...BAB.10...
"Ran, liat tuh ... ada es Doger," tunjuk Naira pada penjual es Doger.
"Eh iya tuh. Keliatannya seger, sana yuk," ajak Rani. Mereka pun segera mendekat ke gerobak yang menjual es Doger tersebut.
"Mang, esnya berapaan seporsinya?" tanya Naira begitu menghampiri penjual es tersebut.
"Lima ribuan Neng," balas penjual tersebut.
"Oh, kalo gitu minta dua ya Mang," balas Naira.
"Siap Neng." Penjual tersebut pun mulai meraciknya. Beberapa menit meracik, kini tersajilah dua porsi es Doger dengan serutan es batu yang terlihat lembut, serta siraman sirup yang tampak menyegarkan, juga berbagai toping yang menggoda lidah.
"Ini Neng," kata penjual tersebut menyerahkan dua porsi es Doger.
"Iya, ini Mang uangnya," balas Naira begitu ia menerima es tersebut, dan menyerahkan uang sepuluh ribu.
"Makasih Neng," kata penjual tersebut begitu menerima uang dari Naira.
"Nih Ran," kata Naira yang berbalik dan menyerahkan seporsi es tersebut.
"Aku ganti ya," kata Rani.
"Gak usah, anggep aja traktiran," balas Naira.
"Tapi Nay ..." kata Rani menggantung.
"Husst ... udah, gampang lah," potong Naira.
"Makasih," balas Rani.
"Eh aduh, kok tiba-tiba kebelet ya," keluh Rani yang memegangi perutnya.
"Mang, punten mau tanya, di sini ada toilet umum gak ya?" tanya Rani pada penjual es Doger tersebut.
"Kalo toilet umum gak ada, paling masjid tuh di sebelah sana," tunjuk penjual tersebut.
"Oh iya Mang, makasih.Yuk Nay buruan anterin!" ditariknya Naira menuju masjid. Sesampainya di depan toilet masjid, Rani pun menitipkan barang-barangnya kepada Naira.
"Nay titip ini, ini, sama ini ya." Diserahkannya beberapa barang, termasuk ponsel. Kemudian segera berlari menuju ke dalam toilet.
"Heh ada-ada saja," balas Naira yang telah di tinggal sendirian di depan toilet.
Beberapa menit menunggu, ponsel Rani berdering. Naira pun melihat layar yang bertuliskan nama Surya. Merasa bukan haknya, ia pun membiarkannya, meski berdering berulang. Setelah tidak berdering lagi, nampak orang bernama Surya tersebut mengirim pesan.
"Sayang, lagi dimana? aku tuh ..." tulisnya yang muncul di layar depan. Meski 'tak membukanya, namun bisa di pastikan dari gaya bahasanya, mungkin itu orang yang kenal dekat, atau bahkan mungkin kekasih sahabatnya.
"Sayang? pacarnya kali ya," gumamnya.
Tidak berselang lama, Rani pun akhirnya keluar dari toilet.
"Nih, cowok Lo telfon!" kata Naira yang menyerahkan ponsel Rani.
"Cowo? cowo apaan?" tanya Rani yang kemudian membuka ponselnya.
"Oh dia, dia mah bukan cowo gue, tapi ora prik," jelas Rani.
"Lah ko bisa?" tanya Naira penasaran.
"Ya dia tuh temen dekatnya sepupu gue, yang udah di anggep anak juga sama tante, yang sekarang rumahnya gue tinggalin. Gak tau tuh tiap ketemu atau chat bilangnya sayang-sayang mulu. Kan prik banget," jelas Rani.
"Oh gitu, kenapa gak Lo larang aja, kalo ngrasa Lo itu keganggu?" balas Naira.
"Udah sering Nay, cuma gak mempan. Ya udah mau gimana lagi," balas Rani.
"Waduh, repot juga sih ya," balas Naira.
"Ya begitulah, dah ah gak usah di urusin. Mending jalan aja yuk," ajak Rani.
"Ayok." Mereka pun berjalan meninggalkan tempat tersebut.
Berjalan beriringan menyusuri tiap sudut alun-alun kota, menikmati setiap sisinya, juga wisata kulinernya. Puas menjelajahi setiap sudutnya, 'tak terasa jam di pergelangan tangan Naira menunjukkan pukul 12:00. Naira yang menyadarinya pun tercengang,
"Eh ... waduh, udah jam segini, waktunya dah habis ini," kata Naira begitu melirik jam tangannya.
