Keesokan harinya...
Saat Shanum akan sarapan tampak olehnya pak Arsena dan bu Lellyana sudah duduk mengitari meja makan.
"Rama, Ibu! Jam berapa pulangnya, kok Shanum nggak tahu?" teriak Shanum girang.
Betapa bahagianya dia, melihat kedua orang tua angkatnya sudah ada di rumah.
"Sudah, ayo sarapan! Keburu siang, nanti terlambat lho ke sekolahnya," ucap bu Lelly memperingatkan.
Akhirnya mereka bertiga sarapan pagi dengan tenang. Setelah itu Shanum dan pak Arsena berangkat ke sekolah bersama.
Sesampainya di sekolah, tidak ada siswa yang berani julid ataupun merundung Shanum. Mereka diam, takut kena hukuman karena pelindung Shanum telah datang.
Saat jam istirahat, Shanum turun ke lapangan dia terus berjalan menuju sudut lapangan. Tempat itu terletak di ujung lokasi bangunan sekolah. Banyak siswa yang mau mendatangi tempat ini, kecuali saat ada acara sekolah.
Terletak di sudut dan jauh dari jangkauan pandangan mata, sehingga saat bel tanda masuk kelas pun tidak bisa terdengar. Biasanya siswa yang bermain di tempat itu adalah siswa yang malas mengikuti jam pelajaran. Tempat itu sangat cocok untuk menyendiri.
"Ngapain bengong sendirian di sini? Nggak takut ada makhluk halus yang mengganggu?" tegur Bumi pada gadis manis berkulit sawo matang.
Shanum terkejut tiba-tiba mendengar suara seorang laki-laki. Padahal tadi sepi tidak ada orang di tempat itu.
Saat ini Shanum sedang duduk tanpa teman di depan goa Maria. Goa buatan yang ada di sudut lapangan. Di sekitarnya dibentuk seperti taman yang dikelilingi oleh tanaman bunga warna-warni. Tempat itu begitu sunyi, sehingga cocok untuk menenangkan pikiran.
"Aku setiap hari ke sini, kakak saja yang tidak tahu. Kakak juga mau ngapain ke sini?" Pertanyaan ketua OSIS itu dijawab dengan pertanyaan oleh Shanum.
"Aku tanya ngapain kamu di sini? Apa kamu tidak mendengar suara bel tanda jam istirahat sudah berakhir?" bentak Bumi kesal, baru kali ini ada siswa yang berani membantahnya.
"Sudah jam masuk pelajaran, ya? Terima kasih kakak sudah beritahu Shanum," ucap Shanum sambil berlalu meninggalkan tempat itu dengan langkah cepat.
Ternyata langkah kaki Shanum tidak lebih cepat dari gerakan Bumi. Tangan Bumi saat ini sedang mencengkeram erat pergelangan tangan Shanum.
"Apalagi sih, Kak? Katanya sudah masuk kelas, Shanum harus segera kembali ke kelas nanti Shanum dapat hukuman," ujar Shanum sembari berusaha melepaskan tangannya dari cengkeraman Bumi.
"Tunggu kamu belum jawab pertanyaan kamu!" tahan Bumi masih memegang pergelangan tangan Shanum.
"Kak, bisa lepasin dulu nggak?" sahut Shanum seraya mengarahkan pandangan matanya ke pergelangan tangan.
"Ups, sorry! Sengaja, biar kamu nggak lari," jawab Bumi santai seraya melepaskan cengkeraman tangannya.
"Shanum lebih suka tempat sepi, Kak."
"Sudah aku jawab, boleh pergi?"tanya Shanum sambil menatap mata Bumi.
Bumi tiba-tiba membuang pandangannya ke segala arah.
"I-iya, boleh!" jawab Bumi gugup, dia merasa salah tingkah ditatap oleh Shanum.
Gadis polos itu tidak menyadari, jika tatapan matanya tadi telah membuat seseorang senam jantung.
Shanum berlari menuju kelasnya, dia takut ketinggalan pelajaran karena tidak diijinkan masuk.
Begitu sampai di depan kelasnya, terdengar suara bising khas jam kosong. Shanum pun mengusap dadanya, merasa lega. Dia pun melanjutkan langkahnya memasuki kelas.
Banyak teman sekelasnya yang menatap dengan cibiran karena dia terlambat memasuki kelas.
"Namanya anak kepsek, suka-suka dia mau apa. Nggak bakalan deh kena teguran!"
"Ya iyalah, secara gitu loh!"
Tanpa mereka sadari orang yang mereka bicarakan sedang berdiri di gawang pintu kelas.
