6.

Mark dan Jeno kini berjalan berdampingan menyusuri rumah-rumah besar dengan tembok batu yang cukup tinggi. Suasana lingkungan itu jauh berbeda dengan lingkungan yang mereka huni.

“Mengapa nafas hyung tersengal-sengal?” Cibir Jeno yang mendengar hembusan nafas-nafas pendek dari Mark. “Apa adikmu seberat itu?” Lanjutnya sambil sedikit tertawa jahil.

Mark yang sedang menggendong Lin-lin sambil menyusuri tanjakan menggelengkan kepalanya. “Bukan. Hhh…hh..” Jawabnya. “Ini karena kita tidak istirahat dulu, seharusnya setelah berlatih pedang, kita istirahat sebelum menuju rumah Pangeran.”

Jeno terkekeh kecil. Ia dan Mark barusaja mencoba kekuatan masing-masing. Di depan rumah Jeno, mereka berdua mencoba keahlian pedang mereka berdua. Dengan pedang kayu yang Jeno miliki, mereka pun mencoba mengadu kekuatan. Mark memang bergerak rapih dan cepat, namun kalau soal kekuatan, Jeno-lah yang menang. Hasil latihan hari ini pun dimenangkan oleh Jeno.

Jeno menunjuk seubah rumah dengan prajurit di depannya. “Ah, sepertinya itu,” Ia membetulkan letak gulungan kain yang ia bentuk tas dan mempercepat jalannya.

------------++++++++------------

“Pembuat pedang sudah datang,” ucap salah satu prajurit yang tiba di ruangan Chenle.

“Apa aku memanggilnya?” Tanya Chenle tenang. Ia kini sedang ada di dalam ruangan bersama pemimpin-pemimpin pasukan yang tengah membentangkan peta Negeri di atas meja. “Kami masih berdiskusi,”

“Maaf Pangeran,” Prajurit itu menunduk hormat. “Bukankah Pangeran meminta ia datang kemari beberapa hari lalu?”

Chenle tentu tidak mengetahui kejadian beberapa hari lalu. Itu adalah hari dimana ia belum ‘datang’ ke cerita ini. Chenle pun menatap sang pemimpin pasukan seolah bertanya apakah ia memanggilnya. Ketiga pemimpin pasukan pun menjawab dengan anggukan kepala.

“Pangeran,” Pengawal Ming yang berdiri di dekat pinta berbicara. “Sebaiknya pangeran juga ikut memilih pedang untuk perang nanti. Dengan itu, Pangeran dapat mengetahui kualitas pedang yang mereka bawa,”

Chenle menatap wajah pengawal tua yang sepertinya telah merawatnya sejak kecil.

“Benar, Pangeran,” sang pemimpin ikut menyetujui ide Pengawal Ming.

Setelah sempat berpikir, Chenle pun membawa seluruh orang yang ada dalam ruangan tadi menuju bagian depan rumah besar pengganti istana keluarga Chenle.

Pengawal Ming berjalan paling depan bersama seorang prajurit yang datang membawa pesan. Sedangkan Chenle berjalan gagah di tengah dengan lindungan ketiga pemimpin pasukan di belakangnya.

“Hey kalian!” Panggil sang prajurit pada dua orang yang terlihat sedang mengamati ruangan di dalam rumah mewah Chenle.

Chenle memandang punggung dua pria yang membawa satu anak kecil. Mereka kini membalik badannya bersamaan. “Omo!”

Jeno dan Mark membuka matanya lebar-lebar saat menatap anak lelaki yang berdiri di tengah barisan dengan pakaian mewah.

“Chenle!!” Seru Jeno.

SRIING!

Seluruh prajurit di dalam ruangan dengan sigap membuka pedangnya dan mengarahkan mata pedang itu pada Mark dan Jeno di tengah ruangan.

“Siapa kau?!”

“Tidak sopan!”

Seru sang pemimpin pasukan bersahut-sahutan. Ketiga pemimpin pasukan melangkah pelan menuju Jeno.

“A…aku…kami..ma…” Jeno terbata-bata sambil mengangkat kedua tangannya. Baru kali ini ia melihat pedang sebanyak itu menatap dirinya.

“Ma..maafkan kami,” ucap Mark. Ia kemudian menatap Chenle dengan mengeluarkan sorot mata bingung.

Chenle mengangkat telapak tangannya. “Hentikan,” ucapya. “Dia membawa anak kecil,” Chenle menunjuk Lin-lin yang masih tertidur di punggung Mark.

Seluruh prajurit yang menaati perintah Chenle menurunkan pedangnya. Jeno pun semakin bingung dan menatap Chenle dari atas sampai bawah.

--------------+++++++++--------------

Chenle membawa Jeno dan Mark masuk ke dalam ruangannya. Ia tidak memperbolehkan siapapun masuk dengan alasan sedang menguji coba pedang. Mark mengamati ruangan dengan dinding batu dan hanya memiliki meja bundar dan kursi-kursi di dalamnya. Mark membiarkan Lin-lin berlarian di dalam ruangan sambil sesekali tertawa renyah.

