Jadi Tisa adalah cewek itu! Dia cewek yang menolong kucing itu! Tidak kusangka aku akan bertemu dengannya di sini!
Kutatap wajah Tisa yang sedang meringis menahan sakit. Aku mengernyit menatapnya.
Eh? Apa dia menahan nafasnya?
"Jangan tegang. Ngapain nahan nafas segala? Ini bukan operasi, cuma luka kecil. Nggak usah ditahan nafasnya, ntar malah kentut lagi!" ucapku terkekeh geli.
Dia mendelik mendengar ucapanku. Sementara Pipit ikut terkekeh.
Melihat Pipit tertawa, Tisa hanya memelototi temannya itu.
Iya. Nggak salah lagi. Tisa adalah cewek yang menolong kucing itu. Bukankah Pipit juga terlihat sama persis dengan temannya cewek yang menolong kucing itu.
"Kulitmu ini tipis. Lihat pipimu sekarang, sekali tampar saja sudah biru!" ujarku yang sedang memberikan obat merah ke luka itu.
"Udah belum, lama banget sih!" ucap Tisa mengomel.
Nih anak, udah ditolong dan diobati bukannya terimakasih malah ngomel!
Dengan sengaja aku sedikit menekan kapas di lukanya itu. "Aw! Ssh!! Kenapa malah ditekan?!!" Tisa meringis sakit ketika aku menekan kapasnya.
"Sorry, maaf nggak sengaja!" sahutku bohong sambil menahan senyum.
Emang enak? Makanya jangan galak-galak!
Aku yakin pipinya besok akan lebih bengkak dari sekarang.
_________
Karena keributan yang dibuat Mbak Lina, ada dua penghuni lain yang terlihat sangat keberatan dengan keberadaan Mbak Lina.
Yang satunya ingin pindah kosan. Dan yang satunya ingin melapor ke Ibu kos.
Ah, dia nggak tahu saja kalau aku sudah melapor ke Ibu kos. Dan nyatanya, Mbak Lina tetap tinggal di sini.
Sepertinya besok aku akan mulai mencari kos-kosan baru dan pindah dari sini.
Eh, tapi bagaimana dengan Tisa? Apa dia juga akan pindah dari sini?
Rasa kantuk mendadak lenyap gara-gara keributan tadi.
Sayup-sayup aku mendengar suara Pipit yang menyuruh Tisa pindah dari sini.
"Nggak bisa Pit. Aku udah nyaman tinggal di sini. Udah bersih, murah lagi bayarnya," jawab Tisa.
Ah, jadi Tisa nggak punya uang untuk pindah dari sini. Kasian dia. Apa aku tunda dulu untuk pindah dari sini ya?
Eh, ngapain aku mikirin dia? Biar saja, itu urusannya. Aku akan tetap pindah dari sini!
_________
Pagi hari saat aku akan berangkat ke kantor, ada beberapa orang suruhan Papa mondar-mandir di depan kos.
Melihat itu, aku urung berangkat. Padahal aku sudah rapi dengan jasku. Apa aku harus ganti pakaian lagi dengan jaket untuk menyamar?
Aku rasa itu tidak perlu. Aku akan berangkat ke kantor setelah mereka pergi. Palingan sebentar lagi mereka pergi.
Tapi sampai jam 10 mereka tak kunjung pergi.
Aku terus mengintip mereka dari balik jendela kamarku. Pak Jarwo tetap mondar-mandir di depan kosan.
Dia terlihat bicara dengan seseorang di telfon.
Mana cuaca panas lagi, ditambah pakai jas gini tambah bikin gerah.
Saat Pak Jarwo terlihat menjauh dari kos-kosan, aku segera pergi ke dapur untuk membasahi tenggorokan.
Ngintipin mereka dari kamar ternyata membuat haus juga.
Di dapur ada Tisa yang sedang bertelfonan dengan seseorang. Wajahnya terlihat sangat kesal.
"Kalau Ayah menelfon hanya untuk mengejekku, lebih baik aku matikan saja telfonnya!" ucapnya seraya mematikan telfon.
Aku yakin Ayahnya belum selesai bicara. Sepertinya hubungan antara dia dan Ayahnya tidak terlalu baik.
"Nggak sopan sekali, orang tua belum selesai bicara, udah dimatiin telfonnya," celetukku saat masuk ke dapur.
Dia menoleh padaku. Memandangku dari atas sampai ke bawah dengan alis bertaut.
"Kenapa ngeliatinnya gitu? Aku ganteng ya?" tanyaku iseng. Dalam hati aku tertawa melihatnya mendengus. Dia langsung membuang muka.
"Dengan jas serapih itu, kelihatannya kamu punya pekerjaan yang bagus. Kenapa kamu memilih kos-kosan yang sempit seperti ini jika kamu punya banyak uang?!" ucapnya.
