12.

Aroma khas obat-obatan tercium dari dalam rumah Jisung. Jisung kini sedang menyelesaikan ramuan obatnya yang terakhir. Renjun yang ikut berada di sampingnya membantu Jisung mengemas seluruh ramuan yang sudah jadi ke dalam tas milik Jisung.

Chenle, Jeno dan Mark juga masih ada di rumah Jisung, mereka bertiga sedang melatih kemampuan pedang sang pangeran, sedangkan pasukan Chenle masih setia berdiri sigap di dekat rumah Jisung. Chenle berhasil meyakinkan bawahannya bahwa keberadaan ‘Dokter Ji’ tidak akan mengancam keselamatannya, dan itu terbukti, setiap pasukan Chenle datang, Jisung selalu menyambut dengan ramah bahkan memberikan mereka jamuan kecil.

“Wuah, kau terlihat keren, Jisung ah,” komentar Renjun menatap Jisung yang sedang menggoyang-goyangkan sebuah botol kaca agar cairan di dalamnya saling bercampur dan bereaksi.

Jisung menjawab dengan senyuman malu-malu. Ia lalu memberikan botol berisi ramuan yang sudah jadi itu pada Renjun. “Ini untuk Lin-lin, kalau-kalau nanti ia terluka,” jelasnya. Jisung kemudian membuka halaman buku resep peninggalan tokoh ‘Dokter Ji’. Ia terlihat mempersiapkan ramuan berikutnya.

Renjun tiba-tiba bersikap was-was. Ia seketika berlari keluar rumah Jisung.

“Aduh kaget,” Kata Jeno melihat Renjun yang berwajah panik dan berlari keluar.

“Penyihir akan daa….” belum sempat ia berbicara, dari langit sudah terlihat jelas seekor naga api besar yang menuju rumah mereka. “Awaass!!!” Renjun menunjuk naga besar itu.

ROOAARRR!!

Sang naga datang dengan menyemburkan api hingga pohon-pohon sekitar rumah Jisung terbakar.

Pasukan Chenle dengan sigap segera berbalik badan dan menyerang pasukan yang datang bersama sang naga. Prajurit mengeluarkan pedang dan anak panah untuk melawan penyihir serta prajurit perang yang mengenakan pakaian yang sama dengan pasukan Chenle, bedanya hanyalah mata mereka yang terlihat lebih merah daripada pasukan Chenle.

“Mereka prajurit istana!!” Seru Pengawal Ming. Ia segera memacu kudanya mendekati Chenle yang berdiri di depan rumah Jisung. “Pangeran, kita diserang, ayo cepat pergi!”

“Cepat pergi, Chenle ah!” Seru Renjun menyadarkan lamunan shock Chenle. “Pergilah ke rumahku di atas gunung, para ninja akan melindungi kalian disana,”

Kali ini Mark berlari cepat sambil menggendong Lin-lin. “Jisung ah! Cepat keluar dan bawa semua obat!” Perintahnya. “Kau naik kuda bersama Chenle,”

Jisung yang baru pertama kali merasakan kepanikan mencoba mematuhi perntah Mark. Ia bergegas keluar dengan membawa tas penuh dengan ramuan obat. Di luar, Jisung sangat kaget melihat makhluk-makhluk yang datang, ada sang naga api yang kini membakar atap rumahnya, Jeno yang sedang melawan makhluk dengan topi runcing hitam dan makhluk dengan tanduk dikepalanya, lalu Renjun yang membantu pasukan Chenle memanahi manusia-manusia yang memakai baju besi.

“Jisung ah,” Chenle tiba dengan kuda besarnya. Ia mengulurkan tangannya untuk membantu Jisung naik. “Mark hyung,” Chenle juga mengulurkan tangannya pada Mark. Ia pun mengambil Lin-lin.

“Heeaahh!!” Chenle bersura keras memacu kudanya menjauhi keributan di rumah Jisung. Chenle diikuti oleh Pengawal Ming dan Prajurit Im.

Dari atas pohon, Renjun melihat Chenle sudah mulai pergi menjauh. “Hyung! Munduuur!” Seru Renjun menyarankan teman-temannya untuk segera pergi. Jumlah prajurit istana yang banyak tidak akan sanggup mengalahkan mereka.

Jeno sudah membunuh dua penyihir. Darah hitam mereka terciprat jelas di badan Jeno. Mark yang sudah mulai kewalahan mencoba meraih kudanya. Begitu pula para pasukan Chenle. Mereka memutuskan untuk menjalankan kudanya.

Renjun masih memusatkan bidikannya pada prajurit istana yang sedang melawan pasukan Chenle. Namun kini tangannya diam, tak bisa bergerak, ia tidak percaya dengan apa yang ia lihat, “..Hae..haechan?” Gumam Renjun yang seketika menurunkan panahnya.

SYUUNG!

JLEB!

