"Mama, hiks ... hiks...!" ujar Syifa seraya memeluk mamanya.
"Ada apa, Syifa? ada yang nakal sama kamu? ha?" tanya Rosalina dengan cemas.
"Hmm ...!" gumam Syifa sembari mengangguk lesu.
"Siapa orangnya, ha? ayo bilang sama, Mama!"
Syifa menggelengkan kepalanya.
"Kamu dihina? apa yang mereka lakukan, Syifa? katakan sama, Mama!" ujar Rosalina dengan sangat panik. Rosa khawatir jika ada yang mengatai Syifa macam-macam lagi.
"Bukan itu, Ma. Tadi ada laki-laki yang maksa-maksa mau cium Syifa. Syifa takut!" ujar Syifa dengan sedikit ragu, sebab mengingat hal itu membuatnya malu sekaligus kesal.
"Astaghfirullah, Syifa! terus gimana? apa yang dilakukannya sama kamu, Fa?" Rosa seketika panik dan mengecek setiap bagian dari tubuh putrinya.
"Syifa ..., Syifa nggak apa-apa kok, Mah. untung Ibunya dan satpam langsung datang dan menolong Syifa," tutur Syifa dengan hati-hati agar tidak membuat mamanya semakin khawatir.
Syifa tau mamanya memang selalu panik jika menyangkut tentang dirinya. Entah apa penyebabnya, mamanya selalu berusaha dengan keras menjaganya.
"Alhamdulillah, Mama benar-benar takut jika sampai terjadi sesuatu sama kamu, Fa," Rosa segera memeluk putrinya dengan erat. "Lain kali jangan mampir-mampir, pulang sekolah langsung ke sini, Fa!"
"Iya, Ma."
"Syifa, ingat ya pesan Mama, jaga jarak dengan laki-laki!" ujar Rosa dengan tegas.
"Iya, Ma," jawab Syifa patuh.
"Ayo kita pulang sekarang, Fa! kuenya sudah habis semua, kasih tahu Nenek gih!"
"Iya, Ma."
Setelah berpamitan pada nenek, Syifa dan mamanya pulang ke rumah. Rosa pulang dengan menaiki becak, sedangkan Syifa mengendarai sepedanya mendahului becak yang ditumpangi mamanya.
"Syifa!"
Saat melewati kampung Arab tiba-tiba ada yang memanggil Syifa. Syifa berhenti lalu menoleh ke belakang. Terlihat Nafisa tengah berdiri di pinggir jalan di depan rumahnya.
"Syifa, tunggu!" ujarnya kemudian berlari sedikit mendekat.
"Syifa boleh bicara sebentar?" tanya Nafisa.
Syifa diam seraya melirik ke arah mamanya seolah bertanya.
"Kalau Syifa mau main ke rumah Nafisa, Mama akan pulang duluan," ujar Rosa agar Syifa yang membuat pilihan. Dia mengerti terkadang anak kecil mudah bertengkar, namun akan berbaikan dengan sendirinya.
"Syifa, ke rumah Nafisa sebentar ya, Ma?" ujar Syifa pada akhirnya.
"Baiklah, Mama pulang duluan. Nanti pulangnya jangan terlalu sore, ya!"
"Iya, Ma."
Rosa lalu meminta tukang becak untuk kembali mengayuh becaknya, melanjutkan perjalanannya menuju ke rumah nenek Fatimah yang berada di paling ujung.
"Syifa, ayo ke rumahku dulu!" ujar Nafisa.
Syifa lalu menuntun sepedanya mengikuti Nafisa.
Sesampainya di teras rumah, Nafisa mengajak Syifa duduk di teras rumahnya.
"Syifa, seminggu ini kenapa nggak lewat depan rumahku?" tanya Nafisa.
"Emm, kadang aku lewat jalan raya. Cari suasana baru," ujar Syifa beralasan.
"Syifa, aku minta maaf atas perkataan teman-temanku yang tempo hari itu, ya? waktu itu aku mau ngejar kamu tapi kamu udah keburu pergi," tutur Nafisa seraya menggenggam tangan Syifa.
Sejenak Syifa terdiam mengingat bagaimana perkataan teman-teman Nafisa yang menyakitkan hatinya. Namun, akhirnya dia berpikir bahwa Nafisa dan keluarganya cukup dikenal baik oleh keluarganya, Syifa pun akhirnya menganggukkan kepala menerima permintaan maaf Nafisa.
"Aku tahu itu bukan salah kamu Fisa, aku juga tidak membencimu setelahnya. Hanya saja aku tidak ingin kamu ikut mendapat masalah oleh teman-temanmu karena kamu berteman dengan aku," jawab Syifa.
"Jangan pedulikan mereka, ummiku bilang mereka hanya segelintir orang yang tidak tahu tapi sok tahu, aku masih punya banyak teman yang lainnya, Aku juga suka berteman sama kamu, karena kamu teman yang baik. Oh ya, kata ummi besok kamu harus datang ke TPA, Oke?" ujar Nafisa.
Syifa mengangguk senang. Ada perasaan lega di hatinya, seperti terlepas dari belenggu yang sempat menjeratnya.
