Sepulang sekolah Asyifa menyusul mama dan neneknya ke ruko. Dia menaruh sepedanya di samping tempat parkir motor. Saat melewati beberapa ruko dia melihat anak yang berbicara blak-blakan yang tempo hari bertemu di dekat rumah Nafisa.
Sebenarnya wajah anak itu tidak asing bagi Syifa, karena sering berpapasan di gang menuju kampung yang di tempati abdi dalem keraton. Namun, dia belum mengetahui namanya karena tidak pernah bertegur sapa sebelumnya.
Syifa bersembunyi di balik tembok ruko yang agak jauh dari keberadaan anak itu. Terlihat seorang laki-laki dewasa mendorong anak itu bahkan hendak memukulnya.
Namun, laki-laki itu menghentikan tindakannya saat menyadari jika dia tengah berada di tempat umum dan banyak pasang mata yang tengah melihat ke arahnya.
Syifa seketika menutup mulutnya dan hampir saja ingin memekik, ketika laki-laki itu menendang anak itu hingga tersungkur.
Ya Allah siapa laki-laki itu? mengapa beliau begitu kasar memperlakukan anak itu? gumam Syifa di dalam hati.
“Sana pergi! anak nakal bisanya hanya minta uang saja kamu!” ujarnya sembari berkacak pinggang dengan wajah sangarnya.
Anak itu dengan susah payah beranjak berdiri sembari memegangi pinggangnya yang terkena tendangan. Matanya memerah, namun hebatnya ia tidak menangis. Dengan perlahan dia beranjak pergi menuju ke luar gedung.
Syifa mengurungkan niatnya untuk mengunjungi ruko nenek Fatimah. Dia memutuskan untuk mengikuti anak itu karena merasa iba dan penasaran dengan keadaan anak itu. Syifa tergugah untuk menghiburnya.
Saat anak itu duduk sendirian di teras pintu belakang gedung, kemudian Syifa mendatanginya dan ikut duduk di sampingnya.
“Nih, minum!” ujar Syifa sembari menyodorkan segelas cup jus jambu ke hadapan anak itu.
Anak itu menoleh dan memandang tajam ke arah Syifa.
“Ini juga, ayo ambillah! Kamu pasti haus kan? Setidaknya dengan minuman yang menyegarkan dan permen coklat ini akan memperbaiki moodmu yang tidak baik,” ujar Syifa sembari menaruh permen coklat miliknya di telapak tangan anak itu.
Tanpa banyak bicara anak itu segera meminum jusnya hingga habis tak bersisa, kemudian mengembalikan cup kosongnya ke tangan Syifa.
Syifa seketika membulatkan mata dengan tindakan anak itu. “Wah-wah, kamu sama sekali nggak menyisakan sedikit pun untukku malah mengembalikan sampahnya kepadaku,” ujarnya.
Syifa kemudian beranjak berdiri menuju tempat sampah yang tidak jauh dari tempat mereka duduk, untuk membuang sampahnya. Setelahnya dia kembali duduk di tempatnya tadi.
“Kamu bahkan tidak mengucapkan terima kasih!” ujar Syifa kepada anak itu.
“Kamu nggak tulus ngasihnya? salahmu sendiri, aku kan tidak memintanya kenapa juga tadi kamu memberikan jus mu kepadaku!” jawabnya acuh.
Syifa menggelengkan kepala penuh keheranan, dia tidak habis pikir kenapa anak ini begitu menyebalkan. Selalu berkata sesukanya tanpa memikirkan perasaan orang lain, dan bersikap acuh tak acuh kepadanya meski telah diperlakukan dengan baik.
“Ck … apa kamu selalu menyebalkan seperti itu!?” ujar Syifa yang menjadi gemas untuk mengatakan yang sesungguhnya, pendapatnya tentang gadis itu.
“Bagus, katakan saja pendapatmu dengan jujur tentang aku, tidak perlu sok baik di depan dan mengumpat di dalam hati. Aku sudah cukup kebal dengan umpatan dan caci maki yang jauh lebih menyakitkan dari pada hal ini!” ujarnya sembari menyandarkan bahunya ke tembok.
“Namaku Asyifa, panggil saja Syifa. Siapa namamu?” tanya Syifa , kemudian membaca nama dada yang ada pada seragam sekolah anak itu. “An-ti-ka,” ejanya.
“Nama itu terlalu bagus untukmu, kamu lebih pantas dipanggil si cengeng!” ujarnya sesukanya.
“Nama itu adalah doa, nenekku susah payah memikirkan nama itu ketika aku lahir, enak saja kamu menggantinya sesuka hatimu!” sanggah Syifa yang tidak sependapat.
“Iya, bawel!”
“Syifa!”