Sebuah panah besi kini baru saja diarahkan pada Renjun. Panah itu pun mendarat di lengan Renjun.

BRUK!

Sang ninja yang lincah itu kini terjatuh dari pohon yang sangat tinggi.

-----------+++++++-----------

Renjun membuka matanya perlahan. Pandangannya yang masih kabur perlahan terlihat jelas. Ia berbaring di dalam kamarnya. Di hadapannya terlihat Jisung yang sedang menangis dan teman-temannya yang tersenyum lega.

“Ah! Renjun ah,” Seru Chenle saat Renjun sepenuhnya sudah menyapu pandangan ke sekelilingnya.

Renjun mencoba duduk di kasurnya. Bagian belakang kepalanya sedikit sakit. “Aish..” Keluh Renjun sambil memegang kepalanya.

“Hyung, jangan bangun dulu,” larang Jisung yang duduk di dekatnya. Jisung memegang sebuah botol kaca yang sudah kosong.

“Mwoya, aku meminum ramuanmu?” Tanya Renjun. Jisung pun menjawab dengan anggukan.

“Dan kau benar-benar sembuh karena ramuan buatan Jisung. Wah Jisung memang hebat,” puji Jeno.

Beda dengan Jeno yang tersenyum, Renjun malah mengeryitkan dahinya. “Aduh, sayang sekali… padahal kau hanya perlu menungguku saja, tidak perlu diobati segala,”

“Ah hyuung, kenapa bilang begitu..” Jisung sedikit menggoyangkan nada bicaranya. “siapapun yang terluka tentu saja bisa menggunakan obat ini kapanpun. Tidak usah menunggu sampai perang,”

“Iya, stok obatnya masih banyak, kok,” sahut Jeno mencoba menenangkan rasa bersalah Renjun. “lagipula Mark hyung ‘kan tidak akan menggunakannya, jadi orang yang membutuhkan obat Jisung berkurang,”

Jisung menoleh menatap Jeno di belakangnya, “Mark hyung kenapa? Kenapa tidak butuh obatku?”

“Oh, dia punya kekuatan healer. Dia bisa menyembuhkan diri sendiri,” Jawab Jeno.

“Chenle ah, bagaimana pasukanmu?” Tanya Renjun sambil menoleh pelan ke sisi kanannya.

Chenle sedikit memajukan bibirnya dan menunduk. “Gugur tiga,” ucapnya. “Mereka kini ku perintah untuk kembali ke markas, karena di sekitar sini penuh dengan ninja, mereka tidak perlu khawatir,”

Suasana duka seketika menyelimuti rumah Renjun. Chenle telah kehilangan tiga prajuritnya. Chenle masih berusaha menutupi rasa sedihnya itu dengan senyum yang dipaksanakan.

“Mmm..aku tadi melihat Haechan,” ungkap Renjun tiba-tiba.

“Mwo?! Haechan?” Jeno mengulang nama yang disebutkan Renjun. “Di mana?”

“Dia berada diantara para prajurit istana,” ucap Renjun dengan mata nanar mencoba mengingat jelas kejadian tadi. “Aku yakin itu dia, dia menggunakan baju besi seperti yang lainnya, tapi…mengapa ia disana? Ia memihak penyihir?”

Mark menggaruk keras kepalanya. “Mwoya… ada apa dengan cerita ini? Apa kita nanti harus melawan Haechan?”

“Hyung kalau kita melawan Haechan, kita pasti kalah, kau tahu sendiri ‘kan bagaimana kekuatan prajurit istana?” Kata Jeno yang sudah beradu kekuatan dengan prajurit istana.

WUUSH…

Angin tiba-tiba bertiup kencang memasuki ruangan Renjun, menghempaskan kain-kain hitam yang tergantung di dinding bamboo rumah nya. Renjun menatap sekeliling, ia melihat pohon-pohon yang ada di luar jendela tidak tertiup angin sama sekali. Aneh. Setelah beberapa menit berlalu, angin pun berhenti. Renjun melihat sosok pria yang tak asing, pria tinggi itu berdiri di belakang teman-temannya.

Renjun mengangkat tangannya. Ia menunjuk ke sosok yang berdiri jauh di depannya. “Jo..josung Saja?”

Seketika para tokoh utama cerita itu membalik badan dan menatap Josung Saja yang hadir diiringi angin kencang.

Josung Saja memasukan kedua tangannya dalam saku celana, ia masih terlihat angkuh seperti saat pertama bertemu mereka. “Aigoo… perjalanan yang panjang,” ucapnya.

Josung Saja berjalan mendekati ranjang Renjun. Semua tokoh tetap diam menatapnya. Begitu banyak pertanyaan yang ingin mereka tanyakan hingga bibir mereka tak bisa bergerak. Josung Saja kini ikut duduk di ranjang Renjun. “Aku hanya ingin menyampaikan kalau naskah yang ditulis Penulis Kim sudah berakhir. Saatnya kalian benar-benar melanjutkan cerita ini,”

“Mwo?!” Seru para tokoh.

