Edrea yang sudah terlanjur penasaran lantas dengan bodohnya malah meraih benda itu begitu saja tanpa permisi, ketika belati sudah berada tepat di tangan Edrea, ruangan yang semula gelap mendadak berubah menjadi terang benderang, membuat Edrea lantas terkejut akan pencahayaan yang tiba tiba itu.
"Siapa kau sebenarnya?" ucap sebuah suara yang lantas membuat Edrea mundur beberapa langkah karena terkejut akan suara berat seseorang di belakangnya yang tiba tiba terdengar.
Prang
Belati itu jatuh begitu saja ke lantai tepat ketika Edrea terkejut akan kehadiran seseorang yang ternyata adalah Barra yang tiba tiba saja muncul di sana.
"Ba... Barra... mengapa kau tiba tiba saja muncul di sini?" ucap Edrea dengan terbata karena terkejut dengan kehadiran Barra yang tiba tiba.
Barra yang melihat belati itu jatuh lantas langsung melangkahkan kakinya mendekat ke arah belati tersebut, hanya saja ketika Barra hendak mengambilnya belati tersebut mendadak menjadi transparan dan tidak bisa di sentuh sama sekali, membuat Barra lantas terkejut ketika mengetahui fakta itu.
"Mengapa hanya dia yang bisa memegangnya?" ucap Barra dalam hati bertanya tanya sambil menatap ke arah belati tersebut dengan tatapan yang bingung sekaligus bertanya tanya.
Edrea yang melihat Barra berjongkok sambil termenung di depan belati itu, lantas mulai melangkahkan kakinya mendekat ke arah Barra hendak meminta maaf akan kelancangannya yang memegang belati milik Barra tanpa seijinnya.
"Aku minta maaf Bar.. aku benar benar tidak tahu, tadi aku tanpa sengaja..." ucap Edrea hendak menjelaskan, namun langsung terpotong karena Barra yang tiba tiba mencengkram tangannya dengan erat, membuat Edrea menjadi terdiam seribu bahasa.
"Siapa kau sebenarnya?" ucap Barra lagi kali ini dengan nada suara yang berat, membuat Edrea bingung harus menjawab apa pertanyaan dari Barra barusan.
"Jangan bercanda Bar... tentu saja aku Edrea..." ucap Edrea yang tidak tahu harus menjawab apa.
Keduanya kemudian lantas terdiam dan saling mengunci pandangan satu sama lain dalam waktu yang cukup lama. Barra benar benar terhanyut ke dalam manik mata milik Edrea. Wajah Edrea benar benar mirip dengan gadis yang ada di mimpinya, setetes air mata tiba tiba menetes begitu saja tepat ketika Barra menatap lebih dalam manik mata milik Edrea, membuat Barra lantas dengan spontan langsung memutus pandangan keduanya dan memalingkan wajahnya ke arah samping berharap Edrea tidak melihat air matanya barusan.
Diusapnya dengan kasar air matanya yang mengalir tanpa di minta, membuat Edrea lantas terdiam seketika seakan ikut merasakan rasa sakit lewat manik mata milik Barra barusan.
"Mengapa rasanya hatiku begitu teriris ketika pandangan kami bertemu?" ucap Edrea dalam hati bertanya tanya.
Ketika keduanya sedang sibuk dengan perasaan masing masing, Barra yang kebetulan dalam posisi yang menunduk lantas baru menyadari jika belati itu menghilang tanpa bekas, membuat dirinya lantas bangkit dan menatap ke arah sekelilingnya mencoba mencari keberadaan belati tersebut.
"Apa yang sedang kamu cari?" tanya Edrea yang melihat Barra tengah kebingungan seperti mencari sesuatu.
"Di mana belati itu?" tanya Barra sambil terus menatap ke arah sekitar.
"Bukankah tadi ada bersama mu?" ucap Edrea yang juga ikut bingung ketika Barra mengatakan kehilangan belatinya padahal jelas jelas tadi ada di bawah kakinya.
"Jika ada bersama ku, aku tidak akan bertanya padamu bukan?" ucap Barra dengan nada yang kesal.
Mendengar nada bicara Barra yang meninggi lantas membuat Edrea mulai merasa bersalah, pada akhirnya tanpa di minta Edrea yang merasa bersalah akan perbuatannya tadi, lantas ikut mencari keberadaan belati itu di sekitaran sana.
**
Satu jam kemudian
Edrea yang sudah sedari tadi berputar putar dan mencari keberadaan belati itu, lantas menyerah karena tidak kunjung menemukannya juga, sejeli dan selama apapun ia mencari tetap saja tidak ketemu di manapun belati itu.
"Aku istirahat sebentar... capek!" ucap Edrea sambil langsung merebahkan dirinya begitu saja di lantai, membuat Barra lantas mendengus dengan kesal ketika mendengar keluhan dari Edrea barusan.
"Dasar!" ucap Barra sambil memutar bola matanya jengah.
Barra yang juga mulai lelah mencari keberadaan belati itu, lantas melangkahkan kakinya mendekat ke arah Edrea dan ikut berbaring di sana. Seulas senyum lantas terlihat dari wajah Edrea ketika melihat Barra yang juga ikut berbaring di sebelahnya.
"Tumben nih orang." batin Edrea dalam hati.
Hening sesaat...
Keduanya seakan terhanyut sambil menatapi bagian atap ruangan tersebut yang ternyata di penuhi granit layaknya di dalam sebuah gua.
"Mengapa aku baru tersadar jika tempat ini begitu indah?" ucap Barra tiba tiba yang lantas membuat Edrea menoleh ke arahnya.
"Ha? bukankah ini tempat persembunyian mu? mana mungkin kau tidak tahu." ucap Edrea yang tidak percaya akan perkataan Barra barusan.
"Tempat ini dari dulu hingga kini suasananya gelap, baru tadi aku melihat tempat ini berubah menjadi terang karena ulah mu." ucap Barra dengan nada yang ketus, membuat Edrea lantas memutar bola matanya dengan jengah ketika mendengar ucapan Barra barusan.
"Bukankah lebih enak terang begini, dasar..." ucap Edrea mendengus kesal.
"Aku tidak memaksamu untuk percaya atau tidak, hanya saja memang itulah kenyataannya." ucap Barra lagi karena ia yakin gadis modern di sebelahnya ini tidak mungkin akan percaya dengan ucapannya.
***
Sementara itu Max yang tiba tiba kehilangan tuannya, lantas langsung bergegas keluar dari kamar pribadi Barra menuju ke arah ruang kerja milik Barra.
"Apa yang membuat mu terburu buru seperti itu Max?" ucap Mira yang tak sengaja berpapasan dengannya di lorong.
"Aku hanya sedang mencari tuan Barra, bagaimana keadaan mu?" tanya Max kemudian.
"Butuh waktu berhari hari untuk ku pulih dari serangan Barra kemarin, Barra benar benar telah menyerap energi ku." ucap Mira dengan nada yang kesal.
"Bukankah itu buah dari hasil yang kau tanam? mengapa kau malah jadi kesal?" ucap Max dengan nada yang menyindir.
"Cih kau benar benar bermulut tajam sama seperti Barra, tak heran kalian berdua bagai pinang di belah dua." ucap Mira tak mau kalah.
"Terserah apa katamu yang jelas aku sedang sibuk saat ini." ucap Max sambil melangkahkan kakinya hendak pergi dari sana namun panggilan dari Mira lantas kembali menghentikan langkah kakinya.
"Tunggu sebentar" ucap Mira dengan tiba tiba yang lantas menghentikan langkah kaki Max.
"Ada apa?" tanya Max dengan nada yang datar.
"Biarkan aku menguji gadis itu sekali saja..." ucap Mira tiba tiba yang lantas membuat Max terkejut ketika mendengarnya, bukankah setelah apa yang di dapatkannya tempo hari harusnya bisa memberinya sebuah pelajaran?
"Apa maksud ucapan mu itu?" tanya Max kemudian.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 200 Episodes
Comments