7.

Chenle dan seluruh pasukannya sudah siap di atas kuda masing-masing. Jeno juga diberi tunggangan kuda oleh pasukan kerajaan. Jeno telihat antusias menaiki kuda yang tinggi dan gagah mirip seperti di film-film yang ia lihat.

“Lin-lin ah…ayo turun…” Mark mencoba membujuk Lin-lin yang duduk di kuda yang sama dengan Chenle. Ia duduk di depan Chenle dan sudah memegang erat tali kuda tersebut.

“Lin-lin!” Seru Lin-lin sambil menggelengkan kepalanya keras.

“A..aigoo. Hahaha..” Chenle yang gemas melihat tingkah laku Lin-lin pun tersenyum.

“Nak Lin-lin..” Pengawal Ming juga berusaha membuat anak kecil itu turun.

“Haha. Biarkan saja kalau begitu,” Chenle mengusap kepala Lin-lin dengan lembut. “Hyung, anakmu biar bersamaku saja,”

“Sudah kubilang dia bukan anakku…” ucap Mark geram.

“Hyung, lekas naik. Lin-lin biar dengan Chenle saja,”

“Ehem!”

“Ma..maksudku dengan ‘Pangeran’,” Jeno membetulkan kalimatnya.

---------------+++++++++------------

Jeno memimpin perjalanan menuju gunung. Setelah sempat tersesat selama beberapa jam, Jeno mengusulkan bahwa ia yang menjadi pemimpin perjalanan. Ia yakin para prajurit belum pernah ke kawansan ninja sebelumnya. Karena Jeno tahu kisah ninja sudah dituliskan dalam cerita, jadi ia yakin ia dengan mudah dapat menemukan tempat para ninja berada.

Jeno mengangkat kepalan tangan di udara tanda berhenti. Mark dan kudanya yang berada tepat dibelakang Jeno ikut mengangkat kepalan tangan agar pasukan Chenle yang berjarak agak jauh darinya berhenti.

Jeno memutar kepalanya menghadap Mark. Ia yakin dengan apa yang ia temukan. Rumah bamboo yang tersembunyi dibalik pepohonan dan air terjun kecil. Itu pastilah rumah salah satu ninja.

Mark menjawab dengan anggukan. Jeno dan Mark pun memberanikan diri turun dari kuda istana setinggi dua meter itu. Chenle sedikit memacu kudanya agar berdampingan dengan kuda Mark.

“Pangeran…”

Chenle yang sudah mengetahui itu suara dari Pengawal Ming hanya menjawab dengan angkatan kepalan tangan. Para pasukan Chenle kini berada beberapa meter dari tempat Chenle berada. Tidak ada satupun dari mereka yang turun. Mereka menunggu pergerakan Jeno dan Mark.

Jeno dan Mark berjalan sangat pelan mendekati rumah ninja yang redup itu. Tangan Jeno mulai memegang pintu geser dan menggesernya perlahan.

SYUUUUUNG……JLEB!

Sebuah boomerang besi khas milik ninja tiba-tiba tertancap di pintu. Mata boomerang itu hampir saja mengenai tangan Jeno.

JLEB

JLEB

JLEB!

“Munduur!” Teriak Jeno sambil berlari menjauhi rumah ninja itu.

“Itu dia!” Mark berlari menuju kuda sambil menunjuk beberapa ninja yang berada diatas pohon.

“Kejar!!” Prajurit Im membawa pasukannya untuk mengejar ninja-ninja yang dengan lincahnya berloncatan dari satu pohon ke pohon lain. Mereka pun semakin masuk ke dalam hutan.

“Pengawal Ming, Prajurit Yoo, kau kembali ke markas!” Perintah Chenle sambil memutar kudanya. Beberapa ninja masih mengarahkan boomerang pada mereka.

“Tapi pangeran..”

“Aku akan bersama mereka!” Seru Chenle mengikuti Mark dan Jeno yang sudah melajukan kudanya terlebih dahulu. “Cepat!”

--------------+++++++------------

“Heaah!” Chenle memacu kudanya lebih cepat dari Jeno dan Mark.

“Woohoo!” Seru Mark mengikuti Chenle. Mereka kini menuruni gunung dan mulai terlihat keramaian kota.

