Aku masuk ke kamar dengan masih memikirkan cewek yang menolong kucing waktu itu.
Aku memang tidak melihat wajah cewek itu dengan jelas. Tapi aku sangat ingat dengan punggungnya.
Itu sangat mirip dengan punggung Tisa.
Belum lagi dengan teman Tisa itu. Saat mereka berjalan beriringan seperti tadi, mirip dengan dua perempuan yang kulihat dari atap kos-kosan Romi.
Sayup-sayup kudengar obrolan Tisa dan temannya.
Terdengar Tisa sedang menanyakan sempol ke temannya.
Tembok ini benar-benar tidak ada privasinya sama sekali.
Setelah itu aku mulai fokus dengan nasi kotak yang diberikan Tisa tadi.
Aku tertawa geli karena mendengar teman Tisa menyebutku tampan beberapa kali. Suaranya sangat keras, jadi aku mendengarnya dengan jelas.
Setelah itu obrolan mereka sayup-sayup tak terdengar jelas. Karena suasana sore agak ramai dengan suara motor di luar. Berbeda dengan malam hari yang agak sepi.
_________
Malam harinya, suasana kamar sebelah, kamar Tisa, sepi. Tak terdengar suara obrolan.
"Kemana mereka berdua? Setauku temannya Tisa belum pulang."
Aku keluar dari kamar. Saat menoleh ke kamar Tisa, kamarnya terlihat sepi.
Dari arah dapur aku mencium bau bumbu harum. Sepertinya ada yang sedang memasak.
Langsung saja kulangkahkan kakiku menuju dapur.
Dan benar saja, di dapur ada Tisa dan temannya sedang memasak.
"Wah, ada apa nih kok rame-rame di dapur?" tanyaku ke mereka.
"Kita lagi buat nasi goreng. Kamu mau juga nggak?" tawar temannya Tisa.
Berbeda dengan Tisa. Dia tak menawariku sama sekali.
Sebenarnya yang tetanggaku di sini siapa sih? Tisa atau temannya itu?
"Boleh! Aku mau," sahutku sambil mengangguk.
"Kalau gitu, tolong beliin sosis di warung ya. Tisa ingin nasi gorengnya dicampur sama sosis, tapi aku lupa beli."
Aku kembali mengangguk. "Oke."
Langsung saja aku keluar dari dapur. Kuambil dompet yang ada di kamar.
"Eh? Tapi beli sosis dimana? Aku kan belum tahu toko yang ada di dekat sini!"
Aku urung membuka pagar kosan dan kembali ke dapur.
"Maaf, aku lupa!" Aku melongokkan kepalaku di pintu dapur. "Aku masih belum tahu warungnya dimana."
"Biar aku aja yang beli!" ucap Tisa. Aku mengikutinya dari belakang.
Tiba-tiba dia menoleh. "Ngapain kamu ikut?!"
"Aku harus ikut, supaya tahu letak warungnya. Jadi kalau mau beli apa-apa enak!"
Ia mengernyit. "Kan ada Indomaret! Kenapa harus ribet?!"
"Indomaretnya jauh tahu dari sini!"
Setelah itu Tisa melanjutkan langkahnya. Dia berjalan di depanku dengan langkah cepat.
Segera kusejajarkan langkahku dengannya.
Benar-benar tak ada obrolan. Kami berjalan dalam diam.
"Oh iya, kalau mau laundry di sini dimana ya?" tanyaku berusaha berbasa-basi.
Entah kenapa kalau sama dia bawaannya pengen basa-basi mulu. Padahal biasanya aku nggak terlalu suka basa-basi apalagi dengan orang baru.
"Kalau mau laundry, ke Ibu kos aja. Ibu kos juga buka laundry kok!" sahutnya.
"Oh, enak deh kalau gitu."
Kami pun sampai di sebuah warung kecil.
"Ini warungnya! Deket kan!" ucap Tisa.
"Wah, Neng Tisa. Tumben kesini sama pacarnya? Biasanya sendiri."
Aku terkejut mendengar sapaan Ibu warung. Dia tersenyum padaku. Aku pun hanya membalasnya dengan senyuman juga. Tak tahu harus menjawab apa.
"Bukan Bu! Dia bukan pacar saya! Dia ini penghuni baru di kos," terang Tisa. "Dia nggak tahu letak warungnya, makanya dia ikut aku!"
"Oh, bukan pacar tho..." Ibu warung itu manggut-manggut. "Tapi kalian kelihatan serasi tahu!" lanjutnya.
