Mereka semua bersahut-sahutan memojokkan Shanum. Shanum hanya menunduk sedih. Dia tidak menyangka jika teman-teman yang dia sangka baik ternyata malah memojokkan dirinya.
Shanum mulai meneteskan air matanya. Tuduhan mereka sangat kejam. Tanpa meminta apalagi mencuri, pak Sena dan bu Lelly memberinya uang jajan yang berlebih.
Uang pemberian orang tua angkatnya tidak pernah habis dijajankan oleh Shanum. Baginya uang jajan sehari 20 ribu sangatlah banyak. (Setting awal tahun milenium, ya guys. Bukan tahun sekarang.)
"Shanum, bisa kamu ceritakan kenapa kamu bawa uang banyak?" tanya bu Yuli sembari menunjukkan sejumlah uang pada Shanum.
Uang itu terdiri dari satu lembar uang lima puluh ribuan, lima lembar uang dua puluh ribuan, tujuh lembar uang sepuluh ribuan dan tiga lembar uang lima ribuan. Total uang yang ada di tas Shanum ada dua ratus tiga puluh lima ribu rupiah. Terlalu banyak untuk ukuran anak SMP pada masa itu.
Wajar jika Shanum memiliki uang banyak. Apalagi setiap keluar kota, uang yang diberikan lebih besar daripada biasanya. Shanum yang tidak terbiasa jajan sembarangan pun menabung uang jajan yang diberikan oleh pak Sena.
"Itu uang jajan Shanum yang Shanum kumpulkan selama ini. Shanum berencana mau ke mall sepulang sekolah," jawab Shanum lirih dengan air mata mengalir di pipinya.
Tadi saat berangkat ke sekolah, dia sudah berniat akan mentraktir kedua temannya di mall dekat sekolah. Namun, sepertinya niat itu harus diurungkannya.
"Sepulang sekolah langsung ke mall, apa tidak dicari orang tuamu?"
"Rama dan Ibu keluar kota, Shanum kesepian," sahut Shanum dengan kepala tertunduk.
"Kalau keluar kota berarti bebas kemana saja ya, Num?" tuduh bu Yuli ikut memojokkan Shanum.
"Ti-tidak! Bukan begitu, Bu Yuli. Shanum ke mall cuma beli yang diperlukan saja, setelah itu langsung pulang kok. Beneran," ucap Shanum membela diri.
"Kalian sudah dengar 'kan, Shanum tidak mencuri. Jadi kalian minta maaf sama Shanum!" perintah bu Yuli pada teman-teman sekelas Shanum.
"Tapi dia bohong, Bu! Kemarin saya lihat dia itu tinggal di rumah yang jelek. Lihat saja sepedanya itu, sudah rongsokan masih dipakai!" potong salah seorang teman sekelas Shanum.
"Bohong apa? Aku tidak merasa membohongi kamu," sangkal Shanum.
"Bohong kalau kamu anak pak Arsena, kepala sekolah kita ini!"
Shanum terdiam karena itu memang benar adanya. Dia memang bukan anak kandung pak Arsena dan bu Lellyana. Akan tetapi merekalah yang saat ini mengurus dan membiayai semua kebutuhannya. Walaupun sering ditinggal keluar kota.
"Pak Arsena memang orang tua Shanum, kalian butuh bukti? Tunggu Ibu minta sama Bu Dar, dia pasti menyimpan dokumen itu!" potong bu Yuli ketika dilihatnya Shanum hanya diam menunduk.
Tak lama kemudian bu Darwanti datang membawa beberapa berkas dalam satu map.
"Ini berkas yang Bu Yuli minta. Ada apa sih, Bu? Kok minta berkas atas nama Shanum. Jangan macam-macam ya, Bu! Nggak enak saya sama Pak Sena," ucap bu Dar sembari menyerahkan map pada bu Yuli.
Bu Yuli meletakkan map yang berisi berkas tersebut.
"Jenifer, kamu baca yang keras semua dokumen itu. Kalian semua dengarkan baik-baik!" perintah bu Yuli tanpa bisa diganggu gugat.
"Ba-baik, Bu," jawab murid yang bernama Jenifer.
Jenifer pun mulia membaca setiap dokumen, yang dipakai untuk kelengkapan saat mendaftar sekolah. Betapa terkejutnya mereka ketika membaca apa yang tertulis di sana. Disebutkan bahwa Shanum adalah anak bungsu dari pasangan Yohanes Arsena dan Veronica Lellyana.
Semua teman yang memfitnah Shanum pun tertunduk malu. Kecuali Jenifer, dia menyangkal jika Shanum anak pak Sena.