"Kenapa Nay?" tanya Rani memperjelas.
"Ini, udah jam segitu. Waktunya siap-siap kerja," balas Naira.
"Oh iya, gak kerasa waktunya cepet banget," kata Rani yang juga baru menyadari.
"Kalo gitu sesi jalan barengnya lanjut kapan-kapan aja, gue juga mau pulang dah siang," lanjutnya.
"Lo naik apa pulangnya?" tanya Naira.
"Naik ojek online paling," balas Rani.
"Ok, gue temenin sampai ojek onlinenya dateng ya," tawar Naira.
"Boleh." Rani pun terlihat mengotak-atik layar ponsel miliknya untuk memesan ojek online. Beberapa menit menunggu, akhirnya ojek yang di pesan pun tiba.
"Nay, duluan ya," pamit Rani saat ia telah berada di jok belakang dari motor ojek tersebut.
"Iya Ran, hati-hati," balas Naira sembari melambaikan tangan tanda perpisahan.
Setelah kepergian Rani, Naira pun berjalan meninggalkan lokasi.
Jarak yang 'tak begitu jauh dari restoran, membuatnya memilih berjalan kaki, ketimbang harus memesan ojek online. Itu akan lebih hemat biaya pikirnya. Ia pun mulai berjalan menyusuri sepanjang jalan trotoar menuju restoran. Teriknya mentari, serta bisingnya lalu lintas di jalan raya, 'tak ia hiraukan. Ia hanya fokus berjalan agar 'tak telat. Namun, misinya untuk berjalan kaki hingga sampai tujuan, ternyata batal. Saat tiba-tiba di tengah perjalanan Adam memanggilnya.
"Naira!" sapanya dari atas motor.
"Eh, iya kenapa?" tanyanya basa basi, padahal hanya menutupi getaran yang entah dari mana muncul secara tiba-tiba di dalam dirinya.
"Mau kemana?" tanya Adam.
"Ke resto," balas Naira.
"Sama dong, yuk bareng," tawar Adam.
"Enggak usah, takut malah ngerepotin," tolak Naira.
"Enggak kok, dari pada jalan kaki, panas kan," balas Adam.
"Bener juga ya," gumamnya dalam hati.
"Iya deh," kata Naira yang akhirnya mau. Mendengar jawaban Naira, Adam pun tampak menyunggingkan bibirnya, yang tampak begitu manis bagi Naira.
"Nih pake," kata Adam begitu menyerahkan helm kepada Naira. Tanpa berbasa-basi, Naira pun segera menerima dan memakai helm tersebut. Namun, saat mengaitkan tali pengaman, ia sedikit kesulitan. Bahkan, ia sampai harus berkaca di spion motor agar mudah. Niat hati sedikit tertunduk, agar mudah bercermin dari kaca spion. Namun, yang terjadi ia malah terbentur kaca spion, karena tidak berhati-hati. Alhasil, helm yang ia pakai pun malah miring 'tak beraturan.
Gemas dengan tingkah konyol Naira, Adam pun turun tangan, dan bergegas mengitari motor agar berada tepat di depan Naira.
"Nay, liat sini!" pinta Adam.
Dengan polosnya, Naira pun berbalik menghadap Adam tanpa tau, apa yang akan dilakukannya. Mereka saling berhadapan. Adam sedikit tersenyum, dan menggelengkan kepala. Tidak banyak bicara, namun ia segera membenarkan posisi helm, serta menyatukan tali pengait dari helm yang Naira kenakan, agar terpasang dengan benar di kepala Naira. Tidak menolak, juga tidak berkomentar, Naira hanya pasrah pada apa yang di lakukan Adam. Entah rasa apa yang menggebu di dalam dada, rasa 'tak biasa setiap berdekatan dengan Adam. Namun, ia mencoba untuk menyembunyikan sebisa mungkin.
"Udah nih," kata Adam begitu selesai.
"Makasih ya," balas Naira yang mencoba bersikap biasa, meski hatinya tidak bisa berbohong. Naira pun segera naik ke motor yang di kendarai Adam.
...Bersambung...........
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments