Upacara penerimaan siswa baru telah selesai, semua siswa SMP dan SMA diminta tetap tinggal di lapangan, sedang siswa TK dan SD masuk ke kelas masing-masing. Para siswa dengan berat hati tetap berada di barisan, berdiri di bawah panas matahari yang mulai terasa panas.
Dalam barisan Shanum malah asik berkenalan dengan teman-teman sekelasnya. Shanum sebenarnya anak yang humble, cerewet dan ceria. Hanya saja itu berlaku untuk orang-orang yang telah dikenalnya. Bila belum kenal, Shanum lebih banyak diam, jika tidak disapa terlebih dahulu dia tidak mau menyapa duluan.
"Hai, namamu siapa? Aku Dewi Anjani, panggil aja Dewi." kata salah seorang teman Shanum sambil mengulurkan tangannya.
"Shanum." jawab Shanum sambil membalas uluran tangan Dewi.
"Aku Sarah!" jawab siswi di sebelah Shanum.
"Kalian berisik tau gak! Dengarkan guru yang lagi ngomong bisa gak!" teriak salah seorang teman laki-laki mereka.
"Masih baris juga, ribut aja! Gak hargain orang banget!" celetuk salah satu cewek yang bernama Oktavia.
Akhirnya Shanum, Sarah dan Dewi diam. Mereka diam bukan karena takut, tapi merasa bersalah sudah buat keributan. Masih untung mereka ditegur teman sekelas, kalau sampai kakak kelas atau guru pasti malu.
Sejak saat itu Shanum, Sarah dan Dewi menjadi teman dekat. Kemana pun mereka selalu bertiga. Sampai mereka mendapat julukan trio kwek-kwek, karena mereka kalau bersama selalu ribut.
🌼
Sepulang sekolah Shanum menuju ruangan kepala sekolah, ruangan dimana pak Arsena bekerja. Setiap hari Shanum pergi dan pulang sekolah bersama pak Arsena.
"Rama..." teriak Shanum sambil membuka pintu ruang kepala sekolah, sebelumnya dia sudah mengetuk pintu.
Pak Sena yang melihat Shanum muncul dari balik pintu hanya mengulas senyum.
"Putri Rama sudah mau pulang sekarang, hmm?" tanya pak Sena.
Shanum melangkah masuk kemudian dia duduk di sofa depan meja kerja pak Sena.
"Rama masih lama lagi nggak?" tanya Shanum sambil memainkan jari-jari tangannya.
"Sebentar lagi juga selesai. Kenapa? Ada sesuatu yang mau diceritakan?" kata pak Sena sambil membereskan berkasnya.
"Shanum lapar." jawab Shanum sambil menunduk.
Pak Sena tertawa mendengar kata-kata Shanum. Kemudian menghubungi seseorang melalui pesawat telepon di meja kerjanya.
"Dar, bisa minta tolong sebentar?" kata pak Sena.
Menunggu jawaban dari seberang.
"Beli nasi soto di kantin ya, satu saja sama sate telur puyuh. Perkedel kentang juga!"
"Iya!" pak Sena menutup telepon.
Pak Sena melihat ke arah Shanum, tapi tangannya masih aktif berkutat dengan berkas-berkas di meja kerjanya.
"Tunggu ya, sebentar lagi makan siangmu datang! Rama masih banyak kerjaan yang belum beres." kata pak Sena.
"Inggih Rama," jawab Shanum sambil duduk di sofa.
Tak lama kemudian datang Bu Darwanti, petugas Tata Usaha di sekolah Shanum datang membawa pesanan pak Sena.
"Ini Pak, pesanannya. Saya letakkan di mana?"
"Letakkan di meja itu saja, itu buat putriku!" jawab pak Sena.
"Owh ini putri bapak! Cantik sekali putri bapak, anak bungsu ya pak?" tanya bu Darwanti.
"Iya, cantik seperti ibunya!" jawab pak Sena sambil tersenyum.
"Ada lagi yang bisa saya bantu, pak?" tanya bu Darwanti lagi sambil memeluk nampan yg dipakainya untuk membawa makan siang Shanum tadi.
"Sudah, cukup! Kamu bisa meninggalkan kami!" jawab pak Sena.
"Baik, pak! Saya permisi!" Bu Darwanti pamit undur diri.
Setelah Bu Darwanti keluar dari ruangan itu, Shanum segera menyendok nasi soto yang dipesan pak Sena tadi. Pak Sena tahu bahwa Shanum menyukai masakan berkuah. Pak Sena sudah menyayangi gadis remaja itu sejak bayi, bahkan berulang kali memohon pada kakaknya untuk memberikan Shanum padanya. Sekarang pak Sena bisa mencurahkan kasih sayangnya secara langsung.
