Banyak tamu yang hadir dalam upacara pelepasan jenazah pak Arsena. Namun, Shanum tidak keluar dari kamarnya. Dia hanya diam melamun tanpa banyak bicara.
"Num, keluar yuk antar Rama ke peristirahatan terakhirnya," ajak Santi istri Anton.
Shanum hanya menggeleng dan meneteskan air mata. Berbeda dengan saat ditinggal ibu kandungnya, hanya menangis dalam batin sehingga menjadi penyakit. Akhirnya Shanum tidak ikut mengantarkan pak Arsena.
Di saat anggota keluarga yang lain mengantarkan pak Arsena ke peristirahatan terakhir, Shanum di rumah ditemani oleh istri pak Wardhana dan anak-anaknya. Shanum diajak ngobrol oleh istri pak Wardhana.
"Oh, berarti Shanum memang sudah kenal dekat ya sama Bumi?" tanya bu Anastasia, istri pak Wardhana.
"Dekat banget sih enggak, Tan. Hanya saja kami sering bertemu di taman belakang sekolah. Dekat lapangan basket," jawab Shanum jujur sehingga mengundang rasa cemburu Satria.
"Oh, begitu. Tante hanya berharap kalian berdua bisa berjodoh. Jadi bisa melanjutkan tali kekeluargaan, walaupun pak Arsena sudah tiada. Kamu mau 'kan Bum, dijodohkan dengan Shanum?"
Satria langsung memasang wajah datar tak terbaca, jemarinya mengepal kuat menahan amarah. Sedangkan Bumi hanya tersenyum menanggapi ucapan sang mama.
"Kalau jodoh pasti bersama, Ma. Tidak usah dijodoh-jodohkan. Lagian kami masih sama-sama sekolah. Masih lama lagi menuju jenjang itu. Mas Satria aja dulu cariin jodoh, sebentar lagi tamat SMA," jawab Bumi mengalihkan pembicaraan.
Bumi sudah tahu jika Satria, kakaknya juga menyimpan rasa pada Shanum. Apalagi Shanum yang tidak bertingkah macam-macam seperti gadis seumurannya. Walaupun dia agak lemot dan kurang peka, tetapi dia memiliki kelebihan yang bisa menutupi kekurangan-kekurangannya itu.
Pak Wardhana dan bersama yang lainnya sudah pulang dari makam. Sehingga pak Wardhana mengajak anak istrinya pulang.
Hari-hari Shanum berikutnya yang ada hanya kesedihan. Bu Lelly tidak kunjung membuka matanya, bahkan kabar terakhir yang dia dengar sangat menyedihkan. Detak jantung bu Lelly berulang kali berhenti berdenyut tiba-tiba.
Sudah tiga bulan ibu angkatnya belum sadar dari koma. Shanum sudah bersiap-siap akan menjenguk sang ibu di rumah sakit. Saat akan mencari Eko, sopir di rumah itu, tiba-tiba telepon rumah berdering.
"Iya, Mas."
"Kamu jangan ke rumah sakit dulu, Num! Tunggu Marcell sampai rumah dulu, nanti kalian bareng ke sini," titah sang kakak, Anton.
"Kenapa tidak boleh ke rumah sakit sekarang? Nungguin Mas Marcell lama lagi, Shanum maunya sekarang ke rumah sakit. Shanum kangen Ibu," jawab Shanum tidak mau menurut.
"Kamu jangan bandel kalau dibilangin, nurut sekali saja. Bisa nggak?" bentak Anton kesal.
Akhirnya Shanum pun urung pergi. Dia kembali ke kamarnya dan mengurung diri.
Dua jam kemudian terdengar suara ambulans memasuki halaman rumah pak Arsena. Shanum pun segera berlari keluar, dia takut jika itu sang ibu yang menyusul Rama.
Ternyata dugaan Shanum benar, bu Lelly akhirnya dinyatakan meninggal setelah sejak tadi malam kritis. Denyut jantungnya semakin melemah dan akhirnya berhenti.
"Ibuuuu!" jeritan Shanum sekuat tenaga.
Dia berlari menyongsong brankar ambulans yang membawa jenazah bu Lelly. Shanum memeluk tubuh kaku bu Lelly dengan air mata bercucuran. Shanum tidak merasakan firasat apapun, sama halnya saat ibu kandungnya meninggal. Apalagi saat ini kondisinya semakin berbeda. Obat yang dikonsumsinya membuatnya sering tertidur.
Santi saat itu baru sebulan melahirkan hanya diam sambil menggendong bayinya.
"Sudah, Num. Ikhlas ya, semua akan kembali pada Sang Pencipta. Jadi ikhlas ya!" ucap Santi sambil duduk bersimpuh di dekat Shanum.
