respon dari nya, aku pun melanjutkan ucapan ku.
"Si Yuni tadi bilang. Iya, dia janji gak bakalan jual perhiasan itu." Ucap ku menjelaskan.
"Ohh, ya udah kalo gitu," balas nya.
Kemudian ia pun beranjak dari duduk nya, dan berjalan ke arah kamar mandi untuk membersihkan diri.
"Sampai kapan sikap dingin mu itu akan berubah bang?" Aku membatin sambil terus menatap punggung suamiku tersebut.
Selesai mandi, bang Darma pun melaksanakan shalat ashar. Setelah selesai, dia melakukan kegiatan wajib nya yaitu, memainkan ponsel sambil berbaring di atas ranjang.
Aku pun tidak mau kalah, aku ikut naik ke atas ranjang dan berbaring di samping nya sambil memainkan ponsel ku.
"Tinggal berapa sisa uang nya, dek?" tanya bang Darma tanpa menoleh, dan masih tetap fokus melihat video-video lucu di ponsel nya.
"Sisa lima ratus ribu lagi. Beli emas nya empat juta aja tadi. Trus, uang bulanan nya lima ratus ribu. Jadi sisa nya lima ratus ribu lagi tuh di dompet," jawab ku menjelaskan secara rinci.
"Oh, ya udah gak papa." balas nya.
Bang Darma memiringkan tubuh nya untuk menghadap ke dinding. Dia memunggungi ku lagi lagi dan lagi. Ya begitu lah dia. Aku sudah tidak heran lagi dengan sikap dingin nya.
Sikap kulkas dua pintu nya itu, aku anggap sudah biasa, sudah kebal, sudah menjadi makanan sehari-hari bagi ku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 242 Episodes
Comments
AJ_86
Dari part awal baca sampe part ini, aku g berhenti ngakak 😂😂😂 . Saranku sebaiknya Ayu dengan bang Agus aja. Lagian sudah terlanjur. Honestly dalam kehidupan berumahtangga selain kebutuhan batin komunikasi yang lancar juga perlu. Tapi jika dilihat kisah Ayu dan Darma mereka hanya membutuhkan jika perlu saja.😆
2023-02-17
1