Cklek!
Tiba-tiba terdengar pintu ruang utama terbuka. Nampak seorang anak laki-laki ke luar dari dalam rumah Nafisa.
Dia terdiam saat bersitatap dengan Syifa. Syifa pun sejenak terdiam saat melihatnya
Nafisa melihat ke arah keduanya, lalu berdehem, "Ekhm ...ekhm!"
"A-aku ke masjid dulu. Assalamu'alaikum!" ujar anak laki-laki itu dan dengan cepat menundukkan pandangannya.
"Wa'alaikumussalam," jawab Syifa dan Nafisa berbarengan.
"Siapa?" tanya Syifa sedikit berbisik ke arah Nafisa.
"Abangku, dapat jatah libur dari pondok," ujar Nafisa menjelaskan.
Syifa menganggukkan kepalanya perlahan. Rupanya anak laki-laki yang tempo hari sempat berpapasan dengannya di gang antara dua tembok besar itu adalah abangnya Nafisa.
Setelah beberapa saat mengobrol terdengar suara adzan Azhar
"Sya, udah adzan ... aku musti ke toko nih bantuin ummi beberes. Kapan-kapan kita lanjut lagi, ya?" ujar Nafisha.
Syifa pun mengerti, Nafisa harus membantu umminya beres-beres sebelum menutup toko. Orang tua Nafisa berjualan kurma dan oleh-oleh haji. Tokonya yang dekat dengan jalan raya dan dekat masjid jami yang tersohor di kota itu, tentunya cukup ramai dikunjungi pembeli. Kawasan itu pun cukup terkenal, karena sebagian besar penjualnya adalah orang-orang keturunan Arab.
Mulai dari kurma, sate buntel, nasi kebuli khas timur tengah, serba-serbi perlengkapan haji, hingga oleh-oleh haji, sembako, rempah-rempah, perlengkapan salat, dan masih banyak yang lainnya yang menjadi daya tarik tersendiri bagi pembeli. Dan dikawasan itu akan ditemui pemandangan yang lain dari tempat lain yaitu laki-laki yang mengenakan gamis putih lengkap dengan peci yang nampak berlalu lalang di sekitaran kawasan masjid dan perempuan dengan gamis hitam pasmina hitam yang tengah menaiki becak.
Nafisa buru-buru mengunci pintu, kemudian mereka bersepeda bersama hingga di ujung gang. Setelahnya mereka berpisah karena Nafisa harus pergi menuju jalan raya, sedangkan Syifa pergi menuju gang di antara dua tembok besar untuk menuju ke rumahnya.
Di sepanjang jalan Syifa mengagumi suara sang muadzin yang terdengar. Suaranya merdu dan indah. Syifa merasa kali ini sangat berbeda dari biasanya yang dia dengar.
Sungguh meneduhkan dan mengena ke dalam relung jiwa, gumam Syifa di dalam hati seraya tersenyum sembari membaca doa.
................
Malam mulai larut, namun Rosalina masih saja terjaga untuk mencatat kebutuhan hariannya. Mulai dari kebutuhan dapur untuk makan sehari-hari, pengeluaran untuk membuat kue, laba dari penjualan harian dan yang juga penting adalah uang untuk membayar sekolah Syifa.
"Ros, kamu nggak capek setiap malam menghitung pengeluaran hingga sedetail itu?" tanya nenek.
"Harus, Bu. Kalau tidak nanti uangnya kepakai buat yang lainnya, Bu," jawab Rosa.
"Baiklah Ros, kamu masih muda, menikahlah! kamu dan Syifa membutuhkan seorang laki-laki yang bisa menjaga kalian. Terlebih ketika aku sudah tiada lagi nantinya. Aku akan senang jika kalian ada yang menjaga," ujar nenek Fatimah menjeda perkataannya. "Lupakan masa lalumu itu dan jadikan pelajaran saja. Mulailah lembaran baru yang menyenangkan. Tidak semua laki-laki mengecewakan, Ros."
Rosalina terdiam, dia melamun memikirkan perkataan nenek Fatimah seraya mengusap kepala putrinya yang tengah tidur. Tanpa mereka ketahui saat itu sebenarnya Syifa terbangun dari tidurnya dan mendengar semua perkataan nenek Fatimah.
Namun, Syifa pura-pura tetap memejamkan mata agar tidak diketahui. Mendengar perkataan neneknya itu Syifa semakin penasaran seperti apa kehidupan mamanya dahulu. Namun, sayangnya Syifa tidak bisa bertanya kepada siapa pun yang dapat dia gali dari kisah masa lalu mamanya.
..._________Ney-nna_________...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
🍁𝐀𝐑𝐀❣️💋🅚🅙🅢👻ᴸᴷ
semoga kelak kamu jadi wanita yang Sholihah Syifa yang bisa membanggakan ibumu
2022-11-14
1
Embun Kesiangan
semangat syifa, semangat thor😍😗
2022-10-14
2
anggita
pintu dibuka... Ceklek., begitulah bunyinya. 😉
2022-10-12
3