...BAB.5...
Sekembalinya orang asing tersebut. Dengan membawa kotak P3K, yang entah di dapat dari mana. Ia pun kembali duduk di samping Naira.
"Maaf, em ... bisa liat tangannya?" pinta orang tersebut.
Naira pun mengulurkan tangannya yang terluka pada orang tersebut.
"Tahan ya," pinta orang tersebut. Ia pun segera membersihkan luka Naira dengan cairan antiseptik, dan kemudian membalutnya dengan perban.
"Makasih ya Mas," ucapnya pada orang tersebut.
"Gak papa, ini juga salah saya," kata orang tersebut sembari menata kembali peralatan P3K-nya ke dalam kotak.
"Kaki kamu gimana?" tanya orang tersebut.
"Masih sedikit sakit," kata Naira jujur.
"Boleh saya bantu pijit?" izin orang tersebut.
"Emang bisa?" tanya Naira ragu.
"Ya di coba. Gak ada salahnya kan, kalo boleh?" balas orang tersebut.
"Iya boleh." Setelah mendapatkan persetujuan dari Naira, orang tersebut pun memindahkan badannya ke depan Naira. Ia pun mulai berjongkok sejajar dengan kaki Naira. Selanjutnya, ia pun mulai mengangkat sedikit kaki Naira, agar sejajar dengan lututnya. kemudian Ia pun menekan-nekan pergelangan kaki Naira yang terkilir.
"Ah ... aduh!" rintihnya merasa kesakitan.
"Oh maaf, pasti terkilir ini. Tahan dikit ya," pintanya sembari terus memijit dan sedikit memutar pergelangan kaki Naira hingga berbunyi, "krek."
"Aaaah!" jerit Naira.
"Coba digerakin," pinta orang tersebut.
Meskipun tidak yakin, Naira berusaha menggerakkan kakinya sesuai arahan orang tersebut.
"Eh, udah gak sakit lagi," ucap Naira sembari berdiri mengetes kakinya.
"Syukur kalo begitu," ucapnya dengan senyuman.
"Makasih ya," ucap Naira berterima kasih.
"Iya, kamu mau kemana?" tanya orang tersebut.
"Niatnya sih keliling sini aja, siapa tau ada yang menarik buat di beli," balas Naira.
"Kalo gitu ... sebagai rasa tanggung jawab saya, yang udah bikin kamu luka, aku temenin ya. Takut kakinya belum pulih banget," pinta orang tersebut.
"Saya udah gak papa kok," tolak Naira.
"Please ... biar aku gak ngerasa bersalah terus," bujuk orang tersebut.
Melihat ekspresinya yang terlihat begitu tulus, akhirnya Naira pun mengizinkannya.
Mereka pun mulai berjalan, menyusuri dan membelah keramaian yang ada. Melewati satu lapak, ke kapak yang lainnya untuk mencari sesuatu yang mungkin menarik untuk di beli. Saat melewati sebuah lapak, seorang pedagang menyapanya.
"Atuh si Aa tumben bawa cewe, dari kemarin sendiri mulu," sapa bapak penjual itu. Dengan senyum ramahnya, orang tersebut pun menjawab,
"Iya atuh Mang, masa sendiri mulu."
"Nah iya atuh, sekali-sekali jangan sendiri mulu,bawa gandengan cantik kata gini," balas pedagang itu dengan tawa renyahnya.
"Hahahaha, si Mamang bisa aja. Iya lah Mang. Ya udah atuh, kita ke depan dulu," pamit pria tersebut. Setelah basa-basi, Naira dan orang asing tersebut pun melanjutkan sesi berkelilingnya.
"Pedagang itu kenal Mas?" tanya Naira sembari terus berjalan beriringan.
"Ya gak kenal banget sih, cuma sering ke sini jadi mungkin si mamang udah hafal muka aku," balasnya santai.
"Oh begitu," balas Naira.
Selama berkeliling, mereka berbincang-bincang santai. Entah angin apa yang membuatnya begitu akrab. Padahal, Naira bukan tipe orang yang mudah dekat dengan orang baru.
Percakapan mereka terhenti, ketika Naira melihat lapak dompet yang menarik baginya. Ia pun segera mendekat ke kapak, untuk memilih-milih dompet yang cocok untuknya. Membandingkan dompet satu dengan dompet lainnya, beradu kualitas dan motif. Hingga akhirnya, ia pun memutuskan memilih dompet panjang bercorak garis-garis hitam dan ungu.
"Pilihannya bagus itu Neng, muat lah duit dua juta," canda pedagang itu. Setelah di rasa cocok, Naira pun memutuskan untuk membelinya. Segera ia keluarkan beberapa lembar uang dari dalam tas miliknya. Namun, belum sempat menyerahkannya pada pedagang itu, pria asing tersebut telah terlebih dahulu membayarkannya.
"Eh, gak usah!" tolak Naira.
"Udah gak papa," balasnya begitu selesai bertransaksi.
"Yuk, mau beli apa lagi?" tawar pria tersebut dengan santainya.
"Ah, tapi gak enak aku tuh. Harusnya gak usah repot-repot," tolaknya merasa 'tak enak hati.
"Kalo mau ganti, kapan-kapan aja," balas pria tersebut.
"Jadi, mau beli apa lagi?" lanjut pria tersebut menawarkan pada Naira.
"Ok, kapan-kapan aku ganti ya. Eeem ... udah ah gak beli apa-apa lagi kayaknya," jawab Naira.
"Kalo gitu, kita makan bakso yuk di depan sana, enak loh baksonya," tawarnya.
"Oh ya? boleh deh," jawab Naira antusias. Mereka pun berjalan menuju gerobak bakso yang di maksud.
"Teh, pesen bakso lengkap dua ya," kata orang tersebut setelah mereka sampai.
"Oh iya A, sebentar ya. Neng sama si Aa tunggu di meja sana aja," kata penjual itu, sembari menunjuk ke arah meja yang kosong.
"Oh iya, Teh." Mereka pun menuju meja yang di maksud untuk menunggu pesanannya datang.
'Tak berapa lama menunggu, akhirnya pesanan Naira datang. Namun, tiba-tiba ponsel pria tersebut berdering, tanda ada panggilan masuk. Entah siapa yang meneleponnya, namun saat ia menerima telepon tersebut, ia sedikit menjauh dari hadapan Naira.
Batin ingin menanyakan siap yang meneleponnya, hingga ia harus menjauh. Namun, logika berkata untuk apa menanyakannya. Naira bukan lah siapa-siapanya, 'tak pantas rasanya menanyakan privasi orang. Naira pun akhirnya memilih menunggu, tanpa berani bertanya. Saat menunggu orang itu bertelepon, pesanan baksonya telah datang.
"Neng, ini baksonya. Silahkan di nikmati," kata penjual bakso tersebut, seraya menyerahkan dua porsi bakso beserta minumannya.
"Nuhun Teh," balas Naira.
Melihat dua porsi bakso dengan isi satu buah bakso urat besar, tiga bakso urat kecil, dan beberapa bakso mini, di tambah bihun, beserta sayur-mayur, 'tak lupa tersaji pula pangsit basah, serta pangsit kering sebagai pelengkap yang sempurna.
Sajian tersebut, berhasil membuat cacing di perut Naira berdemo meminta jatah. Apa lagi, kuahnya yang hangat dan segar menambah kesempurnaan dalam porsinya. Yang pasti, menambah rasa lapar di perut Naira. Di meja juga tersaji es teh manis, dengan bongkahan es batu di dalamnya yang terlihat begitu segar. Haus dan lapar, itulah kata yang tepat saat melihat sajian di meja. Tidak mau berlama-lama lagi, ia pun memutuskan untuk segera melahap makanannya. Sayang jika terlalu lama di anggurin, pikirnya.
Terlalu hanyut menikmati bakso yang begitu sempurna, sehingga ia pun tidak menyadari bahwa pria asing tersebut telah kembali, dan tengah memandanginya dari samping. Entah sejak kapan ia berada. Naira baru menyadari keberadaan pria tersebut, setelah seporsi bakso tersebut tandas 'tak tersisa.
"Enak?" tanya pria tersebut melihat Naira telah menghabiskan bakso sampai pada titik kuah terakhir.
"Eh, dari kapan udah di sini?" tanyanya terkejut bercampur malu.
"Udah dari tadi kali, kamunya aja yang gak sadar," balasnya.
"Hehehe iya, asik makan bakso jadi gak ngeh," balas Naira.
...Bersambung.........
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments