Beberapa ratus tahun yang lalu jauh sebelum era modern menguasai dunia, seorang gadis cantik nan anggun terlihat berlarian mengejar seekor kupu kupu di tepi hutan. Barra yang melihat gadis itu masuk lantas mengikuti langkah kaki gadis tersebut masuk ke dalam hutan. Barra benar benar terpesona akan kecantikan gadis itu hingga tanpa sadar ia terus mengikuti langkah kaki gadis itu semakin masuk ke dalam hutan.
"Aw..." pekik gadis itu yang terjatuh akibat tersandung ranting kayu yang berserakan.
Barra yang melihat gadis itu jatuh lantas mendekat ke arah gadis itu berniat untuk membantunya.
"Kamu tidak apa apa?" tanya Barra sambil menepuk bahu gadis itu hendak mengecek kondisinya.
Perlahan tapi pasti gadis itu lantas menoleh ke arah belakang, Barra yang tadinya terpesona akan kecantikan gadis itu lantas di buat terkejut ketika dari dekat ternyata wajah gadis itu mirip dengan seseorang yang tentu saja tidak asing bagi Barra.
Hhhhhhhhhh
"Edrea" teriak Barra.
Di ruang kerjanya Barra lantas terbangun ketika ia tanpa sengaja tertidur di kursi kebesarannya. Di usapnya pelan peluh keringat yang membanjiri dahinya dan baru menyadari ternyata semua itu hanyalah mimpi.
Barra nampak terdiam dan mencoba mencermati arti dari mimpinya barusan, akankah itu hanya sebuah bunga tidur atau memang merupakan sebuah pertanda dari memori masa lalunya?
Jujur saja semenjak Barra di tugaskan untuk mengelolah stasiun pemberhentian terakhir bagi para arwah, Barra sama sekali tidak mengingat tentang memorinya di masa lalu. Barra bahkan juga tidak mengetahui alasan mengapa ia berakhir menjadi seperti ini dan dosa apa yang telah ia lakukan hinga ia di hukum sedemikian rupa.
Barra menghela nafasnya panjang kemudian bangkit perlahan dan melangkahkan kakinya menuju ke arah lemari kayu yang berisi puluhan buku koleksinya di area belakang. Di putarnya perlahan sebuah pajangan berbentuk kucing pada bagian kepalanya, hingga tidak beberapa lama lemari kayu tersebut nampak terbuka dan menunjukkan sebuah tangga menuju ke arah ruang rahasia bawah tanah.
Barra yang melihat lemari buku sudah terbuka lantas melangkahkan kakinya perlahan menuruni anak tangga saru persatu hingga mencapai ujung, barulah ia membuka sebuah pintu yang terletak di ujung tangga tersebut. Bagian dalam ruangan tersebut nampak gelap dan sunyi, secerca sinar terang terlihat di tengah tengah ruangan tersebut, membuat Barra lantas menghentikan langkah kakinya di sana.
"Takdir apa sebenarnya yang sedang Penguasa siapkan untuk diriku? bukankah Tuhan terlalu jahat dengan menjadikan ku makhluk setengah manusia seperti ini?" ucap Barra dengan nada yang lirih sambil menatap ke arah pancaran sinar di ruangan tersebut di mana di atasnya terdapat sebuah pisau belati antik terlihat melayang di udara.
"Apa Edrea ada hubungannya dengan masa lalu ku?" ucapnya dengan nada yang bertanya tanya.
***
Malam harinya
Barra yang di buat penasaran akan kemunculan Edrea yang tiba tiba dalam mimpinya, lantas langsung berteleportasi ke kamar Edrea untuk mencoba mencari tahu segalanya.
Ditatapnya area kamar Edrea dengan cermat, ketika sampai di sana Edrea terlihat sudah berlayar ke pulau impiannya dengan khusyuk dan tidak ingin di ganggu. Barra yang melihat hal tersebut lantas berkeliling sebentar di area kamar Edrea untuk melihat lihat.
