"Haaah.." Aku menghela nafas panjang setelah kepergian Iren.
Kududukkan diriku di kursi dapur sambil memegangi kepalaku.
Belum hilang efek pusing dari obat tadi, kini jadi tambah pusing gara-gara ucapan Iren barusan.
Padahal di dunia ini tidak kekurangan laki-laki. Tapi kenapa dia malah memilih yang sama-sama cewek?
Apa aku harus mempertemukan Iren dengan Yanto? Yang satu berubah jadi cewek, yang satu berubah jadi cowok. Kayaknya cocok.
Triririring!
Suara hp memecah malam yang semakin larut.
Aku mengeluarkan hp dari saku celana. Layarnya retak. Akibat sudah dilempar sembarang oleh Pak Burhan.
"Halo Pa?" sapaku setelah menekan tombol hijau.
[ Gimana keadaan kamu? Kamu nggak papa kan? Nggak terjadi sesuatu sama kamu kan Ndri?! Dasar Burhan tua Bang*ka! Papa sudah membuat perhitungan sama dia. Sudah lama Papa kenal sama dia, bisa-bisanya Papa nggak tau sifatnya yang menjijikan itu! Sudah dari tadi Papa telfon kamu. Kenapa baru diangkat? Ndri, kok kamu diem aja sih? Jawab dong! ]
Aku hanya menghela nafas panjang mendengar rentetan ucapan Papa.
Memangnya gara-gara siapa aku hampir mengalami hal itu?!
"Papa tanyakan saja pada teman Papa yang katanya udah kenal lama itu!"
Setelah mengatakan itu, aku langsung mematikan sambungan telfon. Bisa tambah pusing kepalaku dengerin Papa ngomong.
Aku langsung menonaktifkan hpku supaya tak ada lagi telfon masuk dari Papa.
Aku butuh istirahat. Apalagi besok ada meeting penting.
_________
Pagi hari seperti biasa, kamar Tisa sudah sepi.
Kamar-kamar yang lain pun juga sama. Hanya kamar Iren yang terbuka pintunya.
Aku memanasi motorku sebelum berangkat ke kantor.
Iren menatapku sinis saat dia keluar dari kamarnya. Aku menghiraukannya saja.
Kamarnya yang terbuka lebar membuatku bisa melihat isi dalam kamarnya.
Laptop yang menghadap keluar menyala meskipun orangnya sedang ke dapur.
Jelas sekali di video itu terdengar suara anime yang sedang diputar.
Aku sedikit melongokkan kepalaku untuk melihat anime yang sedang diputar itu.
Astaga!
Mataku terbelalak melihat adegan anime itu. Dimana dua cewek sedang menya*tukan bibir mereka.
Gila!
Jadi karena tontonan anime inikah yang membuat Iren jadi belok arah? Atau jangan-jangan karena dia belok arah, makanya jadi suka tontonan yang seperti ini?
"Ekhem!"
Aku terkejut mendengar Iren berdehem.
"Apa yang kau intip?!" tanyanya.
"Tidak ada!"
"Hemh! Jangan harap kau bisa mencuri strat dan merebut Tisa dariku!"
Aku mengusap wajahku kasar mendengar ucapannya.
"Ren, kamu sadar nggak sih? Kamu itu perempuan! Tisa juga perempuan!"
"Apa masalahnya? Tidak ada batasan dalam cinta! Cinta tidak memandang kepada siapa dia akan berlabuh!"
Astaga! Kurasa dia sudah semakin jauh beloknya! Apa aku harus memberinya peta agar tidak belok ke arah yang salah?!
"Ren, ini tuh nggak bener!"
Mungkin dengan sedikit penerangan, bisa membuatnya berubah. Mungkin.
"Sadarlah. Nggak ada sejarahnya cewek sama cewek--"
"Udah, nggak usah khotbah! Nggak usah ceramah! Aku udah sering denger! Ini pasti cuma akal-akalan kamu aja supaya bisa dapetin Tisa kan?! Cara kamu basi tahu nggak! Mari kita bersaing secara adil!'
Iren berlalu masuk ke kamarnya. Menutup pintu rapat-rapat.
Ahaha! Kena kau!
Aku tersenyum penuh kemenangan sambil menatap hpku.
Ya. Aku merekam semua pembicaraanku dengan Iren. Ini adalah bukti yang akan aku tunjukkan pada Tisa.
Segera kutancap gas meninggalkan area kosan, meluncur ke kantor.
_________
Aku melirik jam di tanganku. Sudah lewat lima belas menit. Tapi meeting belum dimulai karena orang yang bersangkutan belum datang.
Tok tok tok
Aku langsung mempersilahkan masuk. Nampaklah seorang perempuan masuk diikuti oleh asistennya dari belakang.
"Maaf aku terlambat, soalnya tadi masih ke salon!"
Memangnya siapa yang nanya?
Dia langsung duduk di sofa tanpa kupersilahkan.
Dia adalah Emi, orang yang ingin menjalin kerjasama dengan kantorku. Eh kantor Papa ding!
Terlihat Emi celingukan seperti mencari seseorang.
"Mana Romi?"
"Dia sudah pindah," jawabku singkat.
"Wah, nggak nyangka. Kalian sangat lengket seperti sudah dikasih lem Alteco. Kirain nggak bakal kepisah Ndri!"
"Kurasa kita tidak terlalu akrab sehingga kamu memanggilku nama saja. Tolong panggil saya 'Pak' Nona Emi."
Emi menghela nafas mendengar ucapanku.
"Seperti biasanya. Kau selalu saja kaku! Aku kasihan sama para karyawan perempuan di sini. Padahal atasan mereka tampan-tampan. Tapi semuanya seperti kanebo kering!"
"Ekhem! Mari kita langsung ke inti saja Nona!"
Aku pun mengarahkan pembicaraan ke bisnis.
Dan meeting selesai dengan hasil aku tidak setuju dengan penawaran Emi.
"Kau yakin tidak mau kerja sama dengan perusahaanku?"
"Keuntungan yang kami peroleh cuma sedikit. Bahkan mungkin kami tidak akan mendapatkan keuntungan," jawabku.
"Baiklah. Ila, tolong keluar terlebih dahulu! Aku akan berbicara sesuatu dengan Pak Andri dulu!" suruhnya ke asisten perempuannya itu.
"Apalagi yang ingin kamu bicarakan?"
"Santailah sedikit Ndri. Tidak bisakah kau sedikit lebih santai? Kau yakin tidak mau menandatangani kontrak ini?"
Lagi-lagi dia memanggilku dengan nama saja!
"Ya. Aku yakin!" jawabku tegas.
"Mungkin kau akan berubah pikiran jika.."
Emi beringsut duduk di sebelahku. Tangannya menyentuh punggung tanganku.
"Singkirkan tanganmu!" seruku. "Jika sudah tidak ada yang ingin kau bicarakan lagi, di sana ada pintu keluar!" Aku menunjuk ke arah pintu.
"Santailah sedikit Ndri! Aku hanya ingin ngobrol sebentar saja kok!" Emi kembali memberi jarak duduk di antara kami.
"Di sini gerah ya!" Emi membuka jasnya. Baju dalam yang tanpa lengan itu mengekspos lengan putihnya.
Belum lagi belahan dada yang rendah.
"Maaf ya, aku harus melepas jasku. Kamu tidak gerah Ndri?"
Gerah darimananya? Orang di sini sejuk karena AC!
"Kurasa kulitmu sedikit bermasalah. Ruangan ini sejuk! Jika hal yang ingin kamu bicarakan itu tidak penting, tolong keluarlah. Saya tidak punya banyak wa--"
"Aduh! Punggungku gatal! Aku tidak sampai! Bisa tolong garukkan?"
Aku memutar bola mataku jengah.
"Apa tadi pagi kau tidak mandi?!" ejekku.
"Aish! Bisa-bisanya kau tidak tertarik padaku!" Emi terlihat sangat kesal.
Akhirnya dia menyudahi sandiwaranya. Aku tahu dia melakukan itu agar aku menandatangani kontrak kerja ini.
"Ternyata rumor yang mengatakan bahwa kau menyukai sesama jenis itu benar ya! Memangnya apa sih bagusnya si mata empat itu?!"
Sudah pasti mata empat yang dia maksud adalah Romi.
"Kau salah Nona Emi. Saya normal!" sanggahku.
"Lalu kenapa kau tidak terpesona melihatku?! Kau bahkan menolakku saat aku menyentuhmu! Tatapan matamu itu jelas mengatakan bahwa kau tidak sedikitpun tergoda melihatku!"
"Selamat pagi!!" pintu ruangan terbuka tiba-tiba tanpa diketuk terlebih dahulu.
Indah nyelonong begitu saja dan langsung menghambur duduk di sebelahku. Dia juga memeluk lenganku dengan manja.
"Aku kangen!!" ucapnya dengan mengedipkan matanya manja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
EkaYulianti
ide bagus tuh
2022-10-09
0
Anita Nasa
indaah itu siapa ..di tunggu kelanjutan nya
2022-09-29
0
Uyun N
indah siapa ya? Lupa soalnya😁
2022-09-28
1