The Story Untold: READY OR NOT [NCT DREAM]
Suara sirine mobil makin terdengar jelas, Jung Jinhee, seorang wanita muda berpakaian serba hitam berjalan mendekat ke kerumunan warga yang berdiri di depan kamar sebuah apartemen tua. Ia melihat tandu ambulance datang dan memasuki area yang sudah diberi garis polisi. Jinhee sesekali melirik sekeliling berharap warga yang mengintip dari luar pintu segera pergi. Jinhee pun membalik badannya dan berjalan menjauh dari kerumunan.
“Hya Jinhee ssi!” Panggil suara berat penuh kekecewaan. Jinhee menoleh sambil tetap mengerutkan dahinya.
Jinhee menatap sosok yang hanya bisa ia lihat. Ya. Jinhee adalah wanita yang dapat melihat arwah. Dihadapannya kini ada seorang arwah pria tua yang menatapnya.
“Saya tidak bisa, ahjussi. Anda tidak lihat bagaimana penuhnya orang disana?” Jawab Jinhee. “Selain itu, saya tidak pernah membantu hantu. Kalau hantu yang lain tahu, bagaimana?!”
“A..akan aku rahasiakan!” Ucap sang hantu yakin. Ia menempelkan jari telunjuknya pada mulutnya. “kau hanya perlu mengambil tumpukan kertas yang ada di mejaku saja. Ambil lalu keluar. To..tolonglah….” Lanjutnya dengan suara parau. Entah ia menangis atau tidak, yang jelas kini hati Jinhee sedikit goyah.
Jinhee menghela nafas panjang. Sang hantu di hadapannya terus menatapnya penuh harap. Jinhee pun membulatkan tekadnya untuk menerobos kerumunan warga.
“Ka..kakeeek!!” Seru Jinhee sambil berlari. Ia menyenggol seluruh tetangga pria itu dan menerobos garis polisi. Ia terus memanggil ‘kakek’ sambil sesekali berpura-pura menyeka air mata.
“Siapa kau?! Dilarang masuk!” Ucap salah satu petugas kesehatan yang kini mengangkat sosok pria diatas tandu.
“Sa..saya cucunya! Ka..kakeeeek…..” Jinhee yang masih berpura-pura menangis terus berjalan masuk semakin dalam.
Seorang petugas kesehatan memandang Jinhee dengan wajah heran. “Sst, apa Penulis Kim menikah?” gumam petugas kesehatan satu sama lain. Pertanyaannya disambut gerakan mengangkat bahu oleh rekannya.
Jinhee semakin masuk ke kamar pria tua yang merupakan penulis ternama. Ia melihat garis polisi mengitari meja kerja sang penulis.
“Ah, itu dia!” Seru sang arwah penasaran. Ia menunjuk tumpukan kertas yang berantakan diatas meja.
Jinhee segera mengampir seluruh kertas disana dan menyembunyikannya di balik jaket hitamnya.
----------------+++++++++++++++-----------------
Kini Jinhee berdiri di depan sebuah pohon besar. Ia menggali lubang yang sangat dalam. Sang arwah penasaran ingin Jinhee mengubur kertas-kertas itu.
“Tidak kusangka kau bisa ber-akting,” ucap Penulis Kim.
“Saya bekerja di perusahaan entertainment, jadi sering melihat para calon aktor berlatih peran,” jawab Jinhee cuek sambil terus menggali lubang dengan sekop kecilnya. “Anda… dibunuh?”
“Mwo? Haha. Tidak, aku tiba-tiba terkena serangan jantung. Kalau dibunuh, sudah pasti kertas-kertas ini tidak akan tergeletak begitu saja,”
Lalu angin tiba-tiba bertiup sangat kencang, menggoyangkan dedaunan pohon besar hingga sedikit berguguran.
“Hhh… dia datang,” gumam Jinhee.
“Si..siapa?!” Seru Penulis Kim panik.
“Josung Saja (\=Malaikat Pencabut Nyawa)”
“Mwo?!!”
TAP.
Benar dugaan Jinhee. Sosok tinggi berbaju hitam datang. Sepertinya ini bukan kali pertama Jinhee bertemu Josung saja, sebagai manusia yang memiliki kekuatan melihat makhluk tak kasat mata, tentu ia juga sering melihat sosok sang pencabut nyawa.
“Sedang apa kau?” Ucap pencabut nyawa.
“Ini… aku sedang…”
“Aku berbicara pada tuan Kim Jaejoon,” sela Josung Saja. Jinhee diam seketika.