“Berhenti menatapku, hyung…” Chenle menunduk sambil memegang kedua pipinya. Sudah lebih dari tiga menit Jeno tersenyum dalam diam dan menatap dirinya.

Jeno lalu menyandarkan dirinya pada kursi dan melipat tangannya. “Wah… lihat kau, rumah bagus, baju bagus…kau seorang pangeran rupanya,”

“Iya, kau terlihat keren sekali Chenle ah,” Mark ikut berbicara. Mark lalu mengangkat telapak tangannya mengikuti gerakan Chenle tadi. “’Hentikan’. Wooah… ahahaha!”

“Hyuuung!!”

TOK TOK TOK

“Sst! Sst!” Chenle meminta kedua hyungnya untuk mulai berhenti tertawa.

Pengawal Ming masuk dengan membawa teh dan kudapan kecil. Ia berjalan pelan dan meletakkan semua jamuan itu di meja.

“Pangeran,” Pengawal Ming bersuara pelan seperti berbisik. “Prajurit Im khawatir,”

“Mwo?” Jeno bersuara. Ia menatap Pengawal tua yang rupanya tidak bisa berbisik. Suara bisikannya terdengar oleh Jeno dan Mark. “Anda membicarakan kami?”

“Hya tenang dulu...” Mark menyenggol lengan Jeno untuk membuatnya diam.

Pengawal Ming kembali berdiri tegak dan memasang senyuman ramah seperti saat ia menyapa Jeno dan Mark tadi. “Kami tidak tahu kalau Anda teman baik Pangeran,” ucapnya diakhiri dengan senyuman juga.

“Benarkah? Sekarang kau tahu,” Jeno juga mengakhiri pembicaraannya dengan senyuman. “Aku dan Chenle…..maksudku, ‘Pangeran’, sering bermain bersama, mungkin saat itu Anda tidak ada,” Jeno mengarang cerita.

Pengawal Ming terlihat bingung dan mencoba mengingat-ingat setiap kejadian di istana. “Benarkah?”

“Aigoo, sudah, sudah,” Chenle mencoba menengahi. “Pengawal Ming, sampaikan pada para prajurit kalau mereka tidak perlu khawatir,” perintah Chenle. “Mereka orang baik yang aku kenal,”

Jeno dan Mark mengangguk bersamaan.

Pengawal Ming mengikuti permintaan Chenle. Ia pun pergi meninggalkan ruangan.

“Aigoo!” Seru Jeno. “Kau lihat tadi, hyung?” Jeno kini menatap Mark. “Mereka curiga pada kita. Ckckck,”

“Tentu saja hyung, si tokoh pangeran yang asli 'kan belum pernah bertemu dengan tokoh yang kalian perankan,” Sanggah Chenle mencoba tidak memihak.

“Hya, sudahlah,” Ucap Mark pelan. “Chenle ah, kau tahu kan situasi yang sedang kita alami,” Mark memasang wajah serius.

Chenle mengangguk mantap. “Jujur aku takut sekali, Hyung,” Ucapanya. Akhirnya Chenle menunjukkan sosok aslinya dihadapan teman-temannya.

“Hya tenang saja, kita akan bertarung dan saling melindungi bersama-sama,”

“Mwoya!” Jeno memukul keras lengan Mark. “Ucapan hyung tadi keren sekali. Ahaha!”

Mark meringis kesakitan sambil memegang lengannya. “Hya, tunjukkan pedangmu sana,”

Jeno menendang pedang yang sudah dibungkus kain yang ia letakkan di dekat kakinya. “Ada dua pedang untukmu,”

Chenle menatap gulungan kain itu. “Ini?”

“Aku tidak tahu kau memiliki kemampuan bertarung atau tidak, tapi kau harus segera melatihnya,” usul Mark. “Kami berdua sepertinya punya, tadi kami sudah mencoba bertarung dan Jeno-lah pemenangnya,"

“Kau bisa berlatih bersama pasukanmu, 'kan?” Tanya Jeno sambil membuka gulungan kain di lantai.

Chenle mengangguk. “Sekarang mereka sedang menyusun strategi berperang. Kami juga sedang mengumpulkan pasukan,”

Mark yang tertarik dengan pembicaraan Chenle memajukan badannya. “Pasukanmu tidak banyak?”

Chenle menurunkan sudut bibirnya dan menggeleng, “Banyak dari mereka yang sudah terkena hipnotis penyihir. Mereka jadi bekerja untuk pihak yang salah,”

“Aigoo..” Mark terdengar putus asa.

“Aku sebentar lagi akan menuju gunung bersama mereka, hyung. Kalian ikutlah,” ajak Chenle sambil memegang pedang besar dengan gagang berukir bentuk naga.

“Apa yang akan kau lakukan disana?” Jeno mendongakkan kepalanya menatap Chenle yang sedang berdiri.

“Mencari pasukan,” Jawab Chenle. Ia melihat pantulan wajahnya sendiri di pedang itu.

“Di gunung?”

Chenle mengangguk. “Mencari para ninja,”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!