Bab 7

Shanum terjatuh ke arah kanan dengan tangan dan lutut terkena aspal. Hanya luka lecet di lutut kaki kanan dan telapak tangan.

Shanum meringis menahan perih sembari mengangkat badannya berusaha untuk berdiri. Lututnya terasa berdenyut saat digerakkan. Setelah bisa berdiri dia melihat ke arah laki-laki menggunakan seragam abu-abu mendekatinya.

"Kamu tidak ada apa-apa 'kan?" tanya laki-laki tersebut.

"Maaf aku nggak sengaja…"

Shanum terkejut melihat laki-laki yang sangat mirip dengan ketua OSIS di sekolahnya. Tapi kenapa laki-laki ini memakai seragam abu-abu.

"Dik! Adik!" teriak laki-laki yang memakai bet nama D. Satria Wardhana.

Satria menggerakkan tangannya di depan mata Shanum.

"Ehh, nggak apa-apa Kak!" sahut Shanum seraya mendirikan sepedanya.

"Aku antar pulang ya?" tawar Satria.

"Ng-nggak usah Kak, aku masih bisa sendiri," jawab Shanum merasa tidak enak mendapat tawaran itu, padahal tidak ada luka yang parah.

"Aku ikutin kamu dari belakang. Sepedanya gak rusak 'kan?" ucap Satria memaksa.

Shanum pun mengecek sepedanya, ternyata tidak ada kerusakan yang berarti. Sepeda itu masih bisa berjalan seperti biasanya, hanya stangnya saja yang sedikit baling.

Shanum pun membetulkan stang sepeda itu sebentar. Kemudian hendak menaikinya, tapi dihalangi Satria.

"Tunggu, Dik! Aku belum tahu namamu. Boleh tahu siapa nama kamu?" ujar Satria sambil memegang bagian belakang sepeda.

"Shanum, Kak," jawab gadis berambut sebahu itu.

"Aku Satria! Sepertinya kita sekolah di yayasan yang sama," kata Satria sembari menunjuk bet di kantong baju seragam Shanum.

Shanum pun melihat ke arah dada bidang Satria. Kantong baju seragam mereka ternyata sama, memakai logo Serviam.

Satria memiliki postur tubuh yang sama dengan adiknya, Bumi. Bumi dan Satria sama-sama sekolah di yayasan Serviam mulai TK hingga SMA. Jadi dia mengenal siapa kepala sekolah SMP di sana.

"Aku akan mengikuti kamu dari belakang. Tak ada penolakan!"

Shanum hanya diam seraya mulai mengayuh sepedanya perlahan. Lututnya yang lecet semakin pedih saat dipakai mengayuh sepeda, ditambah lagi rok selutut yang dipakainya selalu menggesek luka di lutut itu.

Satria tetap mengikuti Shanum walau tanpa persetujuan dari Shanum. Dia mengendarai motornya pelan-pelan. Dia ingin memastikan gadis remaja yang ditabraknya itu selamat sampai tujuan.

Satria seperti mengenal daerah yang dilewatinya. Daerah pinggiran kota tetapi sepanjang perjalanan melewati jalur lintas antar propinsi, jalan raya Jogja-Solo.

Tak berapa lama kemudian, Shanum mengarah ke perumahan. Melewati sebuah gereja, selang beberapa blok kemudian mereka berhenti di sebuah rumah joglo yang luas. Rumah itu berdiri di tengah-tengah, halamannya pun sangat luas.

"Kakak, bisa pulang sekarang. Aku sudah sampai. Tidak usah khawatir!" usir Shanum secara halus, dia tidak berani membawa teman pulang ke rumah besar itu.

"Kamu masuk dulu! Aku akan percaya kalau kamu sudah masuk ke rumah," sahut Satria sambil tersenyum.

Shanum pun menuntun sepedanya karena lututnya sakit jika dipakai mengayuh sepeda. Tak lama kemudian muncul mbok Yem dari dalam rumah.

"Den, kok nggak dinaiki sepedanya?" tegur mbok Yem heran.

"Hmm, tadi Shanum jatuh di jalan. Tapi nggak apa-apa kok," sahut Shanum menggigit bibir bawahnya.

Mbok Yem pun mendekat dan memeriksa tubuh nona ciliknya itu.

"Owalah Den, kok sampai seperti ini. Sini Mbok Yem obati," kata mbok Yem seraya menggandeng tangan sang nona.

"Ko! Ekoo! Nang ndi tha bocah iki mau?" panggil mbok Yem sambil celingukan mencari keberadaan si Eko.

(Dimana sih anak ini tadi)

"Dalem, Mbok. Ada apa, kok manggil aku?" jawab Eko dengan bahasa Jawa medok.

