13.

Jaemin berada di arena gladiator lagi. Tangan kanannya masih memegang sebuah tongkat kayu khas miliknya. Ketakutannya tidak dapat disembunyikan. Tongkat kayunya terlihat bergetar. Suara cemooh dan tawaan terdengar dari kursi penonton. Mereka menertawakan kepanikan seorang penyihir terlemah di dunia penyihir.

Setelah melalui beberapa pertarungan, Jaemin sudah berhasil menakhlukan kebuasan dua naga. Kini naga yang harus ia jinakan semakin kuat. Naga itu juga memiliki kekuatan dan tampilan beragam. Tak jarang Jaemin keluar arena dengan darah mengucur disana-sini.

GREEEKKK….

Pagar dari kandang sang naga dibuka.

RROOAARRR!!

Sang naga mengeluarkan suara sangat besar.

“Wooaahh!!” Riuh penonton juga jelas terdengar. Mereka bersorak dan bertepuk tangan menyambut datangnya sang naga yang merupakan campuran makhluk mitologi pegasus dengan naga angin.

Jaemin mengatur nafasnya. Ia melangkah perlahan. Semakin ia mendekatkan dirinya dengan naga itu, semakin ia melihat pemandangan yang berbeda dari biasanya. Seseorang sedang menunggangi sang naga. Seorang pria terlihat jelas naik di punggung sang naga ber-sayap enam yang masih bertukar tatap dengannya.

“Ra..raja?” Tebak Jaemin setelah yakin bahwa tidak ada yang dapat menunggangi naga selain pemilik naga itu sendiri, sang raja.

ROAAARRR!

Naga itu menyemburkan es tajam ke arah Jaemin. Jaemin meloncat tinggi dan membuat dirinya terbang dengan membuat pusaran angin di bawah kakinya melalui tongkatnya.

“Sosok itu..” Pikir Jaemin yang penasaran dengan raja penyihir. Jaemin seketika terkejut, sosok raja yang sedang duduk di punggung naga adalah sosok yang ia kenal. “Jae..Jaehyun hyung?!”

-------------+++++++---------

Setelah berdepat panjang dengan Mark, Renjun memutuskan mengalah dan menuruti usulan Mark dan teman-temannya. Renjun diminta pergi ke istana, bertemu Haechan, dan menyelamatkan Jaemin.

Malam yang semakin gelap membuat Renjun dapat mendekati kawasan istana dengan mudah. Dengan bantuan arahan dari Pengawal Ming, Renjun tahu dimana titik kosong istana yang bisa ia gunakan sebagai jalan masuk.

Renjun tiba di lorong yang gelap dan sepi, hanya ada obor-obor yang tertancap di dinding bebatuan lorong itu. Renjun berjalan semakin masuk. Ia mulai mengenakan mantelnya untuk berjaga-jaga. Semakin Renjun berjalan masuk, cahaya terang sedikit terlihat. Renjun tiba di ujung lorong, itu adalah ruangan luas dengan berbagai pintu. Ia melihat ke sisi kirinya, sebuah green house dengan tumbuhan yang sudah mati. Para penyihir itu sudah pasti tidak merawatnya.

Renjun bersikap waspada setelah mendengar beberapa langkah kaki. Ia memundurkan dirinya ke tembok agar tidak ada yang menabraknya.

DRAP DRAP DRAP

Suara langkah kaki semakin terdengar. Renjun mengamati seseorang yang handak lewat di ruangan itu. Itu adalah dua orang prajurit dengan langkah tergesa-gesa. Sang prajurit yang berada di depan terlihat sibuk memasukan pedangnya ke salah satu lubang di bajunya. Ia berjalan melewati Renjun.

Seseorang lagi menyusul di belakangnya. Prajurit itu terlihat berjalan tergesa-gesa juga.

“Sst,” Panggil Renjun pada prajurit terakhir yang lewat. Itu adalah Haechan.

Haechan yang mendengar suara kecil itu memiringkan sedikit kepalanya. Ia menatap tembok yang sepertinya tadi mengeluarkan suara. Dengan perlahan Renjun membuka mantel di bagian kepalanya. Haechan yang kaget dengan keberadaan kepala yang melayang itu terdiam dan menghentikan langkah, “Ka..kau.. Ren…”

“Hya, sedang apa kau?!” Suara teriakan prajurit terdengar jauh dari ujung ruangan.

Haechan menatap panik sisi ruangan yang terlihat paling terang, “A..aku akan menyusul, aku lupa membawa pedang!” Jawab Haechan sedikit berteriak agar dapat didengar.

Haechan lalu memusatkan pandangannya kembali pada teman dekatnya. “Hya…” mata Haechan seperti akan menangis.

Renjun kemudian membuka seluruh mantelnya. “Haechan ah…” terlihat jelas sosok ninja berpakaian serba hitam di depan Haechan. Renjun pun segera memeluknya. “Mwoya, kau menangis?”

Haechan berusaha menyembunyikan sesenggukkannya. Renjun kemudian melepas pelukannya untuk menatap Haechan. “Hiks…a..apa-apaan kita ini, mengapa harus mengalami hal ini?” Haechan mengomel sambil sedikit menghentak-hentakkan kakinya.

“Aigoo… prajurit kita..” Renjun mengelus kepala Haechan. “Aku sudah mendengar tentangmu dan Jaemin, kalian berdua ternyata ada di istana, selama ini kalian kami cari,”

“’Kami’? Kalian bersama-sama?”