Setelah membeli sosis, kami langsung kembali ke kosan.
Kami berjalan pulang dalam diam. Aku nggak mau basa-basi lagi. Toh Tisa langsung menggunting basa-basi yang kulontarkan.
_________
Pipit, itulah nama temannya Tisa. Dia sangat berbeda 180° dengan Tisa.
Jika Tisa selalu menggunting obrolan, Pipit malah suka menyambung obrolan.
Pipit cenderung cerewet, ada aja yang dia omongin.
Bahkan aku sampai merasa seperti wawancara kerja versi Pipit.
Bagaimana tidak, dia terus saja melontarkan pertanyaan. Mulai dari menanyakan nama, hobi, umur berapa, dan masih banyak lagi.
Wawancara kerja aja tak sebanyak ini pertanyaannya.
Sampai seorang perempuan datang ke dapur. Yang kutahu dari Ibu kos kemarin, namanya Lina. Orang yang sempat kukira kuntilanak di toilet tadi malam.
Kutaksir umurnya sepertinya lebih tua dariku.
Mataku terbelalak menangkap warna merah di lehernya.
Jelas sekali itu bukan bekas kerokan. Apalagi gigitan serangga, jelas bukan. Itu pasti bekas cup*Ng.
"Tis, kamu lihat nggak barusan?" bisik Pipit setelah Mbak Lina keluar dari dapur.
"Lihat apa?" tanya Tisa.
"Lehernya Mbak Lina merah-merah!"
"Mungkin bekas gigitan nyamuk. Positif thinking aja!" sahut Tisa cuek.
Aku yakin Tisa pasti tahu itu bekas apa. Tapi dia tak ingin membahasnya.
"Emang di sini ada yang ternak nyamuk ya?! Nyamuknya pasti gede banget! Sampek gigitannya besar kaya gitu!" sahut Pipit terlihat geretan karena respon Tisa yang cuek.
"Heeghh, Tisa! Jelas sekali itu bukan gigitan nyamuk tahu! Kurasa kau perlu membeli kacamata Tis!"
"Itu tidak perlu! Kau itu yang harus membeli saringan!!" sahut Tisa.
"Hah? Saringan?! Buat apa?" Pipit terlihat bingung.
"Untuk menyaring mulutmu sebelum berbicara!" timpal Tisa yang membuatku terkekeh.
Heran deh sama Mbak Lina. Bukannya dia sudah ditegur sama Ibu kos ya.
Tapi kenapa dia nggak kapok juga. Tadi sore aku sempat melihat dia membawa masuk cowok ke kamarnya.
Tapi sudahlah, asal dia tak menggangguku seperti kelakuannya di kamar mandi waktu itu.
Aku kembali ke kamar setelah selesai makan. Kurebahkan tubuhku di kasur. Karena kekenyangan rasanya jadi mengantuk.
BRAK BRAK BRAK!
Baru juga mataku hendak terlelap. Terdengar pintu yang digebrak keras.
"LINA! BUKA PINTUNYA!!"
Terdengar teriakan seorang laki-laki dari luar.
"Ck. Ini sudah malam. Siapa sih yang teriak-teriak?!"
Aku menutupi kepalaku dengan bantal. Rasa kantuk membuatku malas untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi di luar.
Baru juga aku akan terlelap kembali. Mataku kembali terbuka karena suara keras dari luar.
"Kurang ajar kamu ya! Berani-beraninya kamu selingkuh dariku!!"
BUAKK!!
Teriakan tadi disusul suara pukulan.
"Heeegh!! Ada apa sih di luar! Kenapa mereka berisik sekali?! Apa mereka tidak tahu kalau ini sudah malam?! Waktunya orang tidur!!"
"Mas! Hentikan!! Aku bisa jelasin semuanya!!" Sepertinya itu suara Mbak Lina.
Kuraih headset untuk menyumpal telingaku. Tapi teriakan dari luar masih juga terdengar.
Ck. Gimana aku bisa tidur kalau berisik gini. Apa aku harus pindah kosan lagi?!
Terdengar lagi suara teriakan dan juga pukulan.
Apa aku harus keluar dan menolong Mbak Lina? Tapi aku nggak suka ikut campur urusan orang lain.
"Sudahlah Ndri, tidur saja. Kau mengantuk dan besok harus kerja. Jangan ikut campur urusan mereka!" ucapku pada diriku sendiri sambil kembali menutupi kepala dengan bantal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Seli Nursulastri
kasian andri terganggu terus😁
2022-09-25
1