"Bu, ini tidak benar! Saya melihat sendiri dia tidak pulang ke rumah pak Arsena. Dia pulang ke rumah lain. Rumah itu hanya rumah model lama, ya walaupun bersih dan asri. Tapi tidak ada mobil pak Sena di rumah itu," sangkal Tasya teman Jenifer yang bertugas mengikuti Shanum.
Bu Yuli diam sejenak untuk berpikir, agar muridnya tidak asal bicara. Tak lama kemudian membalas ucapan murid tersebut.
"Mobil Pak Sena jelas tidak tampak parkir di halaman, beliau saat ini sedang keluar kota. Rumah Pak Arsena memang bangunan lama."
Bu Yuli menjelaskan seadanya demi menjaga nama baik kepala sekolah SMP tersebut.
🌼
Berita perundungan terhadap Shanum pun terdengar juga oleh telinga Bumi. Walaupun mendengar berita itu, Bumi tetap tenang. Tidak sedikitpun menunjukkan reaksi apapun.
"Lo kenapa diam aja? Lakuin sesuatu kek," kompor Bayu teman Bumi.
"Guru sudah bertindak, ngapain gue ikut campur? Kurang kerjaan!" sahut Bumi dengan tenang.
"Gue tahu, Lo ada rasa ma tuh anak. Kalau Lo tetap dingin begitu yang ada keduluan Abang Lo yang cassanova itu. Lo mau?"
"Kita sudah kelas sembilan, belajar jangan mikir cewek mulu!" sahut Bumi mengingatkan.
Ya, saat ini Bumi dan Bayu duduk di kelas sembilan, sedangkan Satria duduk di kelas sepuluh. Selisih umur antara Bumi dan Satria hanya satu tahun, sehingga wajah mereka tampak seperti kembar.
"Bum, lihat tuh! Si Shanum pulang sendirian naik sepeda. Ikutin yuk!" Bayu kembali mengompori Bumi.
"Eh, ogeb! Kita ada tambahan pelajaran lima belas menit lagi. Mending kita belajar, dari pada lakuin kegiatan nggak jelas," sahut Bumi sembari memukul kepala Bayu dengan buku LKS yang tadi dibacanya.
Shanum tidak jadi ke mall, dia pulang ke rumah pak Yanto untuk mengembalikan sepeda. Setelah itu dia pulang ke rumah pak Arsena.
Shanum tidak pernah menceritakan apapun yang terjadi pada siapapun. Dia telan semua kisah pahitnya sendiri. Tidak mengeluh sama sekali. Pak Yanto selalu mengajarkan padanya, jalani hidup dengan ikhlas apa yang sudah digariskan. Karena apa yang bukan ketentuan garis kita, tidak akan pernah terjadi pada kita. Jika itu memang garis ketentuan hidup kita, kita menghindar sekuat apapun tetap saja akan terjadi pada kita.
Oleh karena itu, Shanum menjalani semuanya dengan ikhlas tanpa mengeluh ataupun menceritakan pada orang lain. Jangan pernah percaya pada makhluk Tuhan, cukup percaya pada Tuhan. Adukan setiap masalah kita pada Tuhan.
Sejak kecil Shanum lebih sering bersama sang ayah. Di setiap kegiatan bersama, ayahnya selalu menyelipkan wejangan kehidupan. Dia ingin anak-anaknya menjadi pribadi yang kuat. Baginya perempuan bertingkah seperti laki-laki itu tidak apa, asal jangan laki-laki bertingkah layaknya perempuan.
"Mbok, kapan Rama dan Ibu pulang, ya?" tanya Shanum pada sang asisten rumah tangganya.
"Mana Simbok tahu, Den. Ndara Kakung sama Ndara Putri nggak ada bilang apa-apa," jawab mbok Yem dengan logat Jawa yang kental.
"Den Rara kenapa? Sudah kangen sama mereka?"
"Iya, Mbok. Kok lama banget mereka perginya, sudah mau sebulan mereka pergi."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Kⁱᵃⁿᵈ⏤͟͟͞Rą 🈂️irka
jgn melihat sesuatu dari covernya...yg kita sangka baik belum tentu baik, dan yg kita sangka buruk blum tentu buruk..
Sabar yaa Shanum
2022-09-28
2
⏤͟͟͞R🍾⃝ᴍɛͩʟᷞiͧsᷠᷠaͣ W⃠
waaaah lama juga ya mereka perginya...jelaslah Shanum kesepian, mana kedua abangnya jg gak ada dirumah lagi👉👈
2022-09-19
0
⏤͟͟͞R🍾⃝ᴍɛͩʟᷞiͧsᷠᷠaͣ W⃠
yaaaaas....you're right Shanum
2022-09-19
0