Saat keluar dari kamar Rohman, kami berpapasan dengan Yanto.
"Hai Ndri!" sapanya.
Make upnya kali ini lebih tebal daripada yang kemarin. Aku hanya mengangguk tersenyum kaku.
"Jangan terlalu ramah sama dia Ndri. Ntar kamu dipatok beneran lho sama Yanto!" bisik Romi lengkap dengan kuahnya.
"Kuahnya jangan ikutan dong!" Aku segera mengusap telingaku yang tiba-tiba mendapat semburan mantra.
"Hai Man, ada yang pesan aku lagi nggak?" tanya Yanto yang bisa kami dengar karena pintu kamar Rohman tidak tertutup.
"Tadinya sih ada, tapi dicancel!" jawab Rohman.
Kami jelas curi-curi dengar dan masih tak beranjak dari depan kamar Rohman.
"Kenapa?"
"Mungkin dia udah nggak suka lubang kerut lagi kali!" seloroh Rohman terkekeh.
Aku dan Romi hampir saja keceplosan tertawa dan segera pergi dari sana.
_________
Sudah enam hari aku tinggal di kosan Romi ini.
Sudah enam hari pula aku melamar kerja dimana-mana, tapi tidak ada satu perusahaan pun yang mau menerimaku.
Aku tahu, ini pasti ada yang nggak beres. Ini pasti ada campur tangan Papa. Dia pasti mem-blacklist diriku agar tidak diterima di perusahaan manapun.
Ini nggak bisa dibiarin, nggak adil namanya. Aku harus bicara ke Papa.
Di hari libur yang masih jam delapan pagi ini, aku sudah ditinggal sendirian karena Romi pergi dengan pacarnya.
Gabut melanda. Aku membuka jendela kamar Romi.
Terlihat dibawah sana sekelompok penghuni cewek melakukan aktivitas senam kembali.
Aku mengernyit saat menemukan satu cewek yang agak beda dari yang lain.
Aku terkekeh saat mengenali itu adalah Yanto.
Parahnya, dia yang menjadi pemandu senam.
Celana legging yang dia kenakan dipadukan dengan rok mini. Sepertinya itu untuk menutupi Pitung miliknya.
Dia sedikit bergoyang dan sesekali melompat. Dan terlihatlah sesuatu yang coba ia sembunyikan.
Dia yang begitu kenapa aku yang jadi malu?!
"Andri! Jangan cuma liat dari atas! Turun dong!" tiba-tiba Yanto melihat ke atas dan berteriak.
Buru-buru aku menutup jendela. Perut yang lapar membuatku harus ke dapur.
Aku memasak mie yang kemarin kubeli. Ada Yogi juga di sana.
Dia menatapku sebentar, lalu kembali menatap ke arah mangkuknya.
Menurut cerita Romi, Yogi tipe orang yang tidak terlalu suka dengan orang baru. Itu adalah pengalaman Romi. Jadi sebaiknya aku makan di kamar saja.
"Mau kemana?" tanya Yogi saat aku akan keluar dari dapur setelah membuat mie.
"Mau ke kamar," jawabku singkat.
"Makan di sini aja, biar enak ada temannya!"
Kupikir dia yang diam saja karena tak ingin orang lain makan bareng sama dia. Aku pun makan di dapur dalam diam.
"Kerja apa kuliah?" tanyanya memecah keheningan.
"Lagi cari kerja," jawabku singkat.
Tak ingin berlama-lama di dapur, aku langsung keluar setelah selesai makan.
Penasaran dengan tangga yang menuju ke atas, aku akhirnya menaiki tangga itu.
Ternyata ini adalah atap yang juga berfungsi sebagai tempat jemuran. Ada juga tempat duduk santai di sini.
Dari sini aku bisa melihat lalu lalang motor dan mobil.
Aku mengeluarkan hpku dan menelfon Papa. Tapi nggak diangkat. Tak selang berapa lama, pesan masuk ke hpku.
[ Papa sibuk. Nggak punya waktu untuk anak yang katanya sudah dewasa! Gimana, udah dapat kerja belum? ]
Gimana mau dapat kerja kalau aku udah diblacklist olehmu Pa?!
Sepertinya aku nggak bisa ngomong lewat telfon. Karena nyatanya Papa tidak berniat menjawab telfon dariku.
[ Andri mau ngobrol sesuatu sama Papa. Kalau ada waktu, segera kabari. ] Kukirimkan pesan itu ke Papa.