“Bawel!” ujarnya tepat di depan muka Syifa.
“Syi-fa!” ujar Syifa di telinga Antika dengan gemas.
Begitulah awal mula dua anak itu mulai berteman. Keduanya sama-sama memiliki nasib yang sama, yaitu dijauhi oleh anak-anak yang seumuran dengan mereka di lingkungan masing-masing.
Syifa sadar diri jika dirinya dijauhi karena dia tinggal di kampung Arab meskipun bukan keturunan Arab. Terlebih karena Syifa mempunyai latar belakang keluarga yang tidak jelas. Sedangkan Antika dijauhi karena perkataannya yang blak-blakkan.
Mungkin itulah anak-anak pribumi enggan bermain dengannya. Meskipun menurut Syifa, sesungguhnya apa yang dikatakan Antika itu adalah sebuah kejujuran dan keberanian untuk mengemukakan pendapatnya.
Setelah banyak mengobrol, Antika mulai sedikit terbuka dan menjawab dengan benar ketika Syifa bertanya. Rupanya laki-laki yang tadi memarahi Antika itu adalah ayahnya. Antika mengatakan hal itu sudah biasa dilakukan oleh ayahnya. Jadi tidak perlu dikhawatirkan.
Namun, tetap saja bagi Syifa perlakuan ayah Antika itu cukup menyeramkan. Bagaimana seorang ayah bisa sekasar itu terhadap anaknya. Beruntungnya meskipun dia tidak memiliki papa, namun mama dan nenek Fatimah selalu menyayanginya.
"Tik, aku ke toilet dulu ya?" ujar Syifa.
"Iya!"
Syifa segera menuju toilet dan menuntaskan kebutuhannya. Saat hendak kembali, tiba-tiba ada yang menyentuh pantatnya.
Syifa seketika berbalik menoleh ke belakang mencari pelakunya. Terlihat ada salah seorang laki-laki dewasa mengedipkan mata sembari tersenyum mengejek ke arahnya. Syifa yang merasa kesal seketika berjalan cepat untuk menjauh dari laki-laki itu, namun saat dia menoleh lagi ke arah laki-laki tadi, rupanya dia masih terus mengikutinya dari belakang. Syifa menjadi sangat ketakutan karena terus dibuntuti. Dia berlari dengan tunggang langgang menuju ke tempatnya semula.
Sesampainya di luar ternyata Antika sudah tidak ada. Syifa menjadi bingung karena laki-laki itu terus mendekat ke arah Syifa seraya tersenyum. Syifa semakin tersudut dengan jarak mereka yang semakin dekat.
Bugh!
Syifa yang gugup tersandung hingga tersungkur ke lantai.
Hal itu semakin menguntungkan bagi laki-laki yang sejak tadi mengejar Syifa. Laki-laki itu memegang tangan Syifa dan semakin mendekat.
"Tolong! tolong!" seru Syifa berteriak meminta bantuan.
Syifa berusaha menghalau agar laki-laki itu tidak menciumnya. Syifa menangis sejadi-jadinya dan sangat ketakutan. Dia tidak menyangka jika di tempat umum ada saja orang senekat itu berbuat yang tidak pantas terhadapnya.
Beruntunglah tak berapa lama seorang ibu-ibu datang menarik-narik laki-laki itu. Seorang petugas keamanan juga segera datang untuk memegangi tubuh laki-laki itu.
"Anak nakal! jangan lakukan itu! kenapa kamu selalu mempermalukan ibumu!" ujar seorang ibu itu sembari menatap kesal pada laki-laki yang tadi menyerang Syifa.
"Mohon maaf ya, Dek. Anak saya ini menyandang keterbelakangan mental. Tolong dimaklumi!" ujar ibu itu lalu membawa putranya pergi bersama.
Syifa tidak tahu harus berkata apa, dia masih sangat ketakutan dan napasnya tersengal. Baginya ini adalah pengalaman buruk yang sangat meresahkan.
Tiba-tiba saja Antika datang dan merangkulnya. "Ada apa, Fa?" tanyanya.
"Aku takut! aku takut, Tik!"
Antika memeluknya kemudian mengusap punggung Syifa untuk menenangkan. Setelah Syifa tenang, Antika mengantar Syifa menuju nenek dan ibunya.
...________Ney-nna________...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Deni Deni
Betul
2023-01-12
2
🍁𝐀𝐑𝐀❣️💋🅚🅙🅢👻ᴸᴷ
tuh laki laki kenapa menyeramkan gitu
2022-11-14
1
☂⃝⃞⃟ᶜᶠ 𝐑𝐢𝐓𝐚★𝐚𝐅𝐫𝐞𝐋𝐢💕
menghadirkan diri ksk semangat..
2022-10-26
1