"Jam pelajaran siapa sekarang?" teriak pak Sena dengan tangan kanan berada di pinggang dan tangan kiri bersandar pada pintu.
Pak Arsena tidak sengaja melintas di depan kelas itu. Beliau mendengar suara bising sehingga langsung ambil posisi berdiri depan pintu.
Semua siswa kalang kabut ketakutan. Mereka tidak menyangka sama sekali, jika kepala sekolah mereka yang menegur langsung. Mereka semua terdiam tanpa ada yang membuka suara sekalipun.
Sang ketua kelas yang bernama Aris, akhirnya menjawab pertanyaan dari kepala sekolah.
"Pelajaran biologi, Pak."
"Siapa gurunya?"
"Ibu Fransiska, Pak."
"Kalian baca buku sambil menunggu beliau datang! Jangan ada lagi suara! Apalagi itu membahas tentang saya dan anak-anak saya," perintah pak Arsena sebelum meninggalkan kelas Shanum.
"Baik, Pak," ucap beberapa siswa serentak.
*
*
Sejak kejadian kedatangan pak Arsena ke kelas Shanum, teman-teman Shanum tak ada lagi yang berani membicarakan Shanum dan pak Arsena secara terang-terangan. Mereka takut akan dikeluarkan dari sekolah.
Jabatan pak Arsena bukan hanya sebagai kepala sekolah, beliau juga masuk dalam jajaran pemilik saham di yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan itu. Jadi, pengaruh pak Arsena di sekolah itu sangatlah besar.
Sebenarnya pak Arsena sudah pensiun sebagai seorang guru PNS. Kecintaan beliau pada dunia pendidikan, menjadikannya memilih tetap berkecimpung di dunia pendidikan.
Malam ini pak Arsena kedatangan tamu seorang teman sekaligus pemasok bahan baku di usaha meubelnya. Kedatangan tamu tersebut ingin membicarakan bahan yang dipesan pak Sena.
"Ini anak-anak Pak Wardhana?" tanya pak Sena setelah beberapa saat berbincang.
"Iya, mereka yang akan meneruskan usaha saya nantinya. Pasti Pak Sena sudah mengenal mereka, bukan?"
Satria dan Bumi bergantian menyalam tangan pak Sena sebagai bentuk rasa hormat.
"Iya, mereka anak didikku di Maria Assumpta," jawab pak Sena sembari mengulas senyum.
Tak lama kemudian bu Lelly datang membawa minum, di belakangnya tampak Shanum membawa kue kering untuk teman minuman.
"Bu, ini Pak Wardhana yang memasok kain untuk bahan sofa," ucap pak Sena pada istrinya.
Bu Lelly pun tersenyum sambil menyalami para tamunya.
"Ini, anak-anak Pak Wardhana?" tanya bu Lelly usai menyalami mereka.
"Gadis manis ini siapa, Pak?" tanya pak Wardhana tiba-tiba.
Saat itu Shanum akan meninggalkan ruang tamu.
"Itu putri bungsu kami," jawab pak Sena, kemudian memanggil Shanum untuk ikut bergabung.
"Num, sini dulu Nduk!"
Shanum pun berbalik dan duduk di samping bu Lelly.
"Salim, Nduk!" perintah bu Lelly pada Shanum.
Shanum pun akhirnya menyalam dan mencium punggung tangan pak Wardhana saja. Kemudian Shanum kembali duduk.
"Lho mas-masnya kok nggak disalam, Num?" tanya bu Lelly heran.
"Mereka sudah saling kenal, Bu. Bukan begitu?" ucap pak Sena sambil tertawa kecil.
"Oh, mereka satu sekolah rupanya," ujar bu Lelly tersenyum.
Shanum hanya mengangguk, bagaimana tidak mungkin tidak mengenal mereka. Keduanya suka sekali mengganggu ketenangannya.
"Kalau begitu kalian bertiga ngobrol saja di teras atau di ruang keluarga saja," usul bu Lelly.
"Ibuu..." ucap Shanum lirih dengan nada manjanya. Lalu Shanum berbisik di telinga sang ibu dan diangguki oleh ibunya.
Shanum pun beranjak pergi meninggalkan ruangan itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
MA⏤͟͟͞RGIE💖💞
di sekolah Shanum g ada teman ya jadi...
eh bumi kok ngomongnya keras gitu, apa karena gugup...
2022-10-06
1
Kⁱᵃⁿᵈ⏤͟͟͞Rą 🈂️irka
siapa nih..bumi dan kk nya kah ?
2022-10-03
1
Kⁱᵃⁿᵈ⏤͟͟͞Rą 🈂️irka
nah..giliran di tatap shanum, salting deh
2022-10-03
1