Oh, jadi itu yang membuatnya menatapku lama tadi.
"Ya, terserah aku dong!" jawabku cuek dan mengambil air minum.
Oh iya! Bagaimana dengan pipinya tadi malam?
Aku menoleh ke Tisa. Tampak pipinya masih merah.
"Bagaimana dengan pipimu? Apa masih sakit?"
"Lumayan," jawabnya sambil mengangguk.
"Halo semuanya!" seorang cewek berkulit putih tiba-tiba muncul di pintu dapur.
"Kenalin, aku Iren. Penghuni baru di sini, aku baru nyampek kesini," ucapnya ceria.
Tiba-tiba saja tatapan matanya beralih ke Tisa. Mata itu langsung berbinar.
Ada yang aneh!
"Hai, nama kamu siapa?" dia mendekat ke Tisa.
"Tisa, salam kenal!" Tisa menjulurkan tangannya untuk bersalaman.
Setelah itu cewek bernama Iren tadi menjabat tanganku. "Andri," ujarku.
"Semoga kita bisa menjadi tetangga yang baik," ucapnya sambil menatap Tisa penuh senyuman.
Lihat itu! Dia bahkan tidak tersenyum padaku tapi justru tersenyum lebar saat bicara dengan Tisa. Apa itu normal?!
Tiba-tiba saja aku teringat dengan Yogi. Malam dimana ketika Yogi mabuk, dia juga tersenyum seperti Iren.
Nggak salah lagi! Iren pasti suka sama Tisa!
Ya Allah, kenapa di setiap kos-kosan selalu aja ada orang yang kayak gini!
Apa lagi setiap Tisa bicara, Iren selalu memandangi bibir Tisa. Bikin ngeri aja. Tisa juga sepertinya nggak sadar.
Aku harus ngasih tahu Tisa!
"Kau harus hati-hati dengannya!" ucapku ketika Iren sudah keluar dari dapur.
Tisa menatapku bingung. "Memangnya kenapa?"
"Kau itu benar-benar polos ya! Kau tidak lihat matanya selalu berbinar saat berbicara denganmu tadi?!"
Tisa makin mengerutkan alisnya. Membuatku semakin geregetan. Dia benar-benar polos atau gimana sih?!
"Dia selalu tersenyum saat berbicara denganmu tadi!"
"Itu karena dia orangnya ramah!" sahut Tisa tergelak.
Aish! Dasar Tisa!
"Bukan, dia sepertinya tertarik denganmu!"
Tisa terbelalak mendengar ucapanku. Sedetik kemudian ia menyemburkan tawa. "Kau gila ya!"
Kenapa dia malah mengataiku gila?!
"Dia itu perempuan! Bisa-bisanya kamu bilang dia tertarik sama aku" Tisa tertawa seolah-olah aku sedang melucu.
Dia tak mempercayai omonganku.
"Ini beneran, aku bisa melihatnya dari cara dia memandangmu tadi!" Aku berusaha meyakinkannya.
"Ah, udahlah! Aku nggak mau dengar kata-kata konyolmu lagi!" sahut Tisa masih sedikit tertawa dan hendak keluar dari dapur.
"Sa, aku nggak bohong! Cewek tadi itu beneran kelihatan kayak tertarik sama kamu!"
Dia berhenti sebentar. Aku pikir dia mulai percaya. Tapi dia malah menyuruhku mengunci pintu dapur karena aku orang yang terakhir keluar dari dapur.
Bagaimana ini? Tisa nggak percaya apa yang aku katakan. Andai saja dia tahu aku pernah mengalaminya.
Apa aku tunda dulu untuk pindah dari sini ya? Sepertinya iya, aku harus meyakinkan Tisa dulu. Baru pindah dari sini!
Jangan sampai dia bernasib sama sepertiku.
Aku yakin dia tak akan kuat melawan Iren jika sampai itu terjadi. Melihat tubuh Iren lebih besar darinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Seli Nursulastri
ah dasar andri,,,,
kayaknya sdh ada rasa tp blm sadar😁
lnjut kk👍👍
2022-09-25
1
Siska Agustin
lah apa hubunganya sama kamu Andri kalo mau pindah ya pindah aja,mau Tisa percaya ato kagak itu kan urusan dia,ngapa kamu ribet,lah kecuali kalo kamu tanpa sadar udah punya perasaan ke Tisa. nah itu kamu peduli sama Tisa kagak apa².. tapi keknya Andri udah tertarik sama Tisa saat Tisa nolongin kucing deh..
2022-09-25
1
Okta Seftiawan
next donk thor,,ceritanya seru bgt🥰🥰suka bgt pokoknya🙏🏻🙏🏻
2022-09-25
1