Pak Sena tersenyum sambil menggelengkan kepalanya melihat Shanum yang makan dengan lahap, hingga belepotan mulutnya.
"Pelan-pelan saja makannya, nanti tersedak. Rama gak minta, tadi Rama sudah makan siang di luar." kata pak Sena menasehati Shanum.
"Inggih Rama," jawab Shanum dengan mulut penuh.
Shanum sangat menyukai soto sehingga tidak sabar ingin segera mengabiskan nasi soto itu. Jika di rumah pak Sena, Shanum tidak berani makan tergesa-gesa. Shanum pasti mendapat teguran dari Bu Lelly, istri pak Sena. Shanum semenjak tinggal di rumah pak Sena selalu dididik keras. Shanum harus tahu unggah ungguh tata krama.
Tak lama kemudian, pak Sena pun selesai dengan pekerjaannya. Beliau pun mengajak Shanum pulang.
"Ayo pulang, Nduk!"
Shanum berjalan mengekor di belakang pak Sena.
Begitu sampai di tempat parkir, tampak Bumi mendekati mereka.
"Siang, Pak. Maaf mengganggu sebentar, kami dari pengurus OSIS akan mengadakan acara untuk memperingati hari kemerdekaan tanggal 17 nanti. Kami mengharapkan saran dan masukan dari Bapak," ucap Bumi dengan lugas.
"Kamu buat susunan acara, setelah itu kamu berikan pada Bu Siska atau Pak Herry. Dia yang mengurusi kesiswaan," sahut pak Sena.
"Baik, Pak. Terima kasih," ucap Bumi sambil berjalan mundur meninggalkan pak Sena dan Shanum.
🌼🌼
"Rara Shanum! Apa pantes seorang perempuan nangkring di atas pohon? Ayo turun!" bentak Lelyana, istri pak Arsena.
Shanum yang saat itu sedang duduk manis di atas pohon jambu itupun terkejut. Tiba-tiba saja mendengar suara kanjeng ibu, menjerit di bawahnya.
"Maaf, Bu," ucap Shanum lirih, kemudian mulai turun dari secara perlahan.
Shanum sangat suka manjat pohon akan tetapi dia tidak bisa turun dari pohon sendiri. Selama ini dia selalu diturunkan oleh pak Yanto, jika naik pohon di halaman rumahnya sendiri. Kini, dia harus turun sendiri. Dia tidak berani minta diturunkan oleh Lely sang bibi sekaligus ibu angkatnya itu.
"Cuci tangan dan kakimu, setelah itu tidur siang!" perintah Lelyana.
"Ana apa tha? Diajeng kok nesu-nesu," tanya pak Sena lembut.
(Ada apa sih? Adinda kok marah-marah)
"Ini lho, Kangmas. Si Shanum sudah jam tidur siang malah pethakilan," adu Lelyana lembut.
"Namanya juga anak-anak, kamu nasehati saja tidak usah dimarahi. Nanti anaknya nggak betah tinggal di sini. Sabar ya, Bu! Nanti dia yang akan menjadi temanmu saat rumah sudah sepi," ucap pak Arsena lembut.
"Apa pantes tha Kangmas? Shanum itu manjat pohon. Dia itu anak perempuan seharusnya bersikap layaknya perempuan yang kalem, lemah lembut tidak seperti laki-laki begitu. Ibu malu kalau teman-teman Ibu tahu bagaimana sikap Shanum," keluh Lelyana.
"Tidak usah malu, toh mereka tidak tahu bagaimana keseharian anak-anak kita. Kamu ajari saja dia, kamu didik dia biar jadi perempuan yang lemah lembut. Kamu 'kan pernah belajar semua itu. Jadi kamu bisa gunakan ilmumu untuk mendidiknya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
MA⏤͟͟͞RGIE💖💞
punya ibu kayak Bu Lely bisa emosi jiwa deh g betah tinggal di rumah 😢
2022-10-05
1
MA⏤͟͟͞RGIE💖💞
laah dari kecil aku biasa manjat pohon jambu, pohon belimbing bahkan mangga tuh 🤭🤣🤣
waktu gadis aja pernah bareng temen duduk di dahan pohon jambu sambil makan jambunya,seru dan nyaman rasanya sambil ngobrol...
2022-10-05
3
CebReT SeMeDi
kalau Bu lestari lebih ke rakyat biasa kalau pakdhe nya darah priyayi masih diterapkan ketat🤭
2022-09-15
1