"Hari ini, kita mulai dari adegan kesepuluh." Rafaél mengumumkan. "Letakkan meja dan kursi di tengah!" perintahnya pada bagian properti.
Dua anak laki-laki membawakan kursi ke tengah-tengah ruangan.
"Di mana meja bundar yang biasa?"
"Sedang dicat," jawab salah satu anak laki-laki yang membawa kursi tadi.
"Cari gantinya!" Rafaél menggeram tak sabar.
Kedua anak laki-laki itu bergegas keluar ruangan dan kembali beberapa menit kemudian seraya menggotong meja persegi yang serupa dengan meja Rafaél.
"Aku bilang meja bundar!" hardik Rafaél. "Cari yang benar!"
Pada saat yang sama, Chéri baru saja sampai di depan pintu ruang latihan. Gadis itu terperanjat mendengar teriakan Rafaél yang menggelar.
Mikail memperhatikan pria itu dari seberang ruangan di dekat pintu masuk.
"Rafaél sedang kesal," seseorang memberitahu.
"Aku sih, tidak heran," jawab Mikail acuh tak acuh.
Chéri mengintip ke dalam dengan mata dan mulut membulat.
Dua orang anak laki-laki dari bagian properti tadi menyisihkan meja persegi itu dari tengah ruangan, sementara anak-anak lainnya mulai berpencar ke sana kemari untuk mencari gantinya.
Chéri menyelinap ke tengah ruangan dan menghampiri Rafaél dengan wajah ragu. Tapi sebelum ia sempat mengurungkan niatnya, Rafaél sudah melihatnya.
"Ada apa?" Rafaél bertanya setengah menghardik. "Aku kan, tidak memanggilmu!"
Mikail tersentak dan menyeruak menyibak kerumunan para pemain. Ia tidak menyadari kedatangan Chéri karena sedang memberikan pengarahan pada tim properti sewaktu gadis itu menyelinap ke dalam ruangan.
Chéri mengerjap dan tergagap. Dia marah tidak, ya? Ia bertanya-tanya dalam hatinya. "Bolehkah aku…"
Rafaél memicingkan matanya.
"Berperan sebagai… meja bundar?" Chéri melanjutkan permintaannya. Sudah terlanjur, pikirnya.
Seisi ruangan mendadak hening. Semua orang menatap Chéri.
Rafaél membeku sesaat, lalu berdeham seraya memalingkan wajahnya. "Baiklah," katanya. "Tapi kalau kau sampai membuat gerakan, sekecil apapun… aku akan menamparmu."
Mikail mengawasi Chéri dengan wajah cemas.
"Baik," jawab Chéri cepat-cepat. "Aku tidak akan bergerak!"
Suasana dalam ruangan kembali gaduh. Orang-orang yang berkerumun mulai meragukan Chéri dan berbisik-bisik.
Mikail memberikan peringatan pada orang-orang itu melalui tatapannya. Seisi ruangan kembali tenang.
Chéri melangkah ke tengah ruangan dan bersiap. Ia merunduk hingga 90 derajat dengan posisi punggung sejajar dengan kepala. Sementara posisi kakinya membentuk fifth position---gerakan dasar yang kelima dalam balet. Kedua telapak kakinya berdekatan, mengarahkan paha, lutut, dan telapak kaki ke luar tanpa menekuk lutut. Kedua kaki dan lututnya tetap lurus meski saling bersilangan.
Seisi ruangan kembali tercengang.
Dua orang pria mulai menarik kursi dan menaruhnya di dekat gadis itu untuk kemudian duduk berdampingan menghadap ke arah Chéri dan meletakkan tangan mereka pada punggung gadis itu.
Rafaél dan Mikail mengawasi gadis itu dan meneliti akting kedua pria di sampingnya.
Kedua pria itu terlihat wajar.
Sampai sejauh ini kelihatannya masih aman.
Meja bundar, kata Chéri dalam hati—berusaha menjiwai perannya.
Aku meja bundar!
Meja plastik berkaki besi.
Meja khusus untuk minum kopi yang diterangi sinar matahari.
Lewat tengah hari di kota Moskow…
Minum kopi ala Bristo di kota Paris.
Sesha Montrosecova melangkah ke arah mereka, bersiap memainkan peran.
"Kenapa dua laki-laki berpegangan tangan di meja?" gadis itu memulai dialognya, kemudian mendekat pada dua laki-laki di meja itu dan merunduk di depan mereka dengan sebelah tangan bertumpu pada meja. Gadis itu memekik dalam hatinya.
Sulit dipercaya! Sesha membatin takjub.
Kepala, leher, bahu, kedua tangan… semuanya benar-benar jadi keras.
"Ayo, kita pulang!" tokoh wanita dalam cerita menghardik kedua tokoh pria.
Seisi ruangan menahan napas.
"Benar-benar kelihatan seperti meja," bisik seseorang di belakang Mikail. "Dia tidak bergerak sama sekali."
"Kaki dan pinggangnya pasti luar biasa kuat," komentar yang lainnya.
"Seorang gadis mendengus di sisi lain Mikail Volkov. "Kalau hanya pose seperti itu sih, aku juga bisa," desisnya meremehkan.
Mikail meliriknya.
Gadis itu adalah gadis yang menyapa Chéri pertama kali di ruang latihan. "Gampang, kok!" katanya pada Mikail. "Rafaél juga pasti berpendapat sama."
Mikail melirik Rafaél, kemudian balas mendengus pada gadis di sampingnya.
Pria itu sedang memperhatikan para pemain dengan alis bertautan.
Sebagai orang terdekatnya, Mikail bisa membaca garis kekhawatiran tersirat pada wajahnya. Meski perhatiannya terfokus pada pemain, pikirannya sedang melayang mempertanyakan pertahanan Chéri.
Tekanan yang diberikan pemeran tokoh wanita dalam babak ini tidak bisa dianggap remeh. Terutama karena pemerannya adalah Sesha Montrosecova. Gadis itu sudah seperti senior di teater ini. Aktingnya selalu total.
Dua orang berpegangan tangan pada meja bebannya mungkin tidak seberapa. Tapi membungkuk dengan tangan bertumpu pada tepi meja dalam keadaan emosi bisa saja merubuhkan meja.
Tapi Chéri tak terhuyung sedikit pun. Gadis itu benar-benar terlihat seperti benda mati.
Sesaat, Rafaél sempat mengerjap melirik gadis itu. Tapi kemudian pura-pura fokus hanya kepada para pemain.
Mikail menyembunyikan senyumnya.
"Aneh," gumam si tokoh wanita seraya mengangkat tangannya dari meja dan menyilangkan kedua tangan di depan dada, memeluk dirinya sendiri. "Kenapa angin berembus tiba-tiba?"
Angin? pikir Chéri. Lalu memusatkan konsentrasinya sampai ia berhasil menggambarkan situasinya.
Angin yang berembus tiba-tiba, menggerakkan awan…
Membuat meja plastik bergetar dan berkeretak.
Trek tek!
Trek tek!
Seisi ruangan kembali terkesiap dan menahan napas.
Sepersekian detik semua orang seperti menangkap embusan angin dan mendengar meja itu bergetar.
Rafaél mengerjap takjub. Tapi hanya sesaat. Tidak ada yang menyadarinya.
Angin dingin yang berembus… membuat meja plastik berbunyi.
Rasa-rasanya tadi kelihatan seperti itu, pikir Mikail.
"Cut!" Rafaél berteriak. "Istirahat sepuluh menit," katanya. Lalu pura-pura memeriksa halaman naskah berikutnya.
Chéri meluruskan tubuhnya seraya menatap Rafaél untuk melihat reaksinya.
Pria itu menautkan jemari di depan wajahnya tanpa menatapnya, mendesah pendek dan berpura-pura sedang berpikir keras.
Gawat, pikir Chéri. Aku terlalu menghayati peranku! Padahal dia sudah melarangku membuat gerakan sekecil apapun. Dia pasti kesal sekarang.
Rafaél menatapnya seraya tersenyum tipis. Begitu tipis, sampai-sampai orang lain tidak menyadari kalau dia sedang tersenyum.
Bahkan Chéri.
Tapi Mikail menyadarinya. Binar samar di mata Rafaél takkan bisa mengelabuinya. Dasar keparat arogan, batinnya mencemooh. Kemudian melangkah ke tengah ruangan dan menarik Chéri menyisih ke luar kerumunan.
Bersamaan dengan itu, seseorang menyeruak masuk seraya terengah-engah, kemudian menyelinap di antara Chéri dan Mikail, membuat keduanya serentak melompat saling menjauhkan diri.
"Rafaél!" Pria itu berteriak gusar seraya menerjang liar, membuyarkan kerumunan.
Seisi ruangan serempak menoleh pada pria itu.
"Demian?" Rafaél menatapnya dengan alis bertautan.
"Kenapa kau tenang-tenang saja?" teriaknya pada Rafaél. "Apa kau belum tahu, ada yang sudah lebih dulu mementaskan Marionette yang akan kita pentaskan tiga minggu lagi. Aku baru saja melihatnya. Alur ceritanya benar-benar sama."
Rafaél membuka mulutnya, tapi tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya.
Seisi ruangan mendadak gaduh.
Chéri dan Mikail bertukar pandang dengan ekspresi tegang.
"Seseorang telah mencuri Marionette-mu, Rafaél!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
tintakering
ko bisa sama .. 😊
2022-10-04
0