Aku pun mulai melangkah ke balik rak di depanku.
"Andri?!"
Langkahku tercegat saat seseorang mencekal lenganku. Padahal sedikit lagi aku akan tahu wajah perempuan itu.
Dengan kesal aku menoleh. "Papa?!" Aku terbelalak melihat orang yang mencekal lenganku.
"Papa ngapain di sini?!" tanyaku melepaskan cekalan tangannya.
"Papa yang seharusnya tanya itu ke kamu. Kamu ngapain ada di sini? Apa kamu tinggal di daerah sini?"
"Untuk apa Papa tahu? Andri duluan ya Pa," pamitku. "Andri nggak mau mengganggu orang yang sedang sibuk!" ujarku menekan kata sibuk.
"Tunggu Ndri!" cegahnya. "Ayo kita ngobrol sebentar!"
"Mau ngobrol apa lagi?! Nggak ada yang perlu diobrolin lagi Pa!"
Aku melangkahkan kakiku meninggalkannya.
"Mamamu sakit!"
Seketika langkahku terhenti mendengarkan ucapan Papa.
"Ayo ngobrol sebentar di luar," ajaknya yang berjalan duluan ke luar minimarket.
Kami duduk di gazebo yang terletak di depan minimarket.
"Mamamu sakit. Dia ingin kamu pulang?" ucap Papa lagi.
Aku terdiam sesaat. Aku tak bisa melakukan sesuatu jika itu menyangkut Mama.
"Pulanglah dan kembalilah ke perusahaan. Papa sudah memaafkanmu!"
Lagi-lagi! Memangnya kapan aku berbuat salah?!
Bagaimana ini? Aku nggak mau kembali ke perusahaan. Tapi Mama..
Setelah berpikir sejenak, akhirnya aku menjawab Papa.
"Aku akan kembali ke perusahaan. Tapi aku tidak akan tinggal di rumah lagi. Aku akan tinggal sendiri!" ucapku pada akhirnya.
"Apa? Kenapa kau tega ke Mamamu sendiri?!"
"Yang penting kan aku sudah kembali ke perusahaan Pa!"
Maaf Ma. Aku akan bicara pada Mama nanti. Pasti Mama akan mengerti.
Meskipun terlihat keberatan, akhirnya Papa setuju.
"Tapi Papa akan tetap melanjutkan perjodohannya!"
Kali ini aku yang keberatan. "Tolong batalkan pernikahan itu Pa! Andri tidak se--"
"Setidaknya temuilah dia satu kali saja Ndri!" potong Papa. "Baru kamu menolaknya!"
"Sudahlah Pa!" Aku bangkit berdiri. "Andri nggak akan pernah mau menemuinya. Dan satu lagi, jangan pernah mencari tempat tinggal Andri. Atau Andri akan keluar dari perusahaan!"
Aku yakin perusahaan cabang Papa itu tidak akan berjalan tanpa dirikiu.
Aku pun berjalan ke arah motorku diparkir.
"Besok jangan lupa ke kantor!" seru Ayah yang masih duduk di gazebo.
Tanpa menjawab aku langsung menstater motor dan melakukannya kembali ke kos-kosan Romi.
Sesampainya di kamar, aku langsung merebahkan tubuhku di kasur Romi. Aku hanya menghela nafas sambil menatap langit-langit kamar.
Terdengar rintik hujan mulai turun di luar.
Triririring!
Kurogoh hp yang ada di saku celana.
"Tumben Romi telfon jam segini."
Kugeser tombol hijau ke atas.
"Halo Rom, ada apa?"
[ Barusan Pak Wijaya nelfon aku. ]
Pak Wijaya yang dimaksud Romi adalah Papaku.
[ Dia nanya apakah kamu tinggal di kosanku. Katanya dia ketemu sama kamu di dekat daerah kosanku. Kamu tadi ketemu sama Papamu dimana? ]
"Di minimarket. Terus kamu jawab gimana?"
[ Ya aku jawab nggak lah. Eh Ndri, di sini hujan. Di sana hujan juga nggak? ]
"Iya, di sini hujan," sahutku memandang ke luar jendela.
[ Woy Ndri, jemuranku udah kamu angkatin kan?! ] teriak Romi yang tiba-tiba.
"Hah? Jemuran? Oh iya! Aku tadi pagi jemur baju!"
[ Ndri, bajuku juga tol-- ]
Klik!
Aku segera mematikan sambungan telfon dan langsung berlari ke atap kos-kosan.
Rasanya benar-benar maraton sambil menaiki tangga.
Secepat kilat aku langsung mengambil baju-bajuku dan juga baju milik Romi.
Di sana juga ada baju milik penghuni yang lain yang belum di angkat.
Aku mengabaikannya dan langsung berlari ke bawah agar tak kehujanan.
_________
Hujan akhirnya reda saat sudah jam empat sore.
"Ndri, ini semp*k siapa yang kamu angkat?" Romi mengangkat celan* d*lam warna hitam.
"Masa kamu lupa punya sendiri sih Rom! Besok-besok kasih nama biar nggak kelupaan!"
"Bukan, ini bukan punyaku! Ya kali aku lupa punyaku sendiri!" sanggah Romi. "Pasti kamu salah angkat jemuran punya penghuni yang lain ini! Nih Ndri!" Romi melemparkannya kepadaku.
"Kok dikasih ke aku?"
"Balikin aja ke jemuran!"
Tok tok tok
Baru juga aku akan protes, pintu kamar sudah diketuk oleh seseorang. Romi bergegas membuka pintu itu.
