"Jadilah pelayan ku dan aku akan membantu mu.." ucap Barra kemudian yang lantas membuat Edrea menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa di jelaskan.
Edrea yang sudah hampir gila dan ingin segera terbebas dari sosok makhluk yang menghantuinya, lantas dengan spontan menjulurkan tangannya hendak menerima tawaran dari Barra barusan. Hanya saja ketika Edrea sudah hampir mendekatkan tangannya agar bersalaman dengan Barra, mendadak dia menggeleng dengan sekuat tenaga karena baru menyadari bahwa ia sama sekali tidak kenal dengan dua orang yang muncul secara tiba tiba di kamarnya ini. Tidak ada yang menjamin bukan? jika tiba tiba sosok pria di hadapannya ini melanggar ucapannya?
"Aku bahkan tidak mengenal mu, untuk apa aku percaya padamu? lagi pula bagaimana cara kalian bisa masuk ke dalam kamar ku? kalian berdua penyusup ya?" Tuduh Edrea kemudian yang lantas membuat Max menatap dengan tatapan yang melongo ke arah Edrea.
"Kau belum kapok juga rupanya, apa kau ingin bertemu sosok makhluk yang lain? aku sungguh tidak keberatan untuk menunggu dan menonton mu di sini." ucap Barra dengan nada yang dingin sambil berjalan ke arah sofa dan mengangkat kakinya sebelah kemudian menatap dengan serius ke arah Edrea.
Edrea yang mendengar hal itu lantas menelan salivanya kasar, namun masih berusaha untuk tidak terlihat terlalu panik di hadapan Barra dan juga Max, Barra yang melihat keteguhan Edrea lantas tersenyum miring kemudian menjentikkan jarinya pelan dan sesuatu yang tak terduga mendadak terjadi.
Dari arah sudut ruangan makhluk berbentuk seperti kunyang terlihat terbang secara perlahan mendekat ke arah di mana Edrea berada. Edrea yang melihat hal itu tentu saja langsung berkeringat dingin, ia bahkan terlihat berkali kali melirik ke arah Barra untuk melihat ekspresi wajah pria itu ketika melihat sosok makhluk halus dengan bentuk seperti itu. Padahal tanpa Edrea sadari kemunculan sosok makhluk mulik kunyang itu adalah perbuatan dari Barra. (Sekedar info kunyang adalah sosok hantu kepala lengkap dengan organ organ dalam yang bergelantungan tanpa tubuh).
"Kenapa dia tidak takut sama sekali, apa dia tidak bisa melihatnya? atau memang aku yang sedang berhalusinasi?" ucap Edrea dalam hati sambil terus menatap ke arah hantu kunyang dan juga Barra sedari tadi dengan tatapan bergantian karena Edrea penasaran dengan reaksi yang di tunjukkan oleh Barra ketika melihatnya. Hanya saja yang terjadi malah sebaliknya, ketika Edrea ketakutan setengah mati karena sosok hantu itu yang terus mendekat ke arahnya, Barra malah menatap ke arah depan dengan santai seakan tanpa merasa terusik sama sekali begitupun dengan seseorang yang senantiasa berdiri di sebelah Barra sedari tadi.
Edrea semakin merasa tak karuan ketika sosok makhluk yang mirip dengan kunyang itu hanya tinggal berjarak beberapa senti saja darinya, senyuman makhluk itu begitu mengerikan menatap ke arah Edrea seakan melihatnya sebagai mangsa yang empuk. Edrea benar benar tidak tahu lagi harus berbuat bagaimana, hingga kemudian di antara rasa ketakutan akan sosok makhluk tersebut yang terus menatapnya seakan lapar dan hendak memangsanya, Edrea lantas berteriak menyetujui perjanjian itu tanpa berpikir lebih lama lagi.
"Baiklah aku setuju, asalkan buat makhluk itu pergi sekarang!" teriak Edrea sambil bersembunyi di balik selimut.
Barra yang mendengar teriak persetujuan dari Edrea barusan, lantas tersenyum dengan puas kemudian menjentikan jarinya pelan dan membuat sosok itu pergi dari sana. Setelah kepergian sosok tersebut Barra lantas bangkit dari sofa kemudian melangkah mendekat ke arah dimana Edrea berada.
Barra menyikap selimut yang menutupi seluruh tubuh Edrea dan langsung mendekat ke arah gadis itu.
"Apa yang sudah di sepakati tidak akan bisa di tarik kembali atau di langgar!" ucap Barra dengan nada yang dingin.
Tepat setelah Barra mengatakan hal tersebut ibu jari Edrea terasa perih seperti di tusuk jarum hingga mengeluarkan sedikit noda darah pada ibu jarinya.
"Aww" ucapnya dengan spontan sambil hendak menghisap ibu jarinya yang berdarah namun di tahan oleh Barra.
Setelah menahan aksi Edrea, Barra lantas menempelkan ibu jari milik Edrea yang masih terdapat darah di sana dengan ibu jari miliknya, secercah cahaya keemasan nampak terpancar ketika kedua ibu jari mereka saling menempel, membuat Edrea menatap dengan tatapan melongo dengan apa yang baru saja terjadi.
"Kontrak telah dibuat! aku memberi mu kebebasan untuk melakukan kehidupan mu seperti biasa dengan syarat kau harus siap kapan saja ketika aku membutuhkan mu!" ucap Barra kemudian bangkit dari sana.
Barra yang telah menyelesaikan segala urusannya di sana lantas bangkit dan menghilang tanpa mengatakan sepatah kata apapun begitu juga dengan Max, kini di sana hanya tersisa Edrea dengan berjuta juta tanda tanya yang menyelimuti pikirannya.
"Apa aku mengambil keputusan yang tepat?" ucapnya pada diri sendiri setelah kepergian Barra dan juga Max dari kamarnya.
Edrea yang gelisah lantas menjatuhkan tubuhnya pada ranjang empuk miliknya kemudian menatap langit langit kamar dengan tatapan melayang jauh entah kemana.
"Ah entahlah bodo amat, bisa gila aku kalau terus terusan begini!" ucapnya lagi sambil menarik selimutnya dengan kesal menutupi seluruh tubuhnya.
****
Keesokan harinya
Setelah makan siang Edrea yang tidak memiliki kelas, lantas duduk termenung di bangku taman sambil menatap ke arah langit langit yang terlihat cerah siang itu.
"Hai, apa aku boleh bergabung?" tanya sebuah suara yang lantas mengejutkan Edrea yang tengah melamun saat itu.
Edrea yang mendengar suara tersebut lantas dengan spontan langsung mendongak dan ia cukup terkejut ketika ternyata pemilik suara barusan adalah Fano. Edrea yang tidak ada persiapan sebelumnya melihat Fano di dekatnya lantas langsung gugup dan mengangguk seperti orang bodoh mengiyakan pertanyaan dari Fano barusan.
"Bagaimana dengan kening mu? apakah sudah merasa baikan?" tanya Fano dengan nada yang lembut, membuat Edrea lantas melayang ketika mendengar suara Fano yang begitu menyejukkan hatinya.
"Kamu tak perlu khawatir, tulang tengkorak milik ku sangatlah kuat, lihatlah bahkan memarnya sudah tidak terlalu terlihat." ucap Edrea dengan tersenyum riang. (Tentu saja tidak akan terlihat karena Edrea menutupinya dengan fondantion dan juga konciler untuk menutupi bekasnya, dasar bucin).
"Syukurlah kalau memang seperti itu." ucap Fano sambil tersenyum dengan lega ketika mendengar jawaban dari Edrea barusan. "Em Btw tumben sendiri, teman mu gak ada kelas hari ini?" tanya Fano kemudian.
"Ada, hanya saja Kiera masih ada kelas mungkin sebentar lagi selesai." jawab Edrea dengan tak henti hentinya menebar senyum.
"Oh begitu" ucapnya sambil bangkit berdiri. "Lain kali kita makan siang bareng ya biar aku yang teraktir sebagai bentuk permintaan maaf ku, ajak teman mu sekali." ucapnya sambil hendak melangkah pergi.
"Tidak perlu repot repot, lagi pula aku tidak kenapa napa bukan?" ucap Edrea berusaha menolak ajakan Fano walau sebenarnya dalam hatinya Edrea ingin sekali langsung menerima ajakan Fano barusan. Hanya saja, bukankah terlalu dini untuk bersikap agresif saat ini? keduanya bahkan baru berkenalan, mana mungkin Edrea langsung mengiyakan ajakannya begitu saja. Nanti yang ada mungkin Fano akan langsung ilfil pada Edrea.
"Tidak ada penolakan, sampai jumpa besok." ucapnya lagi kemudian melenggang pergi dari sana.
"Tapi Fan..." ucap Edrea ingin kembali menolak namun Fano sudah terlebih dahulu pergi dari sana, membuat Edrea mau tidak mau malah menerimanya. "Sudahlah lagipula kesempatan tidak datang dua kali bukan?" imbuhnya lagi pada diri sendiri.
Setelah kepergian Fano dari sana, Edrea lantas melompat dengan kegirangan karena pada akhirnya ia bisa selangkah lebih dekat ke arah Fano. Hanya saja satu hal yang tidak Edrea sadari, tepat ketika pembicaraan Fano dan dirinya berlangsung secerca cahaya nampak terlihat dari ibu jari Edrea sepersekian detik, hingga kemudian tubuhnya yang sedari tadi di kampus mendadak menghilang dan muncul pada sebuah tempat yang asing baginya tanpa Edrea sadari.
"Loh bukannya tadi Rea di sini? Kok bisa tiba tiba hilang sih?" ucap Kiera dengan bingung karena jelas jelas ia tadi melihat Edrea di area taman, namun ketika ia mendekat, Edrea mendadak menghilang begitu saja seakan lenyap dan tak berbekas.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 200 Episodes
Comments