“Se..sejak kapan?” Tanya Mark terbata-bata.

“Sejak tokoh penyihir melawan naga di arena gladiator,”

Mark dan Jeno saling menukar pandangan. “Kapan itu?” Tanya Mark yang tentu saja tidak mengetahui apa yang terjadi di istana.

“Mungkinkah…” Chenle mulai menerka, “tokoh penyihir itu adalah Jaemin hyung? Teman kita,”

Josung Saja menjentikkan jarinya. “Tepat sekali, pangeran pintar,” puji sang pencabut nyawa itu. “Aku lupa namanya siapa, tapi benar, dia salah satu temanmu,”

“Itu karena tadi Renjun hyung bilang Haechan hyung adalah prajurit istana,” ujar Chenle menjelaskan bagaimana ia dapat menebaknya.

“Ah iya, Haechani!” Ucap Renjun antusias. “Josung Saja, apakah Haechan seorang prajurit istana? Tadi kami melihatnya, tadi pada saat…”

“Iya-iya, sudah tahu,” sela Josung Saja. “Kami makhluk ‘Langit’ menyaksikan aksi kalian di ‘atas’. Bahkan Penulis Kim juga juga ikut menyaksikan,” ucapnya menunjuk atap. “Kedua temanmu memang ada di dalam istana, yang satu menjadi prajurit istana, yang satu menjadi penyihir,”

Jisung menutup mulutnya yang terbuka lebar. “A..apakah kita akan melawan si prajurit istana teman kita itu?”

Josung Saja menggeleng pelan. “Kalian tidak akan melawannya. Dia berperan sebagai prajurit yang tidak terkena hipnotis penyihir. Dia akan membantu kalian melawan raja,”

“Lalu Jaemin hyung?” Tanya Jisung panik.

“Ah, si penyihir itu? Dia adalah seorang penyihir kelas rendah, dia tidak memiliki kekuatan untuk menyerang karena dia adalah keturunan dari penyihir penggembala naga,”

“Mwoya, keren sekali..” Gumam Jeno dengan sedikit tertawa.

“Penulis Kim belum sempat menuliskan cerita lengkap mengenai temanmu itu, tapi Penulis Kim mengatakan bahwa tokoh penyihir penggembala naga adalah penyihir dengan kasta terendah di kerajaan penyihir. Tugas mereka hanya merawat naga dari para pemilik naga, karena, hanya kepada para penggembala-lah naga-naga itu bisa jinak. Pada saat penyihir hendak menyerang negeri ini, ‘penyihir Jaemin’ bersuka rela untuk menjadi penjinak naga dari naga-naga yang mereka bawa. Padahal si penyihir itu masih muda, ia bahkan belum pernah menjinakkan naga sebelumnya. Ckckck…”

Jisung membatu mendengar cerita Josung Saja. Ia menahan air matanya.

“Kini ia ada di penjara istana. Para penyihir melatihnya untuk dapat segera menjinakkan naga yang mereka bawa,” lanjut Josung Saja.

“Mengapa kisah Jaemin hyung sedih sekali…” Gumam Chenle.

“Hya!” Josung Saja mendorong pelan tubuh Jisung. “Kau ini! Jangan menangis!” Seru Josung Saja. “Kau tahu, Penulis Kim kaget melihat tingkahmu yang penakut dan cengeng. Sangat jauh berbeda dari penokohan ‘Dokter Ji’,”

“Karena dia ‘kan bukan Dokter Ji,” bela Renjun geram.

Josung Saja masih mengeluarkan tatapan cibirannya. “Hya, ninja,” kini ia menatap Renjun. “di laci rumahmu ada mantel penyihir yang kau curi. Gunakan itu untuk ke istana,”

Mark yang mendengar perintah Josung Saja langsung berdiri dan penasaran hingga membuka laci-laci di rumah Renjun.

“Penulis Kim memintaku untuk menyampaikan hal itu. Itu adalah mantel ajaib. Kalau kau pakai mantel itu, tidak akan ada orang yang bisa melihatmu, tapi khasiatnya hanya satu jam. Setelah satu jam kau bisa buka dan pakai lagi. Begitu seterusnya,”

“Lalu apa yang harus aku lakukan dengan mantel itu? Apa aku harus menyusup ke istana?” Renjun menunjuk dirinya sendiri.

Josung Saja mengangkat bahunya. “Entahlah, kurasa begitu. Kalau tidak, untuk apa Penulis Kim menyuruhku menyampaikan hal ini padamu,” ucap Josung Saja tak peduli.

Josung Saja pun bangkit. Sudah saatnya ia pergi. Ia menatap seluruh tokoh utama cerita yang berkumpul. Dengan gaya sok menyemangati, Josung Saja mengangkat kedua kepalan tangannya setinggi dada. Ia pun menghilang.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!