Terlihat Yogi berdiri di depan pintu begitu Romi membukanya.
"Ada apa Yog?" tanya Romi.
"Anu, tadi kata salah satu penghuni kosan. Ada yang lihat Andri angkat jemuran waktu hujan. Aku mau tanya, apakah ada barangku yang nggak sengaja keangkat?"
"Oh, jadi itu punya kamu!" seru Romi. "Iya, itu ada di sini. Baru juga tadi mau Andri balikin ke jemuran. Mana tadi Ndri?"
"Ini Yog," kuserahkan C* itu ke Yogi. "Maaf tadi kebawa."
"Iya, nggak papa," jawabnya. Setelah itu ia kembali masuk ke kamarnya yang ternyata ada tepat di sebelah kamar Romi.
"Rom, sepertinya tanggapan kamu mengenai Yogi salah deh. Kata kamu kan dia pendiem. Tapi setahuku, dia selalu ngajak ngobrol aku duluan. Apalagi dia juga ngasih loker sama aku!"
"Masa sih? Yang aku tahu, dia malah nggak suka sama orang baru," timpal Romi sambil memainkan benda pipih di tangannya.
"Eh Ndri, kamu nggak usah cari tempat tinggal lain aja deh. Mending kamu tinggal di sini aja. Aku nggak keberatan kok!"
"Beneran nih?" tanyaku ke Romi yang tampak sudah mau bersiap-siap pergi lagi. Padahal dia baru saja pulang kerja.
"Iya, nggak papa. Aku pergi dulu ya. Ada janji sama Sela."
Setelah mengatakan itu, dia menghilang di balik pintu.
_________
Jam delapan malam Romi belum juga pulang. Di luar sudah mulai gerimis lagi. Ditambah, listrik kos-kosan yang tiba-tiba mati.
Hp juga mati, padahal niatnya mau aku buat penerangan. Lengkap sudah.
Padahal saat aku melihat ke luar jendela, rumah-rumah di luar sana listriknya hidup.
Aku mengetuk pintu kamar Rohman untuk membeli lilin. Tapi hening, tak ada yang membuka pintu. Sepertinya dia sedang keluar.
Terpaksa aku harus turun ke bawah untuk membeli lilin.
Dan tiba-tiba saja lampu menyala. Aku tersenyum seraya bernafas lega.
Saat hendak kembali ke kamar, aku terkejut melihat Yogi tergeletak di lantai dekat dengan tangga.
"Yog, kamu kenapa?" Aku menepuk-nepuk badannya agar terbangun.
"Emmh, Andri?"
Bau menyengat menyeruk hidungku ketika dia membuka mulut. Aku tahu bau ini. Ini alkohol!
Dia mabuk?!
"Bangun Yog! Jangan tidur di sini! Tidur di kamarmu sana!"
Meskipun matanya terbuka, Yogi tetap bergeming. Terpaksa aku memapahnya untuk masuk ke kamarnya.
Untung kamarnya tidak terkunci. Jadi aku bisa langsung masuk.
Kurebahkan tubuhnya di kasur. Saat berbalik hendak keluar dari kamarnya, aku mendelik karena ada tangan yang menahanku melingkar di perutku.
Aku menoleh cepat. "Yogi?!" Ia tersenyum padaku. Wajahnya benar-benar terlihat mabuk. "Lepasin Yog!"
"Jangan pergi Ndri!" ucapnya menduselkan wajahnya di punggungku.
Gila! Dia benar-benar mabuk berat!
"Lepasin nggak Yog! Berapa botol tadi yang kamu minum sampai mabuk seperti ini?!" Kulepas tangannya dengan kasar.
Ini benar-benar gila! Aku harus cepat keluar dari sini!
Saat aku akan keluar, Yogi menendangku hingga jatuh.
Dengan cepat dia mengunci pintu. Aku mendelik saat Yogi membuang kuncinya ke luar jendela.
"Kamu udah gila ya Yog!"
"Tidak, aku tidak gila! Aku dengan segala kewarasanku sangat senang bertemu denganmu!" ucapnya menyeringai dan menindih tubuhku yang jatuh tadi.
Hujan mulai turun deras beserta kilat dan petirnya.
"Menyingkir dari tubuhku!" Aku memberontak. "Sadar Yog! Kamu dalam pengaruh alkohol!"
"Siapa yang peduli itu! Sudah lama aku memperhatikanmu. Tapi kau tak menghiraukanku!"
Aku terbelalak mendengar kata-katanya.
Posisinya yang duduk di perutku sangat menyudutkanku. Membuatku sulit menyingkirkan Yogi.
"Akhirnya kita berdua!" Aku merinding mendengar ucapan itu.
Aku mendelik saat Yogi mengelus pipiku.
"Jangan gila kamu Yog! Sadar Yog!" Aku menyingkirkan tangannya dari wajahku. Tapi dia malah tetap mengusap pipiku. "Yog! Sadar! Kita sama-sama laki-laki!!"
"Aku tidak peduli Ndri!" Kini Yogi malah mengelus dadaku.
"BAJI*GAN! Jangan sentuh aku! Menyingkirlah kau!!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
EkaYulianti
jgn2 yogi yg pernah booking Yanti 🙊🙉🙈
2022-10-09
0
Seli Nursulastri
astagfirullah....
amit2 dah
2022-09-25
1
Azizah
bener kan Yogi suka sama Andri astaghfirullah.....🤦🤦
2022-09-16
1