"Itu, sepeda Den Rara dicek dulu! Ada yang rusak nggak? Takutnya nanti Ndoro Kakung sama Ndoro Putri, kondur marah melihat anak dan sepedanya rusak," perintah mbok Yem.

(Ndoro \= tuan, kondur \= pulang)

Eko pun mengecek sepeda sang nona, kemudian memutuskan membawa ke bengkel setelah tahu kerusakan yang terjadi pada sepeda itu.

Sementara itu, Satria masih memperhatikan Shanum yang duduk di teras. Shanum diobati oleh sang asisten rumah tangganya.

"Ternyata dia anak Pak Arsena!" gumam Satria seraya berbalik arah kembali ke sekolahan untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler.

"Pantes dia pintar kata Bumi, ternyata bibitnya bibit unggul! Pak Arsena izin mendekati anaknya, ya?" gumam Satria dengan senyum mengembang sepanjang perjalanan menuju ke sekolah.

Beberapa jam kemudian...

Kaki Shanum masih sakit dan ditutup dengan kain kasa oleh mbok Yem. Shanum dilarang membasahi luka di lututnya.

Malam harinya, Shanum demam tinggi. Mbok Yem yang menemani Shanum tidur pun ketakutan. Tidak biasanya dia sakit , selama ini Shanum yang tampak semangat dan ceria.

Mbok Yem pun mencari Eko di rumah belakang. Tampak Eko sedang bermain catur bersama para karyawan meubel. Bagian belakang rumah pak Arsena ditempati oleh beberapa karyawan meubel yang bekerja di pabrik pak Arsena.

Pak Arsena memiliki usaha membuat meubel kayu jati. Usaha pak Arsena sudah terkenal di daerah Jogja-Solo dan sekitarnya. Itulah kenapa pak Arsena sering keluar kota. Beliau sering mengadakan sidak di beberapa cabang usahanya.

*

*

Keesokan harinya, kaki Shanum sakit dan susah digerakkan. Dia pun meringis menahan sakit.

"Den Rara, hari ini akan masuk sekolah?" tanya mbok Yem khawatir.

"Sekolah 'lah, Mbok. Nggak sekolah mau ngapain di rumah aja? Suntuk!" ucap Shanum kesal.

Untuk berjalan aja susah apalagi berlari, Shanum takut nanti saat rama dan ibunya pulang kakinya belum juga sembuh.

"Nanti biar diantar Eko, sekolahnya. Biar santai."

Saat Shanum sudah selesai menikmati sarapannya, dia pun keluar sambil menenteng sepatu dan tas.

Betapa terkejutnya dia ternyata tidak jauh dari pintu gerbang tampak laki-laki yang kemarin menabraknya.

Shanum pun berjalan mendekati laki-laki tersebut dengan sedikit pincang.

"Kakak ngapain sampai di sini pagi-pagi? Memang tidak sekolah?" tanya Shanum heran.

"Mau jemput Shanum terus diajak sekolah bareng! 'Kan kaki Shanum sakit karena aku tabrak kemarin," jawab Satria dengan rasa percaya diri

"Maaf ya, Kak. Aku sudah ada yang antar jemput. Jadi kakak tidak usah repot-repot datang ke sini," tolak Shanum dengan halus.

"Kamu tinggal bilang saja sama sopir kamu, kalau kamu nebeng sama aku!" jawab Satria dengan entengnya.

Satria celingukan mencari apakah pak Arsena ada di rumah atau tidak.

Satria terus merayu Shanum agar mau ikut dengannya. Akhirnya Shanum yang malas berdebat pun menyetujui dan naik ke motor Satria, setelah berpamitan pada asisten rumah tangganya.

"Kamu anak Pak Arsena, ya?" tanya Satria penasaran.

"Kok Kakak tahu?"

"Tahu dong, 'kan aku dulu pernah ke sini. Mengambil barang untuk praktek yang ketinggalan." cerita Satria.

"Pak Arsena kemana kok tidak masuk sekolah?" tanya Satria sambil menoleh karena suaranya terbawa angin saat berkendara di jalan raya.

Terpopuler

Comments

MA⏤͟͟͞RGIE💖💞

MA⏤͟͟͞RGIE💖💞

baling apa bengkok 🤔

2022-10-05

1

Kᵝ⃟ᴸ🤡

Kᵝ⃟ᴸ🤡

wah ada yg pedekate

2022-09-18

2

CebReT SeMeDi

CebReT SeMeDi

kakak adik saingan kayaknya
bumi Ama Satria wadaww jgn smpe berantem rebutan shanum

2022-09-15

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!