“Hya!” Mark sedikit meninggikan suaranya dan menatap Chenle yang tersenyum riang sambil memeluk Lin-lin dengan satu tangannya. “Kau rupanya pintar menunggang kuda!”

Chenle tersenyum lebar hingga mata kecilnya tak terlihat. “Ini menyenangkan, hyung!” serunya dengan rambut yang terhempas angin.

“Belok kiri!” Seru Jeno dibelakang.

Mark dan Chenle dengan segera mengikuti arahan Jeno dan membelokkan kudanya ke arah kiri.

“Wuah…” Chenle melihat kehidupan warga nya. Beberapa masyarakat yang melakukan kegiatan sehari-hari terlihat makin dekat. Ia menepuk nepuk sisi samping kudanya agar berhenti berlari. Kuda yang ditunggangi Chenle pun berjalan dengan tenang.

Semua orang menatap tiga pria yang menunggangi kuda itu. Sangat jarang masyarakat yang berlalu lalang dengan kuda, jadi masyarakat berasumsi bahwa mereka bertiga adalah orang terhormat di negara ini. Mark mencoba tersenyum ramah pada setiap orang yang menunduk padanya. Chenle yang sudah biasa dengan hormatan itu hanya tersenyum biasa, sedangkan Jeno melambai-lambaikan tangannya entah pada siapa.

“Sudah sampai,” Ucap Mark. Ia melajukan kudanya terlebih dahulu.

“Ini rumah siapa?” Gumam Chenle menatap rumah yang dihampiri Mark.

Jeno menyamakan langkah kudanya dengan kuda Chenle. “Rumah si pembuat pedang,” Ucapnya.

Chenle menatap lekat-lekat rumah itu saat kuda yang ia tumpangi berhenti. Ia memberikan Lin-lin pada Mark sebelum ia turun dari kudanya.

“Kyahaha!” Lin-lin tertawa dan berlari masuk ke rumah Jeno.

Jeno berjalan menghampiri Chenle yang sedang menepuk-nepuk badannya. “Wah, pangeran kita keren juga,” Goda Jeno diakhiri dengan menyenggol lengan Mark agar ia bersekongkol menggoda Chenle.

“Hehehe..”

GUBRAK!

“Lin!!”

Mendengar suara Lin-lin dari dalam rumah, Mark pun segera masuk dengan diikuti Chenle dan Jeno.

Seseorang sedang menggendong Lin-lin sambil menutup mulut anak kecil itu.

“Siapa….Hya!!”

“Mark Hyung?!”

“Mwoya?! Renjun ah!” Jeno menunjuk Renjun yang berpakaian serba hitam. Sosoknya hampir tidak terlihat di rumah Jeno yang gelap.

“Hya, lepaskan dia! Dia anak Mark hyung!” Seru Chenle.

“Sudah kubilang, Li..”

“Chenle ah!” Renjun juga terkejut melihat Chenle yang berdiri tepat di dekat pintu. “Oh, maaf,” Renjun melepaskan Lin-lin. Lin-lin dengan segera berlari dan bersembunyi di balik badan Mark.

“Mwoya Renjun ah? Kau mau membunuh anak kecil itu?” Jeno berkata santai sambil menyalakan api di perapiannya.

Renjun yang masih berdiri di tengah ruangan mencoba membaca situasi. “Tunggu… kalian bukan di istana?”

“Hya, sang pangeran saja tidak di istana, mengapa kami di istana,” Jeno memberikan kursi pada Mark dan Chenle. Lin-lin dengan cepat langsung naik ke pangkuan Mark.

“Pangeran? Siapa?”

Mark, Jeno dan Lin-lin menunjuk Chenle yang memasang wajah sombong sambil menepuk-nepuk bahunya.

“Mwo?! Hahahahaha!!!” Renjun tertawa keras. “Hya! Kau pangerannya?”

“Ckckckc…kalau prajurit Chenle mendengar ocehanmu, pasti kau sudah dipenggal,” komentar Mark diikuti Lin-lin yang juga menggelengkan kepalanya.

“Mwoya… kukira aku sendirian yang harus menuju istana..” Gumam Renjun sambil menggaruk pipinya.

