Bab 15

Shanum akhirnya dibawa pulang juga ke rumah. Setelah beberapa kali melakukan serangkaian tes darah dan CT scan, Shanum dinyatakan sudah boleh pulang. Akan tetapi dia harus kontrol ke dokter dua Minggu sekali hingga dinyatakan sembuh total. (Nyatanya sampai sekarang sakit itu masih belum juga dinyatakan sembuh.)

Gumpalan darah itu sudah tidak ada, namun benturan itu meninggalkan trauma pada syaraf otak kecil Shanum. Sehingga Shanum tidak bisa aktif lagi seperti semula.

Di rumah pak Arsena ramai orang yang hendak melihat keadaan Shanum. Hal ini dikarenakan Shanum dirawat di rumah sakit yang jauh dari tempat tinggalnya. Bahkan teman-teman sekelas dia pun tidak ada yang menjenguk karena jauh.

"Apa Shanum yang sakit, parahkah?"

"Kenapa bisa lama sekali dia dirawat di rumah sakit?"

"Apa Shanum sempat tidak sadarkan diri lama? Kok lama banget sembuhnya."

Masih banyak lagi pertanyaan yang dilontarkan para pengunjung. Mereka penasaran dengan keadaan Shanum. Mereka sudah lama menanti kepulangan Shanum sudah ditunggu oleh para tetangga sekitar rumah.

Mutia juga datang ke rumah pamannya itu. Dia sengaja menunggu Shanum sejak pagi. Tidak hanya Mutia, Anton pulang dari Surabaya membawa tunangannya. Sedangkan Marcell tidak bisa pulang dalam waktu dekat ini.

Shanum langsung masuk ke kamar ditemani oleh Mutia. Walaupun beberapa kali Mutia menjenguk sang adik, tetapi dia masih ingin melihat keadaan adiknya itu.

"Masih sering pusing?" tanya Mutia begitu mereka sampai di kamar Shanum.

"Masihlah! Baru juga keluar dari rumah sakit, masih harus minum obat setiap hari lagi. Huh... menyebalkan!" sahut Shanum seraya menghempaskan bo*kongnya ke atas kasur.

Shanum berbaring lalu langsung memejamkan mata. Tak lama kemudian, sudah terdengar napas teratur menandakan bahwa anak itu sudah terlelap. Semenjak kejadian kecelakaan itu, Shanum mudah sekali tertidur.

🌼

Shanum sudah kembali ke sekolah, seminggu lagi ujian akhir kenaikan kelas dilaksanakan. Shanum harus mengejar ketinggalannya karena selama sebulan dia tidak mengikuti pelajaran. Walaupun begitu, Shanum memiliki semua buku diktat yang digunakan oleh para guru untuk mengajar.

Selama Shanum istirahat di rumah dua Minggu, Shanum selalu belajar menggunakan buku diktat tersebut. Kepalanya sering mendadak sakit jika terlalu lama membaca. Sehingga Shanum hanya mengandalkan ingatan saja.

Sejak saat itu Shanum mencoba merekam semua yang didengarnya. Agar saat ujian kenaikan kelas nanti bisa mengerjakan.

Ujian kenaikan kelas pun akhirnya telah dilaksanakan. Walaupun harus diselingi istirahat saat mengerjakan, tetapi hasil ujian Shanum memuaskan. Dia tidak ikut remidi untuk memperbaiki nilai ujian.

"Num, lihat class meeting yuk!" ajak Sarah.

Saat ini tidak ada lagi pelajaran, sehingga dibuat lomba antar kelas. Shanum hanya bisa jadi penonton, padahal sebelum kecelakaan dia ikut ekskul basket dan beladiri. Keadaan yang tidak boleh aktif bergerak membuat dia hanya puas sebagai penonton.

"Pengen ikut main, tapi takut menyusahkan orang banyak," gumam Shanum yang masih bisa didengar oleh Sarah dan Dewi.

"Kamu harus banyak istirahat, Num! Tahan dulu keinginan kamu untuk melakukan aktivitas berat," ucap Sarah mengingatkan dan diangguki oleh Dewi.

Sarah dan Dewi sudah meminta maaf pada Shanum saat Shanum dirawat di rumah sakit. Mereka rela menempuh perjalanan jauh hanya untuk meminta maaf pada Shanum. Baik Shanum dan orang tuanya sudah memaafkan Sarah dan Dewi.

Pak Sena pun tidak bisa memarahi mereka, beliau hanya mengingatkan agar tidak mengulangi lagi. Mereka masih labil dan belum mengerti akan akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan mereka.

Sejak kejadian itu, Sarah dan Dewi semakin dekat dengan Shanum. Mereka selalu bertukar cerita dan bertukar bekal makanan.

