Pak Sena akhirnya mengurus sekolah Shanum sesuai kesepakatan bersama. Shanum akan bersekolah di yayasan tempat pak Sena mengabdi selama ini. Hal ini dikarenakan Shanum terlambat mendaftar ke sekolah negeri, padahal nilai Shanum lumayan tinggi. Karena adanya musibah kemalangan, mau tidak mau Shanum harus sekolah walaupun di swasta.
Segala keperluan sekolah Shanum diurus oleh pak Sena, bahkan Shanum pun diajak tinggal bersama di rumah pak Sena. Shanum tinggal di rumah pak Sena untuk memudahkan Shanum sekolah. Rumah pak Sena lebih dekat ke sekolah Shanum dari pada rumah pak Yanto. Selain itu juga, Shanum pulang pergi sekolah menumpang mobil pak Sena.
Hari ini, untuk pertama kalinya Shanum menginjakkan kakinya di sekolah baru. Tadi Shanum hanya diantarkan sampai pintu gerbang sekolah. Karena masih ada beberapa urusan yang harus diselesaikan oleh pak Sena.
"Kamu masuk saja, nggak usah takut! Di dalam banyak teman nanti. Rama ada urusan penting yang harus dikerjakan." kata pak Sena pada Shanum.
"Inggih Rama." Shanum mengangguk sambil mencium punggung tangan pak Sena.
(Iya, ayah)
Semenjak Shanum tinggal di rumah pak Sena, Shanum memanggil rama pada pak Sena, sedangkan ibu pada bu Lelly, istri pak Sena.
(Rama \= bapak, bahasa Jawa halus)
Shanum berjalan memasuki area sekolahnya, Shanum nampak terkagum-kagum dengan bangunan sekolahnya. Begitu memasuki halaman disambut dengan pohon bunga sakura yang bermekaran. Halaman yang luas, bangunan kuno dengan dua lapis pintu gerbang.
Gerbang utama dijaga oleh dua orang satpam, di sebelah kiri tempat parkir para siswa sedangkan di sebelah kanan tempat parkir guru beserta staf. Berjarak beberapa meter ke dalam, terdapat lagi gerbang memasuki area sekolah. Di bawah pohon bunga sakura terdapat patung bunda Maria yang dikelilingi bangku dari semen, nampak beberapa siswa duduk mengelilingi patung sambil bercanda.
Shanum masih terus melangkahkan kakinya memasuki area sekolah tersebut. Dia kebingungan mencari kelasnya karena tadi dia lupa bertanya pada pak Sena. Karena tidak tahu harus kemana, dia pun duduk di tangga sebuah gedung yang besar dan tinggi. Disana banyak juga siswa yang sekedar duduk-duduk menunggu waktu bel berbunyi.
"Anak baru ya?" tiba-tiba ada seorang siswa laki-laki berbadan tinggi tegap, kulitnya putih dan bermata sipit.
Shanum hanya mengangguk mendengar pertanyaan siswa laki-laki tadi.
"Sudah mau bel, kamu simpan tasmu dulu. Habis itu turun ke lapangan!" perintah siswa itu.
Shanum bingung, karena dia tidak tahu dimana letak kelasnya. Akhirnya Shanum memberikan diri bertanya pada siswa itu.
"Kak, maaf mau tanya boleh?" kata Shanum takut-takut.
"Mau nanya apa? Dimana kelas anak baru atau kamar mandi?" tanya siswa laki-laki yang ternyata anak kelas 9. Biasa disapa dengan nama Bumi.
Siswa itu bernama Raffael Bumi Wardhana, badannya paling tinggi di sekolah itu. Tinggi badannya 175 cm, padahal usianya baru menginjak 15 tahun.
"Kak, aku belum tahu dimana kelasku." jawab Shanum sambil menunduk.
"Kamu kelas apa?" tanya Bumi.
"Hmm ...." Shanum bingung mau jawab apa, karena dia tidak tahu dia kelas apa.
"Ditanya itu dijawab, bukan hanya bergumam saja! Siapa yang tahu?" tanya Bumi ketus.
"Aku nggak tahu kelas apa, kak!" jawab Shanum masih terus menundukkan kepalanya sambil memainkan kakinya.
"Waktu kamu mendaftar dan melihat pengumuman hasil tes masuk sekolah ini kemana? 'Kan ada daftar ulang juga, kamu gak datang ya? Terus kemarin kamu juga nggak hadir? Kemarin pembagian kelasnya lho," tanya Bumi sambil memicingkan matanya.
Bumi merasa heran, padahal kemarin semua siswa baru dikumpulkan untuk mengumumkan kelas mereka. Tidak mungkin tidak tahu, kecuali tidak datang pada saat pengumuman kemarin.
"Kemarin nggak datang, kak. Ada acara keluarga di rumah." Shanum mengemukakan alasannya kenapa dia tidak datang ke sekolah kemarin.
"Kita ke depan ruang kepala sekolah, di sana dipasang papan pengumuman. Siapa tahu ada nama kamu!" kata Bumi menahan rasa jengkel.