“Aigoo… hyung tidak mendengarkan penjelasan si Josung Saja, ya?” Chenle melipat tangan dan mengerutkan dahinya.

“Mmmm….sepertinya ada yang salah dengan pemahamanku, hehe,”

“Hyung, kau cari senjata, kan?” Tebak Jeno sambil menatap tembok rumahnya yang bergantung beberapa senjata.

Renjun berjalan mendekat ke Jeno. Ia melihat satu persatu peralatan perang yang tokoh Jeno buat.

“Kami tadi ke gunung, ke rumah ninja,” Mark membuka percakapan. “Tapi ninja-ninja disana malah menyerang kami,”

“Eh? Benarkah?” Renjun membalik badannya. “Kalau begitu, kau tadi pergi ke rumahku,”

“Mwo?!” Mark, Jeno dan Chenle bersuara bersama.

“Aku kan seorang Ninja,”

“Hya, mengapa kau selalu membahayakan nyawa kami, sih?” Mark terlihat kesal pada ninja berbadan kecil itu.

Renjun tersenyum sambil memamerkan giginya. “Kalian tahu, kami ninja hidup saling melindungi, hehe,” Jawabnya. “Mungkin tadi kalian terlihat mencurigakan,”

Renjun kemudian terlihat mengeryitkan dahinya dan menarik nafas dalam-dalam seperti mencium aroma sesuatu yang asing.

“Ada apa?” Mark merasakan ada sesuatu yang aneh pada Renjun.

Renjun memiringkan kepalanya. “Bau ini…” Matanya tiba-tiba terbelalak kaget. “Jeno, ambil semua senjata yang kau perlukan,”

“Hya, ada apa?!” Tanya Mark lagi dengan nada yang lebih tinggi.

“Penyihir sedang menuju kemari,”

“Mwo?!”

“Aku bisa merasakannya, Chenle ah,” ucap Renjun, mengungkapkan salah satu kemampuan yang ia dapat dari tokoh ninja.

“Cepat naik kuda, menuju gunung!” Perintah Renjun yang segera mengambil boomerang ninja milik Jeno.

Chenle seketika menggendong Lin-lin dan membawanya menaiki kudanya. Jeno mengikuti Chenle dan bergerak cepat. Benar kata Renjun, suara gaduh masyarakat sekitar terdengar, diikuti oleh segerombol makhluk berjubah hitam yang menunggang kuda dan seekor naga besar.

“Me.. mereka datang!!” Seru Jeno. Jeno yang sudah diatas kuda berusaha berteriak keras memanggil Renjun yang masih di dalam rumah.

“Hya!!” Mark kembali turun dari kudanya dan memasuki rumah Jeno. “Sedang apa kau?! Penyihir dan naga menuju kemari!” Ungkap Mark.

Renjun tidak menjawab. Tangannya masih sibuk mengambil senjata-senjata di rumah Jeno. “Hyung,” Renjun melemparkan dua buah pedang pada Mark. “Ambil itu,” perintahnya dengan memegang sebuah pedang panjang di tangan kanannya. Seluruh boomerang besi dan pisau kecil yang ia ambil sudah masuk ke gulungan kain milik Renjun.

Tangan Mark gemetar. Ia memegang kedua pedang tajam yang berlum pernah ia gunakan sebelumnya. Renjun berlari ke luar rumah. Sang naga pun tiba, ia mulai membakar rumah Jeno.

Mark segera menaiki kudanya. Ia memacukan kudanya mendekati penyihir yang datang. Mark menyerang tiga penyihir dengan kedua pedang di tangannya. Sang penyihir yang hanya bersenjatakan tongkat kayu pun berusaha menghindar. Mark dengan jelas melihat mereka dapat mengeluarkan berbagai macam serangan dengan tongkat kayu ajaib.

BRUK!

Mark terjatuh dari kudanya setelah seorang penyihir mengeluarkan api dari tongkatnya dan mengarahkan api itu pada lengan Mark.

“Hyung!” Teriak Renjun yang saat itu berada di punggung sang naga. Kelincahan sosok ninja yang Renjun perankan mempermudahkannya dalam menyerang naga dari jarak dekat.

Seketika itu Renjun bergegas menuju Mark dan mengambil salah satu pedangnya.