"Semua nampak wajar dan biasa saja, lalu apa yang membuat gadis itu muncul di mimpi hingga ingatan ku? apakah dulu aku dan dia mempunyai sebuah hubungan di masa lalu?" ucapnya bertanya tanya sambil membolak balikkan buku yang ia ambil dari lemari milik Edrea.
Barra yang tak menemukan apa apa lewat barang barang yang ada di kamar Edrea, lantas mulai melangkahkan kakinya mendekat ke arah ranjang Edrea. Di tatapnya gadis itu dengan cermat dan teliti, hanya saja semakin Barra mencoba melihat dengan cermat selalu saja ia tidak menemukan jawaban apapun di sana, membuat Bara lantas di buat frustasi karena tidak kunjung menemukan jawabannya.
"Bukankah aku bisa masuk ke dalam tubuhnya dan mencoba mencari tahu?" ucap Barra kemudian seperti mendapat sebuah ide untuk mengatasi kegelisahannya.
Barra yang yakin cara tersebut bisa sedikit memberi jawaban akan pertanyaannya, lantas mulai mendekat ke arah Edrea dan bersiap untuk masuk ke dalam tubuh Edrea.
Barra semakin turun dan semakin turun, hingga ketika jarak antara tubuhnya dan juga Edrea hanya tersisah sejengkal saja. Barra lantas langsung memejamkan tubuhnya dan masuk ke dalam tubuh Edrea. (Jika kalian bingung seperti apa proses masuknya Barra ke dalam tubuh Edrea, jika kalian pernah melihat film horror, di mana sosok hantu dalam film tersebut masuk ke dalam tubuh manusia, seperti itulah proses masuk Barra ke dalam tubuh Edrea).
**
Sementara itu di dalam tubuh Edrea
Barra langsung berusaha masuk ke dalam bagian memori milik Edrea, di alam bawah sadar Edrea suasananya sangat gelap dan begitu lembap mungkin karena posisi Edrea yang tengah tertidur sehingga semua saraf maupun lainnya yang setiap harinya bekerja kini tengah beristirahat.
Barra melangkahkan kakinya masuk semakin dalam mencari keberadaan pusat memori, hingga kemudian langkah kakinya terhenti ketika ia hendak melangkah masuk ke dalam memori inti milik Edrea kepala Barra mendadak kembali berdenyut dengan hebat hingga ia langsung membuatnya mundur beberapa langkah.
Bayangan demi bayangan memori masa lalu mulai terlintas dengan begitu cepat di kepala Barra tanpa bisa ia menghentikannya. Barra mengerang kesakitan ketika kepalanya merekam dengan acak setiap memori di dalam kepalanya yang terkesan lompat lompat. Puncak rasa sakit itu terjadi tepat di mana sebuah bayangan seperti berada di tengah hutan, Barra mendadak berlari sambil mengarahkan sebuah belati tepat ke jantung gadis yang berwajah mirip dengan Edrea. Gadis itu tersenyum tepat setelah Barra menusuk area jantungnya seakan tidak ada raut wajah penyesalan maupun amarah walau ia tahu Barra telah membunuhnya.
Aaaaarrggggg
Teriak Barra ketika rasa sakit di kepalanya sampai pada puncaknya, setetes air mata nampak mengalir begitu saja di sudut matanya, ketika Barra yang ada di penglihatannya memeluk dengan erat tubuh gadis yang berwajah mirip dengan Edrea kini sudah terbujur kaku di tanah.
Barra yang sudah tidak kuat lagi akan rasa sakit yang ia rasakan, lantas memilih menyudahinya dan langsung berteleportasi ke kantornya.
Bruk...
"Tuan!" pekik Max ketika ia melihat tuannya tiba tiba muncul dan langsung tergeletak di lantai seperti orang yang tengah kesakitan.
**
Dua hari kemudian
Max dan juga Edrea terlihat tengah berjalan di sebuah rumah sakit hendak melaksanakan tugas selanjutnya. Edrea yang di bawa berteleportasi begitu saja oleh Max lantas di buat bertanya tanya.
"Apa yang sebenarnya terjadi? mengapa hanya ada Max? di mana Barra?" ucapnya dalam hati seakan bertanya tanya tentang ketidak hadiran Barra saat ini.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 200 Episodes
Comments