Bab 16

Shanum saat ini duduk di kelas delapan, kelasnya pun sudah diacak. Dia tidak lagi sekelas dengan Sarah dan Dewi, walaupun begitu mereka tetap bersahabat dan pulang sekolah bersama. Pak Arsena sudah mengundurkan diri menjadi kepala sekolah di SMP tersebut. Beliau ingin fokus pada usaha meubelnya yang telah berkembang dengan pesat.

Teman sekelas Shanum saat ini ada yang juga berasal dari kelas Shanum sebelumnya. Mereka adalah Ipung, Wiya dan Agustina. Awalnya mereka kurang akrab dengan Shanum, namun kini mereka pun menjadi akrab.

Shanum yang kebetulan duduk di pinggir lapangan basket di dekati oleh Ipung.

"Num, Gue suka sama gaya Lo! Pertahankan ya," ucap Ipung saat mereka sedang mengikuti pelajaran olahraga.

"Gaya Gue yang mana, Pung?" tanya cowok yang wajahnya tampak seperti anak SD itu.

"Gaya Lo cuek dan acuh sama sekitar Lo. Lo mau digosipin kek mana pun tetap diam. Lo yang selalu dingin dengan semua yang tidak terlalu dekat ma Lo. Lo yang irit bicara jika nggak ditegur duluan. Masih banyak lagi yang Gue suka sama gaya Lo, bukan berarti Gue naksir Lo. Semua itu karena Gue suka lihat cewek yang kek gitu," jelas Ipung sambil mendrible bola basket.

Setelah beberapa menit berlalu, Shanum dan teman-teman siswa perempuan masih betah duduk menonton para siswa laki-laki bermain basket.

"Pung! Nih, minum dulu! Capek tahu, bawain minum Lo dari tadi," teriak Wiya pada Ipung sembari mengulurkan es jeruk yang dibungkus plastik.

Wiya dan Ipung sebenarnya kakak beradik, mereka berdua hanya selisih satu jam. Akan tetapi wajah mereka tidak mirip karena kembar tidak identik. Namun, jika diperhatikan dengan teliti wajah mereka ada kesamaan bentuk, keduanya sama-sama berwajah bulat. Selain itu mata mereka juga sama.

Selama pelajaran olahraga, Shanum hanya menjadi penonton. Dia sama sekali tidak diijinkan mengikuti olahraga oleh gurunya. Hal ini dikarenakan Shanum sering pingsan bila terkena panas matahari saat upacara bendera.

Selain sering pingsan saat upacara bendera, Shanum juga sering tertidur di kelas. Obat yang dikonsumsi oleh Shanum menyebabkan dirinya mudah mengantuk. Saat berobat dia pun protes pada dokter yang menanganinya.

"Dok, kenapa Shanum sering mengantuk setelah minum obat yang dokter resepkan? Jadi terganggu sekolah Shanum," keluh Shanum saat jadwal kontrol berobat.

"Iya, obat ini memang mengandung penenang. Kenapa dikasih obat ini? Tujuannya agar pasien penderita intracranial hematoma harus banyak istirahat. Agar jangan terlalu banyak berpikir dan beraktivitas berlebihan." jelas dokter syaraf yang menangani Shanum.

Sering tidur membuat berat badan Shanum naik dengan cepat. Pipinya yang awalnya tirus menjadi chubby, walaupun begitu semua bajunya masih bisa dipakai. Badan Shanum yang sekarang lebih berisi dibandingkan dengan sebelumnya.

Seminggu lagi pernikahan Anton dengan Santi, tunangannya, akan dilaksanakan. Pengucapan janji suci dan pemberkatan dilakukan di gereja, sedangkan acara resepsi dilaksanakan di Surabaya.

Shanum pun diajak ikut serta, namun dia menolak karena takut merepotkan di rumah besan. Shanum yang mudah tertidur dimana saja, membuat dia takut bepergian jauh.

Saat acara ngunduh mantu di rumah pak Arsena, Shanum hanya muncul saat penyambutan tamu dari keluarga besan. Setelah itu dia tertidur hingga acara selesai, masih mengenakan kebayanya.

Pak Arsena dan bu Lelly memaklumi keadaan Shanum yang demikian. Selalu saja tertidur setelah mengkonsumsi obat pereda sakit. Berbeda dengan eyang Cokro, ibu dari bu Lelly. Dia tidak suka melihat Shanum yang bertingkah seenak sendiri di mata penglihatannya.

"Bocah wadon kok kaya ngunu! Rupane ayu, polahe kaya wandu," omel eyang Cokro.

(Anak perempuan kok seperti itu! Wajahnya cantik, tingkahnya seperti laki-laki.)