"Masak tidak tahu, memang dia pikir dia siapa. Seenaknya sendiri, datang ke sekolah nggak tahu masuk kelas mana. Hadeh ...." gerutu Bumi dalam hati sambil berjalan menuju ruang kepala sekolah.
Mereka berdua mulai membaca satu persatu nama kertas yang tertempel di papan pengumuman.
"Nama kamu siapa? Lama banget bacanya!" bentak Bumi.
Kesabaran Bumi sudah mulai habis, menghadapi Shanum. Shanum yang sedikit tulalit membuatnya geram.
"Untung cantik!" geramnya dalam hati.
Wajah Shanum yang cantik alami membuat orang tidak bosan memandang. Wajah yang tampak polos tanpa dibuat-buat, semua serba alami yang dia perbuat membuat orang geram dan gemas dalam waktu yang bersamaan.
"Shanum, kak!" jawab Shanum singkat.
"Nama lengkap kamu, kalau cuma Shanum aja disini banyak orang bernama Shanum!" ketus Bumi.
"Shanum aja kak." jawab Shanum malu-malu.
"Hmm ...." jawab Bumi
"Kamu di kelas D!" kata Bumi tiba-tiba membuat Shanum terjengit kaget.
"Boleh tanya nggak kak? Hmm ... sebelah mana ya kak, kelas 1D." tanya Shanum sambil memainkan semua jari tangannya.
Tak jauh dari mereka ada seorang petugas Tata Usaha berjalan ke arah mereka berdua.
"Ada apa ini? Kenapa kalian masih disini? Kalian segera menuju lapangan karena bel sebentar lagi berbunyi!" tanya seorang wanita paruh baya itu.
"Ini Bu Dar, ada anak baru tidak tahu dimana kelasnya!" jawab Bumi.
"Kan kemarin sudah dibagi, sudah diumumkan juga. Semua murid baru juga sudah berkeliling sekolah bersama wali kelas masing-masing. Kenapa masih belum tahu dimana letak kelasnya?" tanya bu Dar.
"Kemarin Shanum berhalangan hadir, Bu!" jawab Shanum.
"Eehh, tunggu siapa namamu tadi?" tanya bu Dar tiba-tiba.
Bu Darwanti tiba-tiba teringat sesuatu karena mendekati kata Shanum.
"Kamu yang bernama Shanum, anaknya Pak Arsena Kusuma?" tanya bu Dar.
"Iya bu, tadi Rama yang antar sampai pintu gerbang. Karena ada urusan, beliau tidak bisa mengantar sampai kelas," jawab Shanum sambil menundukkan kepalanya.
"Bumi, cepat kamu antar gadis manis ini ke kelasnya ya! Cepetan, sebentar lagi bel berbunyi!" perintah Bu Dar.
Setelah itu Bumi berjalan mendahului Shanum menuju kelas Shanum.
"Lebih cepat sedikit, sebentar lagi bel berbunyi!" bentak Bumi sambil sesekali melihat jam tangannya.
"Iya, kak!" jawab Shanum sambil mempercepat langkah kakinya.
"Ini kelasmu, letakkan tasmu kemudian kamu menuju lapangan! Cepat! Jika bel berbunyi masih ada murid yang di kelas, maka murid itu akan disuruh berbaris di depan!" bentak Bumi.
Bumi langsung meninggalkan kelas itu begitu Shanum masuk ke dalamnya. Sebagai ketua OSIS, dia harus segera tiba di lapangan sebelum bel berbunyi.
Shanum yang tersadar bahwa dia ditinggal langsung bergegas berlari mengejar Bumi.
Shanum tiba di lapangan bertepatan dengan bel berbunyi. Ternyata di lapangan sudah banyak murid berbaris dengan tertib. Tidak hanya itu saja, para guru pun ikut berbaris di bagian depan.
Tidak hanya murid berpakaian putih biru saja, ternyata di lapangan juga terdapat murid berpakaian merah putih. Sekolah Shanum adalah sebuah yayasan berlogo Serviam. Yayasan itu menaungi pendidikan dari TK hingga SMA.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
☠ᵏᵋᶜᶟ⏤͟͟͞R❦🍾⃝ͩɢᷞᴇͧᴇᷡ ࿐ᷧ
suaraaa sha udahhh ada, ga ada penjelasannyq kenapa suara sha kemarin ilanggg. sedangkab sudah dibawa kedokter pun katanya ga bisa sembuh atau apa ya lupa🤔🤔
2022-09-26
2
☠ᵏᵋᶜᶟ⏤͟͟͞R❦🍾⃝ͩɢᷞᴇͧᴇᷡ ࿐ᷧ
Bumiiii lu lagi pms yeee? ngomelll² muluuuu dahhh
2022-09-26
3
☠ᵏᵋᶜᶟ⏤͟͟͞R❦🍾⃝ͩɢᷞᴇͧᴇᷡ ࿐ᷧ
ayankkk ku nyangkut dimarihhh wkwk
2022-09-26
2