“Awalnya tidak, lalu kami bertemu,”

“Benarkah? Aku jadi iri, aku juga ingin melakukan petualangan bersama-sama,”

“Hehe..” Renjun tersenyum kecil melihat rengekan Haechan. “Hya, Jaemin mana?”

“Jaemin? Dia ada di penjara di dalam menara, kau akan kesana?”

Renjun mengangguk. “Aku akan menyelamatkannya,”

“Mwo? Sendirian?” Tanya Haechan tidak yakin.

“Mau bagaimana lagi, hanya aku yang mempunyai mantel ini.” Ucapnya sambil mengangkat mantel hitam di tangan kanannya. “Tadi Josung Saja menemui kami, kami jadi tahu apa yang terjadi dengan Jaemin disini,”

Haechan memundurkan kepalanya kaget. “Josung Saja? Untuk apa dia menemuimu?”

“Dia bilang bahwa naskah yang ditulis Penulis Kim sudah habis. Saatnya kita benar-benar menyelesaikan cerita ini,”

Haechan yang tahu bahwa ia tidak boleh berteriak hanya kaget dengan mulut terbuka seakan mengucapkan ‘apa?!’

“Oleh karena itu, aku perlu menyelamatkan Jaemin terlebih dahulu, lama-lama dia bisa mati diserang naga,” kata Renjun sedikit panik. “hya, dimana menaranya?”

“Di..disamping bangunan ini, kau hanya perlu masuk ke bangunan ini, naiklah hingga lantai tiga, lalu masuk ke terowongan yang menghubungkan bangunan ini dengan menara. Dia ada di sel paling atas,” jelas Haechan sambil menunjuk sisi sampingnya. “hati-hati, sel yang ada di lantai bawah Jaemin adalah sel para naga dan makhluk mitologi lainnya,”

“Oh, oke,” Renjun mulai memasang lagi mantelnya.

Haechan lalu tiba-tiba memegang lengan Renjun. “Renjun ah, kau tahu? Yang menjadi raja adalah…”

“Hmm?”

“Ah, tidak,” Haechan tidak melanjutkan pembicaraannya.

Renjun memiringkan kepalanya heran dengan tingkah laku Haechan.

“Hya, rencanamu, atau apalah itu, cepat kau selesaikan, para penyihir bisa tahu dimana kalian berada,”

“Benarkah?”

“Ya. Mereka lebih sakti dari yang aku kira…” Haechan menghela nafas panjang. “hya, semoga berhasil,”

---------------++++++++------------

Renjun memberhentikan langkahnya. Dengan hati-hati, ia melepas dan memasang kembali mantelnya agar khasiat mantel itu tidak hilang.

Renjun melihat para prajurit berlalu lalang di sekitar terowongan. Langkah kakinya terhenti saat ia kembali memikirkan perkataan Haechan.

“Hmm…’raja’? Apa maksud ucapannya?” Pikir Renjun dalam hati.

Ia memundurkan langkahnya. Ia tidak jadi masuk dalam terowongan gelap itu. Ia memutuskan untuk berkeliling istana. Ia mengikuti empat orang prajurit yang berjalan tanpa membawa obor. Ke-empat prajurit itu menuju ruangan yang paling terang.

Pintu tinggi itu dibuka. Renjun ikut menyelinap masuk ke dalam ruangan. Dengan sigap, ke-empat prajurit istana itu berdiri di depan pintu masing-masing sisi ruangan. Sedangkan Renjun, ia berjalan santai menuju tengah ruangan.

Renjun melihat naga putih panjang yang sedang terdiam di depan sebuah kursi raja. Renjun melompat dari pilar satu ke pilar yang yang lainnya. Ia ingin melihat sosok raja penyihir.

“Omo,” Renjun berseru pelan. “Jungwoo hyung?!” Renjun menyebutkan nama hyung yang ia kenal, hyung yang tergabung dalam NT 127 di dunia ‘nyata’, sebuah grup yang berada di bawah agensi yang sama dengan NT DREAM.

Renjun bingung dengan situasi yang terjadi. Ia melihat tokoh yang ia kenal sedang berada di cerita yang sama dengannya. Jungwoo, nama yang ia sebutkan tidak ikut membuka naskah aneh itu. “Me..mengapa hyung ada di sini?” Renjun menatap Jungwoo dari kejauhan. Mata Jungwoo kosong, namun memancarkan sinar kemerahan dari sana, sosok itu tidak seperti hyung yang ia kenal.

Renjun pun meloncat keluar ruangan melalui sebuah jendela besar. Ia mendarat dengan mulus. Namun ia kaget dengan sosok penyihir seram sedang yang lewat disampingnya. Renjun berusaha berjalan setenang mungkin. Ia bahkan menahan nafasnya. Penyihir itu kemudian membalik badannya. Ia seperti sedang menatap Renjun.

“Mwoya, apa dia bisa melihatku?” Pikir Renjun dalam hati.

Sang penyihir berhidung runcing dan panjang itu menatap Renjun dengan wajah bingung. Penyihir itu mencoba memanjangkan tangannya dan menggapai angin di depannya. Namun gerakan lincah Renjun dapat mencegahnya disentuh oleh sang penyihir.

“Ffuuh!!” Sang penyihir kemudian meniupkan angin dari mulutnya.

Dan terkejutlah Renjun ketika angin itu membuat penutup kepalanya terbuka.

“Ha..halo,” sapa Renjun canggung.

SRING!

Dengan cepat Renjun menebas kepala sang penyihir. Penyihir itu pun mati seketika. Renjun yang panik segera mengenakan tudung mantel itu lagi kemudian loncat dari satu tembok ke tembok lain dan kabur.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!