“Ne? Sa…saya?” Penulis Kim terbata-bata. “Sa..saya baru saja meninggal. Lalu saya ke kuil dan bertemu manusia yang dapat melihat arwah.. la..lalu…”
Josung Saja yang tidak menghiraukan jawaban Penulis Kim pun mengeluarkan buku tebal hitam. “Saatnya kau ‘naik’,”
“Ta..tapi…”
“Rupanya kau adalah arwah penasaran…”Josung Saja berbicara sambil terus menatap bukunya. Ia seperti sudah mengerti nasib arwah di depannya ini. “Kau akan menjadi arwah gentayangan karena mati-mu tidak tenang,”
“Ten..tu saja tidak tenang! Sa..saya meninggal sebelum naskah saya terbit!”
“Oh… jadi karena ini..” Gumam Jinhee. “jadi ahjussi ini akan bergentayangan selamanya?” Tanya Jinhee pada Josung Saja.
Josung Saja menggeleng. “Jangan seenaknya menjadi hantu. Lakukan sesuatu agar naskah ini selesai,”
“Sa..saya akan selesaikan!’
“Mwo?!” Seru Jinhee. “Bagaimana caranya?”
Josung Saja menghela nafas dan memutar bola matanya. “Kau ini merepotkan saja,” ia menatap Penulis Kim dengan sorot mata merendahkan. “Selesaikan naskahmu di ‘Langit’. Kalau sudah, kau tidak akan menjadi hantu lagi,”
“Be..benarkah?”
“Bisa begitu ya, Josung Saja?” Jinhee membulatkan matanya mendengar kenyataan bahwa sang hantu memiliki ‘pekerjaan’ di ‘Langit’.
“Aigoo.. semua orang pasti akan mati penasaran. Kalau mereka semua menjadi hantu, ‘Langit’ akan penuh. Tidak akan ada orang yang bereinkarnasi,”
Jinhee mengangguk angguk. Ia kemudian melihat sang Josung Saja membuka telapak tangannya dan menghadapkannya ke lebar-lebar kertas di atas tanah. Seketika itu cahaya kekuningan mucul dan mengelilingi naskah cerita itu.
“Naskah itu sudah kuberi jimat,” ucap Josung Saja setelah menyegel naskah itu ke dalam amplop coklat yang bertuliskan huruf aksara Korea kuno. “Kuburlah,” perintahnya.
--------------------------------------++++++++++++++++++++++++-------------------------------------
Park Jisung berjalan keluar sekolah sendirian. Ia menyusuri lapangan olahraga yang tampak kosong. Ia harus pulang di tengah pelajaran berlangsung. Jisung bersekolah di sekolah seni ternama di Seoul, sekolah yang memiliki banyak murid yang berprofesi menjadi artis itu tentu paham akan kesibukan Jisung.
“Ssst. Jisung ah!” Kepala seorang anak laki-laki muncul dari gerbang luar sekolah. Anak laki-laki itu kemudian melambaikan tangannya sambil tersenyum lebar.
“Hyuuung!” Jisung berlari kecil menuju gerbang sekolah. “Wah! Semua datang!” Seru Jisung menatap satu-satu anak laki-laki di hadapannya.
Jisung dijemput oleh ke-enam temannya yang tergabung dalam grup idol yang sama, yaitu NT DREAM. Mark yang tadi memanggilnya langsung mengacak-acak rambut Jisung.
“Iya, kita ‘kan mau makan tteokpokki bersama!” Ujar Chenle yang merangkul pundak Jisung sambil tersenyum hingga matanya menyipit.
“Hya, tapi sebelum itu…” Anggota bernama Haechan berjalan mundur dan mengangkat kepalan tangannya setinggi wajah. Ia menggoyang -goyangkan lengannya hingga gelang yang ia pakai ikut terayun.
Jisung tersenyum. “Hehe..” Ia ikut menggoyangkan lengannya.
“Bukit itu ada di belakang sekolah ini ‘kan?” Jeno menatap sisi kanan nya. Terlihat jelas bukit tinggi yang ada di balik sekolah itu. “Sudah lama aku tidak kesini,” Lanjutnya yang merupakan alumni di sekolah yang sama dengan Jisung.
Mereka pun ikut menatap bagian bukit belakang sekolah yang menjadi tujuan mereka. Mark yang sudah lulus sekolah lebih dulu sudah lupa bahwa dibelakang sekolah terdapat bukit yang dipenuhi pepohonan rindang.
“Ayo!” Seru Haechan yang berlari kecil dan berada di barisan paling depan.
“Ckckckck….” Cibir Jaemin yang menolak berlari dan memilih berjalan santai bersama Renjun di barisan paling belakang.
----------++++++++--------
Mereka ber tujuh saling bertatapan. Mereka sudah menemukan lokasi yang tepat untuk mengubur gelang yang mereka gunakan. Beberapa waktu lalu, Renjun menonton sebuah film tentang time capsule, ia mengatakan bahwa ia ingin membuatnya. Awalnya semua menolak karena biasanya time capsule diisi oleh surat yang ditulis dengan penuh kata kasih sayang, namun setelah Jisung mengajukan ide untuk mengubur benda yang sama, mereka pun setuju.
Mereka bertujuh memiliki gelang yang sama dari segi bentuk dan warna. Mereka akan mengubur gelang itu dan mengambilnya beberapa tahun kemudian. Entah apa faedahnya, namun jika tidak dilakukan, Renjun akan teus merengek kesal.
“Wuuah…” Jaemin menatap pohon di depannya dari akar sampai dedaunan yang berada nun jauh di atas. “Besar sekali pohon ini."
“Disini ya?” Mark mulai menekuk lututnya. Ia mengeluarkan sekop kecil dari dalam tasnya.
Anggota lain ikut menekuk lutut yang berjongkok melingkar. Mark menggali semakin dalam, sedangkan Jisung mengumpulkan gelang dan memasukannya ke dalam plastic transparant.
“Oh?” Gumam Mark kala sekopnya menyentuk sesuatu di bawahnya. “sepertinya aku menyentuh akar,”
“Mwoya? Kalau begitu gali ditempat lain saja, Hyung. Ini tidak cukup dalam,” usul Renjun.
Mark tidak menghiraukan. Instingnya memerintahkannya untuk terus menggali hingga sosok akar itu terlihat.
“Mwoya!” Seru mereka hampir bersamaan. Mereka melihat amplop coklat di dalam tanah. Sekop Mark bukannya menyentuh akar, namun, menyentuh amplop coklat yang keras.
Gerakan tangan Mark semakin cepat. Ia pun menyeluarkan amplop coklat itu dan membersihkannya dari tanah-tanah yang menempel.
“Apa itu, hyung?!” Seru Jeno heboh.
Mark menatap Jeno dan menggeleng. Ia menggoyang goyangkan amplop itu. “Ini…berat,”
“Itu coba hyung balik, ada tulisan di baliknya,” Seru Jaemin yang jongkok di depan Mark. Ia sempat melihat coretan di sisi belakang amplop.
Mark membalik ampop itu. Semua hening karena mereka tidak bisa membaca tulisan kuno Korea yang mirip aksara China.
“Hya, Renjun ah, coba kau baca,” Pinta Mark pada Renjun yang bisa berbahasa China.
“Mmm… ‘jaa….ngan… dibuka’?”
“Bukannya ‘jangan dibaca’, hyung?” Ucap Chenle yang juga bisa berbahasa China.
“Ah, aku tidak tahu, itu ‘kan aksara lama Korea. Memang mirip China, tapi tidak semua,” Renjun menjatuhkan pantatnya ke tanah.
“Isinya apa, sih?” Jeno mulai penasaran.
“Hyung, itu ‘kan tidak boleh dibuka,” cegah Jisung mencoba mematuhi larangan ditulisan itu.
Mark yang sedari tadi memegang amplop itu menatap temannya satu persatu. Jisung masih konsisten dengan gelengan kepalanya. Jaemin hanya terkekeh usil. Kini ia menatap Haechan, tanpa bersuara, Haechan membuka mulut dan berkata, “Bu-ka,”
“Ah tidak tau, lah!” Mark pun membuka amplop itu dan menarik kertas di dalamnya.
Seluruh anak laki-laki yang penuh rasa penasaran pun mendekatkan diri ke Mark yang kini sedang membaca tulisan di kertas itu.
“Ready or not?” Ucap mereka hampir bersamaan.
DUAR!!!
“Omo!”
Mereka ber tujuh dikagetkan dengan suara petir di siang bolong. Suara petir itu diikuti oleh angin kencang yang tiba-tiba datang. Kertas yang dipegang Mark pun berhampuran keluar dan berputar mengelilingi mereka.
“Hyung!!” Seru Jisung ketakutan.
“AAAAAAA!!!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments