Bab 19

"Kamu itu ngomong apa sih, Num? Ngelantur kemana-mana. Tugas kamu itu cuma belajar dan belajar nggak usah mikirin biaya sekolah. Sudah ada yang mikirin biaya sekolahmu! Kalau memang sudah menjadi rejeki, kamu pasti bisa selesai kuliah, jadi sarjana terus kerja di perusahaan dengan posisi enak," cerocos Mutia kesal.

"Kamu lihat Mbak! Mbak kuliah itu biaya dari hasil sawah, buktinya Mbak bisa kuliah sampai tamat. Jadi kamu tidak usah mikirin biaya sekolah, yang penting belajar yang rajin. Dan satu lagi, jangan bertingkah neko-neko!"

Neko-neko \= macam-macam.

Shanum hanya diam menunduk tanpa bisa menjawab perkataan sang kakak. Dia berkata demikian karena masih ingat bagaimana dia dibully di sekolahnya.

"Miskin saja belagu! Nggak sadar diri banget!"

Kata-kata itu selalu terngiang di telinga dan pikiran Shanum. Padahal kejadiannya sudah lama, namun membekas di hati dan pikirannya. Terlalu sering di-bully membuat Shanum lebih was-was lagi dalam bertindak.

"Mbak, Sha dengar masuk ke fakultas kedokteran itu mahal. Anak Pak Suhadi aja minta disediakan uang seratus juta. Kita uang dari mana segitu banyaknya. Uang Bapak itu nggak sebanyak uang Rama, sekarang Rama sudah meninggal. Uang dari mana kita buat biaya kuliahku nanti, kalau jadi masuk fakultas kedokteran?" sahut Shanum panjang dan lebar, tidak mau kalah dengan sang kakak.

"Sawah Bapak 'kan banyak, tinggal dijual buat biaya kuliahmu nanti. Kalau masalah makan mah gampang, Num. Sekarang yang penting kamu sekolah dan belajar yang rajin!" nasehat Mutia.

🌼

Ujian akhir kelulusan akan dilaksanakan kurang lebih sebulan lagi. Saat ini anak-anak kelas sembilan sedang mengikuti ujian praktek. Ujian dilakukan secara berkelompok, anggota masing-masing kelompok ditunjuk langsung oleh guru wali kelas masing-masing.

Hari ini akan dilakukan ujian memasak. Setiap kelompok beranggotakan lima orang anak putra-putri campur. Tidak ada pembedaan gender dalam ujian praktek ini. Semua dianggap sama dan memiliki kemapuan yang sama pula.

Ujian dimulai dari menyiapkan bahan masakan, hingga cara menghidangkan masakan di meja makan. Acara masak itu membutuhkan waktu yang cukup lama. Sekita tiga jam.

Shanum, Sarah, Ipung dan Wiya masuk dalam kelompok yang sama. Ipung sangat cekatan membantu para gadis menyiapkan bahan masakan. Ipung tidak merasa risih sama sekali walaupun harus mengerjakan pekerjaan perempuan.

"Pung, Lo sudah biasa masak ya di rumah? Cekatan banget ngupas bawangnya," tanya Sarah dengan ledekan.

"Dia mah sering masak nasi goreng sama mie instan sendiri. Kalau gue mending beli aja kalau laper," sahut Wiya sambil mencuci daging ayam tak jauh dari Sarah.

"Wah, cowok idaman nih! Pung, kita pacaran yuk!" celetuk Sarah tanpa basa-basi sehingga membuat wajah Ipung memerah menahan malu.

"Buahahaha..." Tawa seluruh siswa yang berada di dapur sekolah itu spontan tertawa mendengar celetukan Sarah.

Shanum hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah para sahabatnya.

"Jawab Pung! Mau nggak Lo jadi pacar Sarah di tomboi?" ucap si Aris, siswa yang menyukai Shanum tetapi tidak berani mengungkapkan.

Ipung hanya menjawab dengan gelengan kepala sembari meletakkan telunjuk tangan dengan posisi miring di dahi.

"Waah, parah Lo, Pung! Masak cewek secantik Sarah Lo tolak," celetuk Wisnu sang ketua kelas.

"Ambil aja, kalau Lo demen! Gue masih pengen bebas. Sendiri lebih enak dan tenang!" sahut Ipung sembari menyerahkan bumbu yang sudah selesai dibersihkan pada Shanum.

Shanum yang bertugas menghaluskan bumbu dan memasak daging ayam tersebut. Sedangkan yang lainnya menyiapkan bahan dan mendesain hidangan setelah matang.

Ujian praktek hari telah selesai, para anggota kelompok mendapat masing-masing satu potong daging ayam bakar beserta sambalnya.

Saat menuju parkiran, Shanum dihadang oleh Satria.

"Num, ikut bentar yuk! Ada yang mau aku omongin," pinta Satria dengan paksa.

"Ngapain?" tanya Shanum heran.

"Udah! Pokoknya ikut aja, jangan banyak tanya!" sahut Satria seraya menarik tangan Shanum.

Satria mengajak Shanum ke taman belakang, tempat favorit Shanum.

"Kakak mau ngomong apa? Cepetan, Shanum sudah capek mau pulang terus istirahat!" ucap Shanum ketus karena kesal.

Tadi Shanum sudah berangan-angan tidur memeluk boneka beruang pemberian bu Lelly. Namun, sekarang hanya tinggal angan-angan karena ulah alumni di sekolahnya.

"Kenapa kamu lebih memilih Bumi dari pada aku? Apa kurangnya aku di mata kamu? Teganya kamu menyakiti aku! Seharusnya kalau kamu menolak aku, kamu juga menolak dia. Biar di antara kami tidak ada dendam!" cerca Satria, tampak kekecewaan di matanya.

"Apa maksud Kakak? Aku nggak ngerti deh!" sahut Shanum emosi.

"Jangan pura-pura bodoh! Aku tahu kalian berdua pacaran 'kan?"

"Kalian? Maksud kakak aku pacaran sama kak Bumi, begitu?" tanya Shanum begitu mengerti arah pembicaraan Satria.

"Iya! Kenapa harus dia, Shanum? Kenapa harus gunung es itu? Bukankah aku sudah mendekati kamu sejak kamu masih duduk di kelas tujuh. Apa kurangnya aku, Num? Apa?"

Betapa terkejutnya Shanum setelah menyadari jika Satria mengira dirinya pacaran dengan Bumi.

"Kakak tahu dari siapa kalau Shanum dan kak Bumi pacaran?" tanya Shanum pelan, dia ingin tahu siapa yang menyebarkan gosip murahan itu.

"Mama! Tadi malam memintaku untuk segera mencari pasangan agar aku tidak dilangkahi Bumi. Mama juga bilang kalau setelah Bumi lulus SMA akan melamar kamu untuk Bumi."

"Kamu tahu nggak bagaimana perasaanku, saat mendengar dari Mama jika kalian pacaran? Hancur. Sakit! Itu yang aku rasakan."

Satria mengatakan apa yang menjadi ganjalan hatinya.

"Shanum dan Kak Bumi tidak pacaran. Kak Satria bisa tanyakan langsung pada Kak Bumi. Kalau soal ucapan Tante Anastasia, aku tidak tahu maksudnya apa. Kak Satria tanya saja langsung pada beliau," jawab Shanum dengan jelas.

Shanum tidak ingin menghancurkan perasaan orang lain. Oleh karena itu, dia selalu menghindari yang namanya pacaran. Bagi Shanum belum waktunya memikirkan itu. Perasaan itu hanya sebatas kekaguman semata. Tidak lebih.

"Aku suka sama kamu, Shanum. Aku jatuh cinta padamu, saat pertama kali melihat kamu turun dari mobil pak Arsena di hari pertama masuk sekolah," ucap Satria akhirnya.

Shanum terdiam mendengar kata-kata Satria. Dia memikirkan kata-kata yang tepat untuk menjawab, agar Satria tidak sakit hati. Namun, apa yang harus dia ucapkan, Shanum tidak tahu.

"Kak Satria, Shanum minta maaf. Menyukai ataupun mencintai seseorang itu hak semua orang. Perasaan itu hadir dengan sendirinya tanpa paksaan dari siapapun atau dari manapun."

"Kakak menyukai dan mencintai Shanum itu adalah hak kakak. Itu perasaan kakak. Namun, Shanum tidak merasakan itu. Apapun yang kakak rasakan, Shanum tidak merasakannya. Jadi, lebih baik kita berteman saja." jawab Shanum dengan kepala tertunduk karena takut melihat tatapan tajam dari Satria.

Terpopuler

Comments

yuni kazandozi

yuni kazandozi

bener kata mutia,kejarlah cita citamu shanum,selagi kamu bertekat pasti ada jalan,mutia pasti juga ikut biayai kuliah shanum nanti,,jangan terima siapapun yang menyatakan cinta padamu num,sebelum cita citamu berhasil kau raih

2022-10-09

1

MA⏤͟͟͞RGIE💖💞

MA⏤͟͟͞RGIE💖💞

yupz betul tuh Shanum, perasaan suka dan jatuh cinta hak setiap orang tapi untuk membalas cinta dan suka yaaa nt dulu, orang g ada feel gimana...
lagian masih sekolah kok mikirin lamaran, mamanya satria terlalu terburu-buru dan g ada komunikasi...

2022-10-06

1

⏤͟͟͞R🔵𒈒⃟ʟʙᴄ Joongki9 ¢ᖱ'D⃤ ̐

⏤͟͟͞R🔵𒈒⃟ʟʙᴄ Joongki9 ¢ᖱ'D⃤ ̐

lah Satria gtu...
perasaan iku g bisa dipaksa dunk...

ky perasaan dia ke aku😭😭😭

2022-09-29

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!