Shanum masih melanjutkan perobatan. Hanya saja sejak pak Arsena meninggal, Mutia yang mengantarkan berobat. Bukan lagi bu Lelly.
🌼
Shanum memilih kembali ke rumah pak Yanto setelah empat puluh hari meninggalnya bu Lelly. Pak Yanto dan Mutia menerima kepulangan Shanum dengan kedua tangan terbuka.
Sebenarnya Marcell dan Anton melarang Shanum pulang ke rumah orang tua kandungnya. Shanum tetap minta pulang karena di rumah itu hanya dihuni Shanum dan mbok Yem sang asisten rumah tangga. Eko memilih pulang ke rumah jika hari sudah berganti.
Shanum yang merasa kesepian akhirnya memilih pulang. Biarlah rumah itu tidak menjadi miliknya, yang penting dia tidak merasakan kesepian. Sesuai wasiat pak Arsena, rumah besar itu diberikan pada Shanum. Sedangkan dua bidang lahan persawahan dan perusahaan diberikan kepada kedua anak laki-lakinya.
Tangis bahagia menyambut kedatangan Shanum di rumah pak Yanto. Pak Yanto yang selama ini tinggal sendiri, merasa bahagia karena gadis kecilnya kembali. Sebenarnya Mutia juga tinggal di rumah itu, tetapi hanya seminggu sekali. Tempat kerja yang jauh, membuat Mutia terpaksa tinggal di mes perusahaan.
Mutia bekerja di sebuah pabrik konveksi di daerah Sragen. Jabatan Mutia sangat bagus, yaitu manajer marketing. Dia harus sering menemui rekanan bisnis yang berasal dari luar negeri. Bahkan tak jarang dia harus keluar negeri untuk menawarkan produk baru di perusahaannya.
Betapa bahagianya Mutia saat pulang ke rumah menemukan adik kecilnya sedang terlelap di kamarnya.
"Pak, kapan Sha pulang ke sini?" tanya Mutia setelah menyimpan barang-barangnya di kamar.
"Baru tiga hari. Biarkan dia kembali ke sini, dia di sana pasti merasa sangat kesepian. Apalagi si Iyem lebih sering pulang karena tidak ada lagi pekerjaan. Bapak di rumah pun sendiri, jadi lebih baik kita tinggal bersama," jawab pak Yanto panjang dan lebar.
"Kalau begitu, Mutia juga mau pindah aja di dekat sini. Lamaran kerja Mutia sudah diterima ini," ucap Mutia bahagia.
Ya, Mutia memang sudah berencana pindah ke pabrik konveksi yang ada di kotanya itu. Lamarannya sudah diterima tanpa melakukan tes, hal ini dikarenakan Mutia masih memegang jabatan penting. Selain itu, sepak terjangnya sudah diakui beberapa perusahaan.
"Kamu mau bekerja dimana?" tanya pak Yanto penasaran.
"Di PT MM, Pak. Sebenarnya mulai Kamis kemarin sudah disuruh masuk. Karena aku masih ada tanggung jawab pekerjaan, jadi aku minta awal bulan saja masuknya. Mereka menyetujuinya," jawab Mutia dengan wajah berbinar bahagia.
Siapapun pasti bahagia bisa masuk ke pabrik konveksi terbesar di kota itu. Tidak semua lamaran diterima begitu saja. Rejeki Mutia memang bagus. Banyak perusahaan yang menawarkan jabatan tinggi padanya, namun banyak yang ditolak. Alasannya, sebagian besar karena letaknya yang jauh.
Saat ayah dan anak itu berbincang, Shanum bangun dan ikut nimbrung kakak dan ayahnya. Bukan duduk di antara mereka, tetapi berbaring dengan berbantalkan paha sang kakak
"Mbak Mut, Sha kangen!" ucap Shanum dengan mata terpejam.
Mutia dengan sayang mengusap lembut kepala adiknya. Dia tersenyum melihat tingkah manja sang adik yang sudah lama tidak dia lihat.
"Mbak juga kangen Sha. Sha belajar yang rajin ya, biar jadi dokter seperti cita-cita Sha selama ini," sahut Mutia.
"Sha tidak jadi bercita-cita jadi dokter. Sha gak usah kuliah. Sha mau kerja aja, kasihan Bapak kalau Sha sekolah dokter."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Kⁱᵃⁿᵈ⏤͟͟͞Rą 🈂️irka
Klu bs tetap kuliah..capai cita2 kmu Num
2022-10-10
2
Kⁱᵃⁿᵈ⏤͟͟͞Rą 🈂️irka
bahagia nyaa..mereka bs berkumpul lagi..
2022-10-10
1
Kⁱᵃⁿᵈ⏤͟͟͞Rą 🈂️irka
waahh hebat jg mutiaa
2022-10-10
1