Shanum tidak diijinkan lagi jajan sembarangan, hal ini ditujukan untuk menghindari terjadinya meningitis pada bekas benturan di kepalanya. Makannya pun benar-benar dijaga.

Tiga hari setelah class meeting, akhirnya tibalah saat penerimaan laporan hasil belajar selama ini. Bu Lelly hadir untuk mengambil raport Shanum.

"Num, ibumu cantik banget!" jerit Dewi di samping Shanum.

Shanum pun langsung menutup telinga, karena suara Dewi membuat telinganya sakit.

"Shanum gak mirip ibunya, dia lebih mirip pak Arsena. Perhatikan saja!" celetuk Sarah sambil menjitak kepala Dewi.

"Sakit, Peak! Main getok kepala aja, kalau gegar otak bagaimana? Jadi kek Shanum nanti, gak bisa ngapa-ngapain," jerit Dewi lagi.

"Kenapa denganku? Aku gak apa-apa kok," sahut Shanum santai.

Mereka menunggu orang tua masing-masing di depan aula. Mereka duduk di tangga, tidak hanya mereka bertiga saja. Banyak siswa lain yang juga duduk di tangga itu menunggu orang tua mereka keluar membawa raport.

Acara pun selesai, semua orang tua/wali murid keluar dari aula tersebut. Shanum langsung mendekati bu Lelly, begitu melihat ibunya berjalan pelan dari pintu aula.

Aula di sekolah itu sangatlah besar, namun letaknya di lantai dua. Sehingga para siswa yang menunggu orang tua, duduk memenuhi tangga.

"Ibu, pinjam raport Shanum," pinta Shanum sambil mengulurkan tangan.

Bu Lelly pun mengambil raport yang disimpannya di dalam tas. Kemudian menyerahkan pada Shanum.

"Kata guru, kamu harus banyak belajar jangan tidur di kelas!" ucap bu Lelly saat mengulurkan raport pada Shanum.

"Shanum tidur di kelas kan baru-baru ini saja, Bu. Sebelum kecelakaan Shanum nggak pernah tidur di kelas," bantah Shanum kesal.

"Kalau nggak ada masalah sama kepala Shanum, mana pernah Shanum tidur dan tidak belajar. Baca lama sedikit aja sudah berdenyut kepala! Nasib, nasib, selalu salah terus!" gerutu Shanum pelan namun masih bisa tertangkap oleh rungu bu Lelly.

Bu Lelly tersenyum dan mengusap lembut kepala Shanum. Terlihat sekali betapa sayangnya dia pada anak perempuan itu.

"Bu, Shanum dapat rangking satu!" jerit Shanum tiba-tiba setelah melihat buku rapornya.

Sarah dan Dewi yang mendengar jeritan Shanum pun mengucapkan selamat.

"Selamat, Num! Walaupun kamu tidak masuk sekolah selama sebulan, tetapi kamu bisa meraih rangking satu. Kami yang rajin sekolah saja hanya dapat sepuluh besar.

Ya, Sarah dan Dewi menduduki peringkat lima dan tujuh. Hal ini dikarenakan mereka tidak menguasai pelajaran matematika dan fisika. Sedangkan Shanum sangat menyukai dua pelajaran itu.

Bagi Shanum pelajaran berhitung sangat menantang dan tidak membuat ngantuk. Sedangkan pelajaran yang banyak teori sama saja dibacakan dongeng oleh guru. Oleh karena itu, nilai bahasa Indonesia dan sejarah Shanum hanya tujuh.

Shanum lalu pamit pada kedua sahabatnya itu. Shanum pulang bersama sang ibu.

Shanum berjalan sambil memeluk pinggang bu Lelly. Sepanjang jalan dari aula ke tempat parkir mobil, bu Lelly disapa penuh hormat. Sehingga senyum ramah tidak pernah pudar di bibir wanita paruh baya itu.

"Kamu mau hadiah apa dari Ibu, hmm?" tanya bu Lelly pada anak perempuan kesayangannya itu.

Terpopuler

Comments

yuni kazandozi

yuni kazandozi

sabar shanum,jangan ikut olahraga dulu,yang penting sehat dulu,tuh sarah ma dewi jangan sampai bikin ulah lagi yang bikin shanum celaka lagi ya

2022-10-07

1

MA⏤͟͟͞RGIE💖💞

MA⏤͟͟͞RGIE💖💞

ingat zaman sekolah kl abis semester yang ditunggu classmeeting, rame juga seru karena berangkat sekolah g belajar 🤭😁😁

2022-10-06

1

Kⁱᵃⁿᵈ⏤͟͟͞Rą 🈂️irka

Kⁱᵃⁿᵈ⏤͟͟͞Rą 🈂️irka

wahhh hebat shanum...walau smpet teertinggal pelajaran tp msh bisa jd rangking 1.. selamat yaa Shanum

2022-10-03

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!