Aku menoleh saat mendengar langkah kaki yang sedang naik kesini. Ternyata itu Yogi.
"Mau rokok?" tawarnya menyodorkan bungkus rokok padaku.
"Aku tidak merokok," tolakku.
Yogi mengangguk dan memasukkan bungkus rokok itu ke sakunya.
Kemudian membakar rokok yang ada di tangannya dan menghembuskan asapnya ke udara. Tinggi badan kami sama.
Aku menunggu balasan pesan dari Papa yang tak kunjung datang. Setelah beberapa lama, terdengar nada dering pesan.
[ Besok siang, temui Papa di kafe dekat kantor! ]
Aku menghela nafas panjang setelah membaca pesan itu.
"Aku turun duluan ya!" Aku pun meninggalkan Yogi yang masih belum selesai merokok.
Saat di tangga, aku berpapasan dengan Yanto. Dia terlihat mengeluarkan bungkus rokok dari saku roknya.
Kupikir dia nggak merokok karena udah berubah jadi Yanti.
"Eh ganteng! Kok udah turun aja? Padahal baru mau aku susulin!" ujarnya dengan suara khas kodok kejepit. "Temenin Yanti ngerokok dulu yuk!"
"Maaf nih, kebelet BAB aku!" jawabku beralasan. "Di atap ada Yogi kok!"
Raut wajahnya berubah ketika mendengar nama Yogi. "Kalau gitu aku ke atas dulu ya ganteng. Sering-seringlah main ke kamar aku. Buka dua puluh empat jam kok!" Yanto mengerling dan berlalu.
Aku bergidik dan segera turun ke lantai satu.
Niatnya aku ingin keluar cari angin, eh malah dicegat segerombolan murid dadakan.
"Mau kemana?" tanya Ita dengan senyum lebar.
"Mau cari angin!" jawabku pendek.
"Ngapain angin dicari Ndri. Mending nyari Ita aja!" ujarnya mengedipkan satu matanya.
"Eh? Kok kamu tahu namaku? Perasaan aku belum sempat kasih tahu namaku waktu itu?"
"Oh, kalau nama kamu sih, semua cewek yang tinggal sini pada tahu nama kamu!" seru Ita.
"Tau darimana?"
"Dari Yanti!"
Aku menghela nafas, mendongak ke atap. Dimana ada Yanto yang sedang melambaikan tangannya padaku.
Saat aku akan melipir pergi meninggalkan Ita, ia segera memepetku lagi.
"Mau kemana sih Ndri. Di sini aja, ikut kita senam! Iya nggak teman-teman?" sontak semua perempuan di sana berseru setuju.
"Yuk Ndri ikut kita senam!" Ita tiba-tiba mengait lenganku dan menempelkan dadanya. Sepertinya dia sengaja menempelkannya di lenganku.
Aku segera melepaskan tangannya karena risih.
"Besok-besok aja ya!!" tolakku cepat.
Beruntung Romi dan pacarnya datang tepat waktu.
"Hemh! Bau apa ini ya?" ujar Sela, pacar Romi ketika melewati Ita.
"Oh iya, aku tahu! Bau ketidaklakuan! Makanya dia sering goda pacar orang!"
"Heh! Maksud kamu apa?" sungut Ita tidak terima.
Ini bau-baunya mau ada iklan sampo nih!
"Memangnya apa lagi julukan untuk orang yang suka goda pacar orang?!" seru Sela menantang. "Nggak la-ku! Atau ga-tel?"
"Heh! Dada tepos kurang ajar! Berani kamu ya!"
"Masih mending dada tepos! Daripada gede tapi boongan?! Ups!" Sela pura-pura menutup mulutnya.
"Apa kamu bilang?! Enak aja, ini asli ya! Bukan sumpelan!" sanggah Ita tak mau kalah.
"Emang tadi aku ada bilang sumpelan ya? Ah, keceplosan rupanya dia!" Sela tertawa sinis.
"Dasar tepos! Sini kamu!" Ita menjambak rambut Sela. Dan Sela pun juga tak mau kalah.
Dan iklan sampo pun di mulai. Mereka saling menunjukkan rambut siapa yang paling kuat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Farida Sae
bengek,,,,,
2022-10-27
1
Seli Nursulastri
serrruuuuu
2022-09-25
1
Siska Agustin
rontok deh tuh rambut berdua...ehm kok aku dikit curiga sih ya si Yogi ini kagak belok kan???
2022-09-13
1