SRING!

Renjun menebas cepat kepala dua orang penyihir yang turun dari kuda mereka dan berjalan mendekati Mark.

“Hhh…hh…” Renjun mengatur nafasnya. Ia kemudian menatap satu penyihir yang masih diam diatas kuda.

“Ck! Sial!” Seru sang penyihir. Ia pun memutar kudanya dan begegas pergi.

ROOOAARRRR!!!!

Suara aum-an sang naga terdengar keras dan mengerikan. Masyarakat sekitar mencoba melihat naga itu melalui jendela rumah mereka. Seorang naga api gagah yang menjadi ancaman besar negeri yang kini dipimpin oleh para penyihir. Sang naga kemudian terbang tinggi dan kembali mengikuti penyihir yang baru saja kalah bertarung melawan Renjun dan Mark.

-------------+++++++++------------

Renjun datang dengan membawa air dan beberapa dedaunan obat yang ia ambil dari tumbuhan sekitar. Lin-lin yang terlihat khawatir dengan keadaan Mark duduk terdiam di sampingnya.

“Angkat lenganmu,” Ucap Jeno yang melihat Renjun berjalan mendekat.

Mark pun menggulung lengannya hingga lengan bagian atasnya terlihat.

“Mwoya?!” Gumam Mark diikuti Renjun dengan suara lebih keras.

“Tadi aku jelas-jelas melihat lenganmu terbakar!” Seru Renjun.

“Be..benarkah?” Jeno ikut terkejut. “Tapi mengapa hyung baik-baik saja? Lihat, kulitnya tidak ada luka sama sekali,” tunjuk Jeno pada bagian lengan Mark.

Mark juga bingung dengan apa yang ia alami. Ia menatap teman-teman yang ada di dekatnya. “Ba..bagaimana bisa?” Ucapnya bingung. “Aku bahkan jatuh dari kuda, tapi tidak ada lecet sama sekali,”

“Lin-liiiiin…” Lin-lin yang lega melihat kondisi Mark kemudian memeluk Mark dari samping.

Chenle mengamati Mark dan yang memiliki kejadian aneh yang menimpanya. “Mungkinkah Mark hyung… memiliki kekuatan lain?”

Ungkapan Chenle membuat semua orang disana terdiam dan menatapnya. Mereka berharap Chenle melanjutkan pembicaraannya.

“Hy..hyung sendiri yang bilang, kalau kita disini punya kekuatan masing-masing, Jeno hyung ahli berperang dan dapat membuat senjata, Renjun hyung seorang ninja, dan kau, Mark hyung… jangan-jangan kau memiliki kekuatan tidak dapat terluka?” Chenle berbicara dengan mengungkapkan pikirannya.

“Mwoya? Keren sekali!” Seru Jeno sambil menutup mulutnya dan membuka lebar-lebar matanya. “Atau bahkan tidak bisa mati?”

“Kurasa tidak sampai seperti itu..” Mark tersenyum sedikit menanggapi tebakan Jeno. Ia pun seketika menatap lengannya yang masih mulus tanpa luka sedikit pun.

“Wah, bagus kalau begitu, Mark hyung bisa memimpin perang, hehe,” Chenle tersenyum riang bak anak kecil.

“Hya, aku tidak bisa terluka, tapi bisa mati, tahu,” Jawab Mark bercanda.

“Hya-hya, dengarkan aku,” Renjun mengangkat kedua telapak tangannya.

“Apa lagi,” Gumam Jeno menatap Renjun yang duduk dibelakangnya.

“Setelah ini aku harus ke ‘dokter gila’,” Ucap Renjun. “Misiku sebelum ke istana adalah mengambil senjata dan mengambil obat dari seorang dokter,” lanjutnya yang untung saja masih mengingat perkataan Josung Saja.

“Mwo? ‘Dokter gila’?!”Jeno mengulang nama sang dokter lagi.

“Josung Saja yang memanggilnya begitu. Mungkin itu juga yang tertulis di naskah,” Jawab Renjun tak peduli.

Chenle kemudian tertawa kecil. “Hyung…ppfft..” Chenle menahan tawanya sebelum berbicara. “Kira-kira siapa yang menjadi ‘dokter gila’ itu, ya?”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!