Tanpa terasa, waktu berjalan begitu cepat. Tepat pukul tujuh pagi, aku membuka mata dan beranjak dari ranjang. Berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Rutinitas sehari hari pun di mulai kembali. Yaitu, bang Darma yang pergi bekerja. Aku yang sibuk di dapur untuk memasak dan mencuci. Lalu, membersihkan rumah dan membuka kios.
"Membosankan, gini-gini aja tiap hari. Tidak pernah jalan jalan, tidak pernah refreshing, tidak pernah kemana mana lah pokok nya." Gerutu ku dalam hati.
Setelah semua pekerjaan rumah beres, aku kembali duduk dengan santai di sofa ruang tamu. Aku menyeruput teh manis hangat, dan mencelupkan roti kering ke dalam teh, lalu memakan nya.
Sedang asyik bersantai, tiba tiba pak kades muncul di depan pintu.
"Assalamualaikum permisi, mbak." ucap pak kades.
"Wa'laikum salam." balas ku sembari melangkah ke pintu untuk menghampiri nya.
"Mbak, boleh lihat KTP nya? saya mau mendata ulang identitas di KTP itu. Berhubung ada bantuan dari pemerintah yang akan di bagikan kepada warga, termasuk keluarga, mbak." tutur pak kades panjang lebar.
"KTP saya, atau KTP suami saya, pak?" tanya ku.
"KTP yang mana pun bisa, mbak." jawab pak kades.
"Kalau KTP suami saya, lagi di bawa nya kerja, pak. Tapi kalo KTP saya, ya ada kalau memang bapak butuh sekarang!" jawab ku.
"Kalau gak gini aja, pak. Nanti sore aja, saya antar kan ke rumah bapak KTP suami saya. Lagian kan, rumah bapak dekat dari sini. Bisa kok, saya antar kan sendiri nanti sore gimana, pak?" tanya ku.
"Gak usah repot-repot, mbak. Lagian, saya butuh nya sekarang. Pakai KTP mbak dulu, juga gak papa kok!" balas pak kades.
"Oh, oke lah kalo gitu. Tunggu bentar ya, pak. Silahkan masuk dulu, pak!" aku mempersilahkan pak kades untuk duduk di ruang tamu.
Aku segera melangkah ke kamar, untuk mengambil KTP yang ada di dalam dompet. Lalu, melangkah kembali ke ruang tamu dan memberikan KTP itu kepada pak kades.
"Ini, pak KTP nya!"
Aku menyerahkan KTP itu pada nya, sambil duduk di sofa. Aku dan pak kades duduk berhadapan, dengan meja kaca sebagai pembatas jarak antara kami berdua.
Setelah selesai mendata, pak kades langsung berdiri dari duduk nya dan melangkah ke pintu keluar.
"Oke, mbak. Saya pamit dulu, ya." ujar pak kades sambil memakai sandal nya kembali.
"Lololoh, itu KTP saya mau di bawa juga ya, pak?" tanya ku heran.
"Oh iya lupa, maaf ya, mbak. Ini KTP nya." jawab pak kades.
Pak kades menyerahkan KTP itu kepada ku, dengan cara menjepit ujung KTP itu dengan jari nya.
Ketika aku ingin menarik KTP itu dari jepitan jari nya, dia malah menarik kembali KTP ku itu. Lalu, menggenggam nya dengan erat. Pak kades itu pun bertanya pada ku.
"Apa, sampean bahagia dengan pernikahan ini?" tanya pak kades menatap ku genit.
Aku terlonjak kaget, mendengar penuturan pak kades tersebut.
"Gak ada hujan gak ada angin. Ini orang kok ngomong nya nyeleneh gini, ya?" batin ku.
"Emang nya kenapa, pak? kok bisa nanya gitu?" tanya ku dengan kening mengkerut bingung.
"Ya, cuma mau tau aja, mbak. Bahagia atau gak?" jawab pak kades.
Pak kades kembali masuk dan duduk di ruang tamu, tanpa aku persilahkan. Setelah melihat gelagat pak kades yang aneh, yang tidak seperti biasa nya. Aku kembali duduk di atas sofa, dengan jarak yang lebih jauh dari tempat duduk pak kades.
"Gak nyangka, ternyata saya keduluan orang lain." pak kades berucap sambil tersenyum.
"Maksud nya, pak?" tanya ku semakin bingung.
"Saya itu sebenarnya sudah lama suka sama sampean, mbak. Tapi, malah teman saya yang mendapatkan, sampean." jelas pak kades.
"Loh, bapak kan ada istri. Gimana cerita nya, bisa suka sama saya? Lagian, saya juga istri orang, bukan janda atau gadis yang bisa di perebutkan." balas ku kesal.
"Tapi, teman saya bisa mendapatkan, sampean, kenapa saya gak bisa?" tanya pak kades lagi.
"Siapa yang bilang sama, bapak?" tanya ku penasaran.
"Ya teman saya itu lah, yang sekarang berhubungan sama, sampean." jawab pak kades dengan santai.
"Gimana kalau kita juga menjalin hubungan itu, mbak. Mau gak?"
Pak kades bertanya dan berpindah duduk di samping ku, dia ingin membelai rambut ku.
Tapi, sebelum tangan nya sampai di atas kepala ku, aku segera beranjak dari tempat duduk, dan sedikit menjauh dari nya. Aku berdiri dengan jarak yang cukup jauh, dari posisi pak kades tersebut.
"Pak, jangan macam macam, ya! kita sama-sama udah punya pasangan. Aku gak mau, kalau istri bapak nuduh aku yang tidak-tidak nanti nya. Jangan cari-cari masalah lah, pak!" ujar ku memberi peringatan.
"Sama teman saya mau, kenapa sama saya sampean gak mau?" tanya pak kades lagi.
Pak kades mendekat, dan mulai melangkah kan kaki nya menuju tempat aku berdiri.Aku langsung bergegas menghindari nya, dan berlari ke pintu utama.
"Jangan macam macam, pak. Kalau gak, saya teriak nih!" ancam ku yang sudah berdiri di depan pintu.
"Bapak gak ada hak untuk mencampuri urusan pribadi ku. Kalau pun aku berselingkuh dengan orang lain, itu bukan urusan bapak. Dan bapak gak berhak, untuk mengatur urusan pribadi ku itu!" ucap ku tegas.
"Oke, saya akan pergi. Tapi, kapan kapan bisa kan kita keluar berdua?" ujar pak kades.
"Maaf, pak. Aku gak bisa, dan gak bakalan mau." balas ku tegas.
"Pokok nya harus mau, kalau sampean gak mau. Saya akan bongkar rahasia kalian pada mas Darma. Biar kalian hancur sekalian!" ancam pak kades pada ku.
Pak kades masih tetap kekeuh dengan keputusan nya. Dia tampak sangat menginginkan diri ku.
"Silah kan, pak. Aku gak takut dan sekarang, tolong bapak keluar dari rumah ku!" usir ku pada nya.
"Oke, saya akan pergi. Tapi ingat, saya gak pernah main main dengan semua ucapan saya barusan. Ingat itu!" ujar pak kades.
Pak kades mengancam lagi, dan meletakkan KTP ku di atas meja. Lalu, dia melangkah keluar dan berlalu pergi.
"Alhamdulillah, akhirnya dia pergi juga." ucap ku lega sambil mengelus dada.
"Emang bener bener gilak, tu orang." sungut ku dan menjatuhkan diri di sofa.
"Ini pasti kerjaan nya, si botak tuyul. Awas kau ya botak!" aku mengepalkan tangan geram.
*Tentang pak kades*
Pak kades itu adalah teman bang Agus, mereka sangat akrab, dan sering curhat masalah pribadi masing-masing.
Rumah pak kades itu, berada di belakang rumah bang Agus. Otomatis, kami sering bertemu. Bahkan bisa di bilang, setiap hari jumpa.
Jadi, sudah bisa di pastikan, kalau bang Agus yang punya ulah. Dia pasti menceritakan tentang hubungan kami, kepada pak kades. Bang Agus selalu percaya pada nya, karena usia pak kades itu jauh di atas bang Agus.
Jadi, bang Agus sudah menganggap nya sebagai penasihat, yang bisa di percaya. Karena pak kades itu juga mendukung hubungan kami, dan menyuruh bang Agus untuk segera menikahi ku.
Tapi, kenyataannya malah sangat jauh berbeda. Lain di bibir lain di hati. Ternyata, pak kades tidak sebaik yang di pikir kan bang Agus.
Kalau pepatah nya persis seperti, Pagar makan tanaman. Yang di harap kan akan melindungi. Malah menghancurkan dan mematikan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 242 Episodes
Comments
Red Jasmine
hi thor .... mampir lagi ini
2023-03-01
1