"Biarkan saja, Bu. Anaknya juga nggak kakehan polah kok. Nanti diajari pelan-pelan, dia sudah terbiasa bertingkah seperti laki-laki. Walaupun begitu, dia masih lemah lembut jika berbicara. Unggah ungguh masih tertanam di kepribadian Shanum," sahut bu Lelly membela Shanum.

(Kakehan polah \= banyak tingkah)

Sejak saat itu eyang Cokro tidak pernah membahas tentang kelakuan Shanum yang tomboi.

🌼

Hari ini diadakan kuis mata pelajaran fisika, soal yang diberikan hanya dua pertanyaan tapi memerlukan jawaban yang harus lengkap. Sebelum kuis, guru itu menjelaskan sekilas materi kuis. Sehingga waktu yang digunakan untuk kuis semakin singkat.

Bel tanda istirahat berbunyi, mau tidak mau semua siswa harus mengumpulkan lembar jawaban.

"Num, tadi kamu bisa tidak?" tanya Ipung sambil mendekati meja Shanum dan Wiya.

"Wi, jajan!" Ipung beralih berbicara dengan Wiya sebelum mendapat jawaban dari Shanum.

Wiya mengeluarkan beberapa bungkus permen dari tasnya, kemudian meletakkan di meja.

"Gimana, Num? Bisa?" desak Ipung sembari mencomot satu bungkus permen dan membukanya.

"Lumayan sih," jawab Shanum ragu-ragu.

"Lumayan bisa apa lumayan gak bisa?" tanya Wiya menahan tawa.

"Hahaha..." Mereka bertiga tertawa bersamaan.

Wiya dan Ipung menjadi sahabat Shanum saat di kelas. Mereka berdua tidak pernah mau tahu urusan orang lain. Sehingga mereka bertiga sangat cocok. Namun Ipung lebih sering bergabung dengan teman cowok di kelas itu dibanding dengan Shanum dan Wiya.

Setelah lima belas menit berlalu, bel tanda masuk pun berbunyi. Mata pelajaran kali ini masih fisika.

"Kalian tadi sewaktu dijelaskan materi tidur apa cerita?" ucap guru fisika tanpa menunggu semua murid duduk rapi.

Tampak kekesalan di wajah guru bernama Ignatius Haryanto itu. Dia membawa lembar jawaban yang tadi dikumpulkan. Kemudian membaca nama satu persatu sambil membacakan nilainya. Mayoritas siswa mendapat nilai satu. Tinggal empat orang lagi yang belum mendapat lembar jawaban, salah satunya Shanum.

"Yang belum menerima siapa saja, angkat tangan!"

Shanum yang merasa belum mendapat pun mengangkat tangan. Selain dia, ada teman sekelasnya yang terkenal paling pandai. Ada Ipung juga dan salah satu teman lainnya.

Dua nama kembali dipanggil, yaitu Ipung dan salah satu temannya. Sedangkan Shanum dan murid paling pandai belum juga dipanggil. Nilai Ipung dan temannya lebih baik dibanding yang sebelumnya, yaitu tiga.

"Masak kalian semua kalah sama murid yang tukang tidur! Seharusnya kalian malu sama putri tidur, walaupun dia tidur dia bisa mengerjakan soal dengan baik. Apa kalian melamun saat saya menyampaikan materi, hah?" Guru itu sangat marah sekali, bukan marah sebenarnya hanya saja sangat kecewa.

"Dari sekian banyak siswa di kelas ini yang memiliki nilai tidak merah hanya dua orang. Itupun sangat pas-pasan. Tidak ada satupun di antara kalian yang memberikan nilai memuaskan! Bagaimana saya akan mengisi nilai raport kalian jika nilai kalian tidak pernah lebih dari enam?" ucap guru fisika itu dengan nada kecewa.

Semua murid di kelas itu menunduk takut. Begitu juga dengan Shanum. Rasa kantuk yang tadi menghinggapi tiba-tiba menguap begitu saja karena tegang.

Terpopuler

Comments

yuni kazandozi

yuni kazandozi

eyang cokro itu orang tua,orang zaman dulu,ya beda dengan zaman orang sekarang,masak harus sama dengan zaman kecilnya e yang cakra,ya susah,,tuh pasti shanum dan widya ya yg dpat nilai terbaik

2022-10-07

1

MA⏤͟͟͞RGIE💖💞

MA⏤͟͟͞RGIE💖💞

gue suka gaya loe...
kayak iklan bukan sih..🤭😅😅

2022-10-06

1

Kⁱᵃⁿᵈ⏤͟͟͞Rą 🈂️irka

Kⁱᵃⁿᵈ⏤͟͟͞Rą 🈂️irka

tingkah yg mana sih yg kayak laki 🤔
Shanum kan ga nakal..ga jahil, ga urakan.
malam diam lho...

2022-10-05

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!