"Lepaskan aku Bar..." ucap Mira dengan merintih menahan sakit yang menjalar di area lehernya.
Sedangkan Barra yang mendengar rintihan itu bukannya melepaskan Mira malah semakin mempererat cengkraman tangannya hingga urat urat nadi milik Mira terlihat jelas di sana dengan pancaran aura hitam di sekelilingnya. Mira benar benar tidak bisa melakukan apapun, kekuatannya sudah di segel oleh Barra tepat setelah Barra menyelamatkan Edrea tadi, membuat Mira tidak bisa berkutik dan melawan Barra.
"Benar benar sialan!" ucap Mira dalam hati dengan kesal karena tidak bisa berbuat apa apa saat ini.
"Kau jangan ikut campur dengan urusan ku! kau di sini bukanlah apa apa, apa kau ingin aku melenyapkan mu seperti makhluk tadi?" ucap Barra dengan nada yang dingin menatap tajam ke arah Mira.
Mira yang mendengar hal itu lantas terdiam seribu bahasa, menjawab ancaman dari Barra sama halnya dengan mengantar kematiannya sendiri, sehingga Mira hanya bisa terdiam kali ini tanpa berani menjawab ataupun membantah ucapannya.
Sedangkan Barra yang melihat Mira hanya diam dan tak menjawab, lantas menghempaskan begitu saja Mira ke samping hingga membuat dirinya mundur beberapa langkah dari sana.
"Pergi kau dari sini! aku tidak ingin mendengar apapun lagi dari mu saat ini!" ucap Barra dengan nada yang dingin tanpa melihat sedikitpun ke arah mira yang baru saja ia hempaskan.
****
Mansion utama
Setelah mampir makan sebentar dengan Kiera tadi sepulang dari kelas, Edrea lantas langsung pulang ke rumah. Dengan langkah yang perlahan Edrea mulai masuk ke dalam mansion dan langsung menuju ke arah kamarnya, membuat sita yang mengetahui kelakuan cucunya itu lantas hanya bisa menghela nafasnya panjang.
"Apa mungkin ini saat yang tepat untuk kembali membujuknya?" tanya Sita bertanya tanya pada diri sendiri.
Setelah menimang beberapa kali pada akhirnya Sita memutuskan untuk kembali membujuk Edrea agar mau untuk menjadi pelayan Barra, padahal jelas jelas tanpa sepengetahuan dari Sita, Edrea bahkan sudah menyetejui dan bersedia untuk melayani Barra. Sita benar benar tidak tahu akan hal itu karena ia pun belum pernah sesikit pun merasakan bagaimana menjadi pelayan dari sosok makhluk setengah manusia itu.
Perjanjian ini memang ikatan turun temurun namun selama ini hanya berlaku pada keturunan pria dapam keluarga ini. Terakhir kali yang bertugas menjadi pelayan Barra adalah putranya yaitu ayah dari Edrea namun tak berlangsung lama karena kecelakaan tragis yang merenggut nyawa kedua orang tua Edrea. Setelah kematian ayah Edrea tidak ada lagi keturunan laki laki dalam keluarga itu yang bisa menggantikan tugas tersebut, hingga pada akhirnya Edrea satu satunya keturunan yang tersisa di keluarga itu harus ikut andil dalam kontrak perjanjian tersebut walau terasa sungguh tidak adil bagi Edrea di usianya yang sekarang yang seharusnya mengenyam pendidikan dan bermain bersama teman temannya, malah harus menjadi pelayan dari seorang sosok setengah manusia yang bahkan Sita sendiri tidak tahu bagaimana perawakan dari Barra kecuali ciri ciri yang di tunjukkan oleh suaminya waktu itu.
Sita terus melangkahkan kakinya menuju ke arah kamar Edre, Sita benar benar antara yakin dan tidak yakin ketika harus kembali membujuk cucunya itu untuk mau meneruskan perjanjian ini. Sita berhenti tepat di pintu kamar Edrea dan mulai mengetuknya perlahan.
Tok tok tok
"Masuklah Oma pintunya gak di kunci." ucap sebuah suara yang lantas membuat Sita membuka pintu tersebut dan masuk secara perlahan ke dalam.
Edrea terlihat sedang duduk di depan meja diasnya ketika Sita mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam, sepertinya gadis itu baru selesai mandi.
"Kemarilah..." pinta Sita sambil menepuk ranjang empuk di kamar Edrea.
Edrea yang mendengar panggilan tersebut lantas melangkahkan kakinya mendekat ke arah sita kemudian mengambil duduk di sebelahnya menatap ke arah Sita dalam dalam.
"Apa kuliah mu berjalan dengan lancar hari ini?" tanya Sita mencoba untuk berbasa basi.
"Ya lumayan lah Oma sama seperti hari hari biasanya." ucap Edrea dengan senyum yang mengembang.
"Lalu apakah.." ucap Sita lagi hendak bertanya namun Edrea keburu memotong ucapan Sita barusan.
"Siapa Barra sebenarnya Oma? aku yakin Oma datang ke sini untuk menjelaskan hal tersebut pada Rea bukan?" ucap Edrea kemudian langsung to the point ke intinya.
Mendengar ucapan Edrea barusan membuat Sita menghela nafasnya panjang, dengan perlahan Sita mulai membuka map tersebut dan menunjukkan sebuah kertas kuno yang berisi tulisan aksara jawa membuat Edrea lantas mengernyit dan bertanya tanya tentang apa yang sebenarnya hendak di tunjukkan oleh neneknya.
"Oma tidak tahu apakah ini akan berhasil membujuk mu atau dapat menjelaskan rasa penasaran mu itu, hanya saja Oma akan berusaha meyakinkan dirimu." ucap Sita mulai membuka pembicaraan. "Ini adalah perjanjian yang di tulis oleh nenek moyang mu, Oma tidak tahu itu bermula dari mana hanya saja Oma mendengar bahwa Barra telah melakukan sesuatu hal yang besar untuk keluarga kita sehingga dahulu untuk membalas kebaikannya nenek moyang keluarga kita memutuskan untuk mengabdikan diri kepada Barra secara turun temurun hingga saat ini. Harusnya memang ini diwariskan kepada keturunan laki laki, namun karena kedua orang tua mu meninggal dan kamu putri satu satunya mereka maka mau tidak mau kamulah yang di tunjuk sebagai ganti dalam meneruskannya." ucap Sita mulai bercerita.
Edrea hanya mendengarkan tidak menjawab maupun menyanggah cerita sang nenek.
"Lalu apa aku wanita pertama yang jadi pelayannya nek?" tanya Edrea kemudian.
"Ya, maafkan Oma... Oma benar benar tidak bisa berbuat apa apa selain mengikuti aturannya. Oma juga tidak menginginkan hal ini Rea..." ucap Oma dengan nada yang penuh penyesalan.
Edrea yang melihat Omanya seperti itu hanya bisa memeluknya dan mengusap pundak wanita tua itu berusaha untuk menenangkannya. Edrea tahu Sita pasti juga tidak menginginkan hal ini terjadi padanya. Sekarang tidak ada yang bisa Edrea perbuat selain mengikuti apa yang sudah digariskan.
"Sebenarnya makhluk seperti apa Barra itu? Mungkinkah aku mengambil langkah yang tepat dengan menjadi pekayannya?" ucap Edrea dalam hati bertanya tanya. "Oma tenanglah Edrea tidak papa... jika memang ini sudah menjadi jalan Edrea, aku pasti akan berusaha untuk menjalaninya... jadi Oma tidak perlu khawatir lagi.." ucap Edrea kemudian sambil terus menepuk pundak wanita tua itu berusaha menenangkannya.
"Terima kasih banyak, katakan jika kamu kesulitan dalam melakukannya biar nanti Oma saja yang akan menggantikan mu..." ucap Sita.
"Ayolah Oma... aku tidak selemah itu." ucapnya sambil tersenyum menatap ke arah Sita.
***
Sementara itu di sebuah kebun yang tidak tahu persis di mana tempatnya, terlihat eorang laki laki dengan baju yang penuh lumpur tengah tersenyum sambil berusaha meratakan gumpalan tanah di hadapannya. Laki laki tersebut mengusap dahinya dengan tangan yang penuh lumpur sambil menatap ke arah gundukan tanah tersebut.
"Jika aku tidak bisa memiliki mu, bukankah yang lain harusnya juga tidak bisa hahahaha..." ucapnya dengan tawa yang keras kemudian melempar sekopnya dan masuk ke dalam sebuah rumah kayu tang terletak tak jauh dari sana.
***
Ruangan Barra
Dari arah luar Max nampak melangkahkan kakinya mendekat ke arah Barra sambil membawa sebuah map dan meletakkannya tepat di depan Barra.
"Tim keamanan sedang menjemput arwah seorang wanita korban pembunuhan tuan." Ucap Max menyampaikan pesan.
Barra yang mendengar hal itu lantas menghentikan pekerjaannya lalu mulai membuka map tersebut untuk mempelajari laporan dari Max barusan.
Dokumen yang di berikan oleh Max benar benar sangat terperinci, bahkan letak beberapa potongan tubuh wanita itu dapat di ketahui dengan detail oleh Barra dalam laporan tersebut. Barra sedikit tersenyum ketika melihat sebuah foto di mana laki laki tersebut mengubur bagian kepala wanita yang menjadi korbannya itu, tepat di sebuah perkebunan yang jauh dari pemukiman warga.
"Sepertinya ini agak memakan waktu mengingat tubuh korban di mutilasi dan di kubur di suatu tempat." ucap Barra sambil melihat ke arah map.
"Iya tuan, saya sudah memerintahkan tim A untuk mengurus masalah ini, anda tidak perlu khawatir." ucap Max dengan nada yang yakin.
Barra yang mendengar hal tersebut lantas tiba tiba tersenyum, sebuah ide gila mendadak muncul di kepalanya membuat Max yang melihat hal itu lantas mengernyit dan menatap ke arah Barra dengan tatapan yang bingung.
"Apa ada sesuatu tuan?" tanya Max kemudian yang lantas membuyarkan lamunan Barra.
"Batalkan pergerakan tim A, biar aku sendiri yang akan turun tangan mengatasi hal ini." ucap Barra dengan senyum yang mengembang membuat Max semakin bingung ketika mendengar perintah dari Barra barusan.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 200 Episodes
Comments